My Truly Destiny

Vina Marlina
Chapter #29

Transformation

Hari kelima pasca insiden dengan Rey, Saka sudah bersiul-siul riang merayakan bebasnya wajah dari lebam-lebam. Memang belum hilang sepenuhnya, tetapi lumayanlah, tidak begitu mencolok untuk diajak ke sekolah.

Dia keluar dari kamar mandi, hanya melingkarkan handuk di pinggangnya. Sejak Zarra pulang, Saka kembali bebas berkeliaran di rumah seenaknya.

“Saka, kamu mau ke sekolah sekarang memangnya?” Mama buru-buru menghampiri Saka, meneliti kondisi wajahnya. Oh iya, memang lebamnya sudah hampir hilang.

“Tuh, sudah ganteng lagi kan, anak Mama?” Saka nyengir. Dia tahu kalau Mama sudah memberikannya cap lolos sensor, tanda dia boleh sekolah hari ini.

Di meja makan, Abichandra menatap gerak-gerik kakaknya dengan sedikit iri. Lukanya memang sudah membaik, tetapi pelipis dan ujung mata kirinya masih membiru, mirip panda. Belum lagi sudut bibirnya yang luka masih berair; nanahnya belum mengering sepenuhnya. Abichandra bandel, disuruh tayamum saja malah memaksa ingin wudu lima kali sehari. Jadinya susah sembuh.

“Saka boleh sekolah, tapi Abi jangan dulu ya, sayang…” Mama memberinya tatapan peringatan seraya tersenyum, sebelum Abichandra sempat mengatakan sesuatu untuk melobi keputusannya.

Hari itu, kalau tidak ada halangan, Mama Zarra akan menjemputnya pulang dari sekolah. Akhirnya, setelah dua minggu absen, Mama Zarra mengirim pesan kepadanya.

Sarah membantu Zarra berkemas-kemas meskipun tidak banyak barang yang dimasukkan Zarra ke dalam ransel hitam besar punya Abichandra. Hanya smartphone, beberapa baju, dan buku pelajaran. Sisa barang lainnya seperti obat nyamuk, tisu, obat-obatan, camilan, susu, dan makanan lainnya sengaja ditinggalkan Zarra untuk Sarah dan keluarganya. Lagipula, di rumahnya nanti dia tidak pernah kehabisan stok camilan dan perlengkapan seperti itu.

“Kalau ada apa-apa, kamu boleh kok ke sini saja kapan pun, Zarra…” ucap Sarah tulus.

Selama beberapa hari kebersamaan Zarra dan Sarah, sudah banyak 'girl talk' yang terjadi di antara mereka berdua. Zarra sangat bahagia. Lain rasanya bisa curhat sesama cewek dan dapat pandangan ala cewek juga. Lebih seru dan nyambung!

Zarra memeluk Sarah erat-erat. Berterima kasih atas segalanya. Malam kemarin, dia sudah menceritakan seluruh kisah hidupnya pada Sarah tanpa ada satupun yang terlewatkan: kondisi keluarganya, problematika hidupnya, asmara terlarang di masa lalunya dengan Rey, dan kisahnya saat terpaksa tinggal di rumah Abichandra.

Semalaman suntuk mereka curhat. Berbagi tangisan, berbagi pelukan, dan tawa sesekali saat Sarah mencoba menghibur Zarra.

Sekarang Sarah sudah mengerti. Dia tidak bisa menyalahkan Abichandra atas segala perhatian cowok itu pada Zarra yang memang pantas mendapatkan curahan kasih sayang dari mereka semua.

Zarra yang malang…

“Ingat, Zarra, kalau Mama kamu pergi lagi, daripada kamu harus berduaan sama Rey, langsung saja ke rumah aku,” Sarah mewanti-wanti ketika Zarra melepaskan pelukannya. Dia sebenarnya sangat cemas, merasa Zarra tidak aman berada di sana. Dengan lingkungan yang seperti itu dan ada Rey yang sama sekali non-muhrim bagi Zarra.

“Meskipun di rumah, hijabnya terus dipakai ya, Zar, kalau ada Rey,” pesan Sarah lagi.

Lihat selengkapnya