My Twin Flame

Nadya Suhendra
Chapter #1

Sepasang Jiwa

Dalam bahasa Indonesia : “Aku Cinta Kamu”. Namun dalam puisi aku mengatakannya: Hatiku, pikiran dan napasku, semuanya selalu tentang dirimu.

Kita adalah sepasang jiwa yang dijodohkan Sang Pencipta di atas bumantara, jauh sebelum terlahir ke bentala. Kau dan aku terikat oleh takdir jiwa dan kehidupan. Jiwa ini selalu merindukan separuhnya—yang ada dalam dirimu. Karena Tuhan dan Semesta dengan kejam telah memisahkan kita, menempatkan kita jauh di dua negara yang berbeda. Walau begitu … jiwa kita masih saling mencari dan memanggil untuk bertemu kembali.

Cahaya berpendar di antara benda-benda langit di ruang angkasa. Tuhan dan Semesta sedang bekerja menciptakan skenario kehidupan kita. Kau dan Aku. Kita bertemu kembali setelah sekian lama. Memenuhi janji, menyelesaikan visi dan misi jiwa di dunia.


–Mei, 2026–


Wanita berusia 29 tahun itu tenggelam dalam bacaan novelnya sedari tadi. Fokusnya mulai teralihkan kala hujan mengguyur jalanan di desa Ubud. Ia menjeda bacaannya. Hujan selalu menjadi pengingat baginya akan seorang pria yang selama dua tahun terakhir ini bertakhta di dalam hatinya.

Kopi latte hangat yang tadi ia pesan mulai mendingin bersamaan dengan cuaca malam ini. Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan bacaannya yang masih menggantung di bagian delapan. Sejenak ia merenung, memutar ulang kenangan yang masih tampak samar. Seorang pria bertubuh jangkung dan kulit putih bersih, berjalan membelakangi seorang wanita berhijab yang memegang lemah tas selempangnya. Pria itu berjalan penuh amarah dan kecewa, sedangkan si wanita mengiringi kepergiannya dengan tangisan. Wanita itu terisak seraya menjatuhkan pelan tubuhnya ke aspal.

☯️☯️☯️

Tak lama, pikiran wanita si pembaca tadi tersadar kala gerimis menetes di ujung matanya. Segera ia menyekanya dengan kedua tangan seraya mengembus napas—membersihkan badai di hati. Novel itu ia tutup perlahan. Novel berjudul “My Twin Flame” dari penulis “Nadya Ziendra”. Novel pertama dalam hidupnya yang berhasil ia terbitkan di toko buku besar Indonesia. Perasaan haru dan bangga menyelimuti hatinya malam ini. Ia tidak pernah membayangkan sebelumnya, kalau ia akan menjadi seorang novelis yang memiliki banyak pembaca dan bukunya terjual laris di toko buku offline maupun online. Sungguh pencapaian luar biasa di usianya yang akan menginjak kepala tiga. Senyuman tipis tergores di sudut bibirnya saat ia meraba-raba sampul buku novel itu.

Setelahnya, Nadya beralih pandang ke luar jendela kedai kopi. Suasana malam di Ubud, Bali, memiliki keindahan tersendiri di hatinya. Ia tampak menikmati sekali pemandangan yang dilihatnya malam ini. Kendaraan yang lalu-lalang, lampu jalanan dan pantai, pejalan kaki lokal hingga mancanegara, semuanya menyatu dalam suasana ramai. Hanya saja … di tengah keramaian ini jiwanya merasa sepi.

Di antara banyaknya manusia yang sedari tadi berlalu-lalang, adakah satu … yang mengarah pada takdirku?

“Welcome to Ubud Coffee Shop!” sambut seorang barista pada pengunjung pria yang baru saja datang. (Selamat datang di kedai kopi Ubud.)

Lihat selengkapnya