My Twenty

qwerty
Chapter #5

Wine Pertamaku

Sesampainya didalam rumah, kak Gibran menghidupkan wastafel didapur dan menaruh tanganku di bawah pancuran air wastafel tersebut, tapi tekanan air wastafel tersebut terlalu keras untuk luka ditanganku sehingga aku sangat merasa kesakitan, mungkin Bagas mengerti kalau tekanan air itu terlalu keras untukku sehingga dengan sendirinya dia pun menaruh tangannya diatas tanganku untuk mengurangi tekanan air dari wastafel tersebut, rasa sakitnya memang sedikit berkurang tapi tetap saja itu sangat perih, kak Beryl yang melihatku kesakitan sangat cemas lalu dia pun memelukku setelah dipeluk kak Beryl aku dengan sendirinya secara otomatis langsung meneteskan air mata dan menangis tanpa suara.

Setelah tiga menit disiram air akhirnya mereka membawaku keruang tengah untuk mengobati luka bakarku, ternyata lukanya lumayan juga ya sampai membuat telapak tanganku langsung melepuh seperti itu,jujur saja ada perasaan sedih dalam diriku ketika melihat luka ditanganku itu karena lukanya begitu besar dan sakit dan aku juga takut kalau luka itu nanti malah akan menimbulkan bekas yang tidak bisa hilang, reaksi  kak Beryl pun sama saat melihat luka ditanganku dia menjadi sangat sedih dan cemas.

“Ya ampun dek, kok bisa sampek melepuh kayak gini sih papa mama pasti heboh kalau tau ini” ucap kak Beryl

“Jangan kasih tau mereka dulu kak, aku takut nanti malah bikin mereka khawatir lagian nanti pas papa mama pulang pasti lukanya udah sembuh juga” jawabku

Sepertinya kak Beryl tidak terlalu memperhatikan apa yang baru saja kuucapkan fokusnya hanya tertuju kepada lukaku saja, lalu dia pun bertanya lagi “Gimana ceritanya sih dek sampe kamu luka kayak gini” ucap kak Beryl.

“Tadi kaki aku gak sengaja nendang pemanggangannya, terus pemanggangan itu goyang gitu kayak mau jatuh jadi aku reflek aja pegang panggangannya biar gak jatuh” jawabku sedikit ketir

“Harusnya kamu biarin aja dek, daripada jadi kayak gini kan” ucap kak Beryl

“Iya Ra tangan lo jadi melepuh gini, pasti sakit banget ya” tanya kak Adi, jarang jarang aku melihat muka kak Adi yang seperti ini, dia terlihat sangat cemas padahal biasanya dia orang ceria.

“Sakit sih, tapi at least aku berhasil nyelametin dagingnya biar gak jatuh lah” jawabku, aku tau mereka sangat khawatir kepadaku terlihat jelas diwajah mereka jadi aku berusaha sedikit melucu sedikit dan berharap agar suasananya mencair.

“Dagingnya gak jatuh tapi tangan kamu jadi melepuh kayak gini” sambung kak Beryl, melihat kak Beryl sedih seperti itu sedikit membuatku merasa bersalah.

“Maaf kak” ucapku sambil memeluk kak Beryl

“Gua olesin salep dulu ya Ra, tahan ya kalau agak sakit” ucap Bagas

“Bentar Ga, gua masih belum siap mending dibiarin gitu aja deh, nanti juga bakalam kering and sembuh-sembuh sendiri kan” jawabku

“Nanti takutnya makin lama sembuhnya Ra, terus malah jadi infeksi gimana” bujuk kak Gibran

“Tapi ini masih sakit banget masih kerasa perihnya” jawabku

“Udah dek kamu peluk kakak aja jangan liat lukanya” usul kak Beryl

“Lo yakin Ga, salep yang lo pakek bener” tanyaku memastikan

“Iya bener, udah deh tenang aja percaya ama gua” jawab Bagas dengan wajah yang serius.

“Oke pelan-pelan ya Ga” pintaku

Bagas hanya mengangguk dan saat dia mengoles salep ke luka ku aku pun memeluk kak Beryl sehingga aku tidak bisa melihatnya menyentuh lukaku dan itu mengurangi sedikit rasa sakitnya, tapi tetap saja itu masih terasa perih untung saja ada kak Gibran dan kak Adi berusaha menghiburku dengan membuat ekspresi aneh dan menggelikan di depanku sehingga membuatku tertawa terbahak bahak dan melupakan rasa sakit di tanganku untuk beberapa saat. Setelah selesai diobati dan diperban tiba-tiba perutku mulai berbunyi dan membuat mereka semua tertawa.

Lalu kita semua berjalan ke halaman belakang untuk melanjutkan pesta barbeqyu yang sempat tertunda tadi, bhahaa walaupun tadi sempat terjadi kecelakaan kecil tetapi itu menghalangi tujuan awal kami untuk makan-makan, kami tetap melanjutkan makan kami seolah tidak pernah ada hal yang terjadi sebelumnya, suasananya pun masih sama dengan tadi hanya saja sekarang musiknya sudah diputar dengan volume yang lebh kecil sehingga kami bisa menikmati makanan kami sambil mengobrol ringan.

“Nih ra gua udah potongin dagingnya kecil-kecil, tinggal lo makan aja” ucap kak Adi sambil menyodorkan daging yang telah dia potong-potong tadi kepadaku

“So sweet, tumben banget kak” tanyaku

“Iya kasian gua ama lo, lo kan udah cacat udah gak bisa pakek tangan kiri lo lagi” jawab kak Adi

Lihat selengkapnya