"Kayaknya kita harus berhenti ngucilin si Abi. Sobat macam apa kita ini, harusnya kalaupun si Abi salah ya diomongin baik-baik," Chandra memberikan pendapat pribadinya di hadapan Teuku, Arifin dan Wisnu. Dicomotnya sebuah bala-bala yang baru digoreng Bi Cucun.
"Kade jangan darmaji, ya Chan," goda Bi Cucun. Darmaji itu satu istilah untuk menggambarkan orang yang doyan makan lima buah, misalnya, tapi ngakunya cuma sebiji.
"Nggak atuh, Bi," Chandra pura-pura menggerutu. "Gimana menurut kalian?" tukasnya, memandangi konco-konconya.
Arifin yang sedang duduk berjongkok di atas kursi, menimpali. "Iya, sih, kayaknya udah terlalu lebay kita. Kayak emak-emak rempong tukang ngambek euy!" cibirnya, menunjuk Geng Anita CS yang melintas menuju kelas.
"Saya juga ngerasa dosa pisan, udah seminggu lebih kita mengisolasi si Abi, padahal kata Ustadz juga lewat dari 3 hari musuhan mah kan dosa. Bi Cucun, punten pesen susu panas," Teuku gantian memberikan pendapat sebelum request minuman kesukaannya.
Berbeda dengan kawan-kawannya, Wisnu masih terdiam tanpa kata. Dia masih keki pada soulmate yang tega merebut pujaan hatinya itu. Padahal perasaan Wisnu pada Zarra laksana lautan Antartika, begitu dalam tak terkira. Eh, tega banget si Abi pakai menikung diam-diam! Tapi, kalau dipikir lagi memang tak adil rasanya kalau Abichandra harus diboikot seumur hidup hanya karena masalah wanita.
Oke, anggaplah Abichandra bersalah karena merebut Zarra. Tapi masa tak ada remisi? Mengingat Abichandra baik banget anaknya. KETOS yang bertanggung jawab, sahabat yang selalu setia setiap saat, dan yang paling penting Abichandra itu teman sebangku yang brilian! Yang tak pernah mengeluh kala digerecoki soal hitung-hitungan. Betapa nilai-nilai Kimia, Fisika, dan Matematika Wisnu langsung jeblok tanpa keberadaan Abichandra di sisinya.
"Aku setuju. Kayaknya kita mesti baikan sama Abi," Wisnu akhirnya menggunakan hak suaranya.
"Eh, panjang umur tuh anak, baru diomongin langsung nongol!" Chandra menunjuk si KETOS yang sedang melintasi lapangan di kejauhan. Pasti anak itu habis dari sanggar.
"Abi! Tungguin!" teriak Wisnu macam toa masjid, bangkit dari bangku kantin dan memaksakan diri berlari. Badan besarnya menghentak-hentak tanah, sementara tangan kanannya terulur, meminta Abichandra berhenti.
Kontan Abichandra menghentikan langkah, memutar badan ke arah suara.
Ternyata Wisnu tak datang sendiri. Di belakangnya, Teuku, Chandra, dan Arifin mengikuti. Wajah mereka netral. Mata mereka tak lagi berkabut, sikap mereka tak lagi seburuk comberan, melainkan ramah menyenangkan.
Senyum Abichandra terkulum. Dia sudah tahu apa arti ini semua.
Dia sudah dimaafkan.
"Bi, kamu udah ngerjain PR Kimia, belom? Lihat dong," Wisnu berbisik pelan di telinga soulmate-nya begitu mereka sudah sampai di kelas.
Yaelah, baru juga come back sudah begini prolognya. Padahal tadinya Abichandra mau mellow, terharu biru-ria merayakan utuhnya kembali persahabatan.
Abichandra langsung mupeng.
"Aku ajarin rumusnya, mau?" tawarnya sebagai win-win solution.
"Ok," Wisnu buru-buru menyanggupi. Ini adalah strateginya. Pura-pura fokus menyimak Abichandra mengurai rumus-rumus Kimia sambil mengerahkan segala daya dan kekuatan jari untuk menyalin jawaban Abichandra sesegera mungkin. Biarlah. Yang penting beres!
"Asyik, aku juga liat sekalian dong, Bi!" mata Chandra berbinar-binar, bersemangat mengeluarkan buku Kimia dari tasnya lalu bergabung di meja Abichandra.
Teuku dan Arifin memilih santai. Pelajaran Kimia Bu Risma kan baru mulai jam kedua.
"Nyalin punya si Chandra aja, gampang lah," tukas Arifin terkekeh.