My Truly Destiny

Vina Marlina
Chapter #28

Fallen

Zarra dan Sarah memasuki kelas bersama-sama. Di jalan, mereka lumayan banyak bertukar pikiran tentang hijab dan semacamnya.

"Terus, kalau nggak boleh pacaran, gimana dapet jodohnya, Sar?" tanya Zarra.

"Ada yang namanya taaruf, Zarra. Sama kayak perkenalan, tapi nggak boleh berduaan, mesti ada saksi—mereka yang mengenalkan kita, biasanya guru, sahabat, atau kerabat, disebut murabbi," jelas Sarah.

"Oh, terus kata kamu kita nggak boleh parfuman? Kalau bau ketek, gimana?"

Sarah tak bisa menahan tawa. Dia gemas. "Masya Allah, Zarra..."

Mereka takjub satu sama lain. Bagi Zarra, ilmu Sarah luar biasa membantu pemahamannya yang masih nol besar tentang Islam. Bagi Sarah, Zarra diibaratkan gelas kosong yang siap diisi, jernih dan antusias. Cewek cantik rebutan cowok satu sekolahan ini ternyata sangat potensial dan dekat dengan fitrahnya.

Sebelum duduk, Sarah memandangi Zarra, tak sabar ingin mendekatinya lebih dalam. "Zar, istirahat nanti kamu mau ikut aku?"

Zarra kelihatan agak ragu tapi tidak menolak. "Ke mana, Sarah?"

"Kita dhuha di mushola, yuk. Sekalian kenalan sama teman-teman DKM," ajak Sarah.

Dhuha... seperti yang rutin dilakukan Abichandra.

Mereka berdua sama-sama teringat cowok itu. Sarah sering melihat Abichandra di mushola sekolah, sementara Zarra pernah melihatnya di rumah saat libur.

Zarra tersenyum, matanya berbinar. Ya, sekalian saja mempelajari dunia Abichandra lewat Sarah.

"Zarra, kata Abah Rudi ada yang nyariin di gerbang tuh!" seru Miko, teman sekelas mereka, di ambang pintu.

Zarra membeku. Ketakutan. Masa Rey sudah berani mencarinya lagi?

Sarah melihat perubahan raut wajah Zarra. "Cewek apa cowok yang nyarinya, Ko?" tanyanya mewakili.

"Cewek!"

Barulah Zarra menghela napas lega, bahunya turun. Syukurlah bukan Rey. Tapi siapa? Apa Mama udah pulang liburan? "Aku mau mampir ke gerbang, Sarah. Nanti pasti aku ikut kamu ke mushola pas istirahat."

"Jangan lupa ucapkan Insya Allah," Sarah mengkoreksi. "Dengan izin Allah, Zarra."

"Oh iya, Insya Allah aku ikut!" ulang Zarra, membuat Sarah tertawa kecil.

Di gerbang, Zarra melihat seorang gadis bergamis dan berkerudung panjang berdiri menanti. Wajahnya mengingatkan Zarra pada seseorang.

"Zarra, kan?" kata Andatari spontan begitu Zarra menghampirinya.

Zarra terperangah.

Andatari mengulurkan tangan. "Kenalin. Andatari. Kalau Saka biasanya manggil aku Tari, kalau Abi manggilnya Kakak. Kalau kamu terserah deh mau panggil aku apa asal jangan Tante, Ibu atau Nenek!"

Andatari tertawa renyah. Zarra ikut mengulurkan tangan. Oh, kakak Abichandra dan Saka yang tertua. Pantas mirip!

Lihat selengkapnya