My Truly Destiny

Vina Marlina
Chapter #21

Hijab and The Stalker

Pulang sekolah, siswa-siswi SMA Harapan Rancabali berebutan keluar kelas, tak sabar ingin menunaikan rencana masing-masing. Rata-rata dari mereka riang gembira. Namun, perasaan Zarra tak karuan.

Kedatangan Rey ke sekolah telah membuat kedamaian yang dirasakan Zarra beberapa hari terakhir buyar seketika. Tadi Zarra sempat mengendap-endap ke pos keamanan Abah Rudi, mengintip keadaan di luar gerbang. Dan taraaaaaa! Terios hitam milik Rey masih bersiaga menunggunya pulang.

Aduh, apa yang harus aku lakuin sekarang?! Hati Zarra seakan diganduli beban sebesar satu ton! Teramat berat, membuatnya sesak napas. Mungkin juga karena saking tegangnya dia jadi begitu.

Zarra menunggu selama beberapa belas menit di depan perpustakaan. Dia berdiri tegak, kadang melongokkan badan mencari Abichandra. Kecewa karena cowok itu belum menampakkan diri sesuai janji. Kuatir sudah melupakannya dan pulang lebih dulu. Tak terbayang kalau itu terjadi. Lebih baik dia menginap di sekolah daripada harus pulang bersama Rey.

"Zarra!"

Abichandra dan Saka datang menghampiri, membuat perasaan Zarra mendingan. Tangan Saka kelihatan membawa sesuatu.

"Sori lama, Zar," Abichandra meminta maaf. Napasnya agak terengah-engah lantaran sempat kelabakan mencari kakaknya di seantero sekolah.

"Si Vera lama banget ngasihin seragamnya. Kudu disogok pake mie ayam tiga mangkok, Bi! Harus ditungguin pula takut aku kabur nggak bayarin jajanannya!" Saka menggerutu, napasnya tersengal.

"Udah, buruan kasihin seragamnya, Ka." Abichandra merebut seragam dan jilbab panjang dari tangan Saka yang masih kelihatan kesal paska kena todong Vera.

"Zarra, kamu pakai jilbab, nggak apa-apa? Biar Rey nggak ngenalin kamu," Abichandra tersenyum prihatin, memperhatikan Zarra yang tampak pucat pasi kehilangan tenaga.

"Iya, nggak apa-apa," Zarra memaksakan senyum seraya mengulurkan tangan, meminta seragamnya.

"Kamu ganti baju di sanggar OSIS aja, nggak ada siapa-siapa. Nanti kita jagain dari luar," kata Abichandra sambil menyerahkan seragam di tangannya.

"Eh, Zar, kata Vera maaf ya... seragamnya agak kecut. Tiga hari belum dicuci, katanya tanggung mau olahraga," ujar Saka sambil menahan napas. Dalam hati, dia janji bakal beliin Vera deodoran satu kardus. Tapi dia tak punya pilihan lain. Cuma Vera yang rela meminjamkan seragamnya.

Zarra mengangguk singkat sebelum memasuki sanggar OSIS.

Di jeda waktu itu, Saka kembali mendiskusikan 'pelarian' Zarra bersama Abichandra.

"Ada dua pilihan, naik motor dan ngebut pulang ke rumah atau pulang bareng kerumunan anak-anak biar nggak ketahuan," Saka berpendapat, matanya melayang ke lapangan sekolah. Banyak anak yang kelihatan masih bergerombol.

Lihat selengkapnya