My Twin Flame

Nadya Suhendra
Chapter #2

Dibalik Kata Baik-baik Saja

“I’m … i'm just trying to be okay all this time. But I’m really okay now. I’m glad you’re okay too.” Yan tersenyum bahagia. Tatapannya menembus pupil mata Nadya. (Aku … aku hanya berusaha untuk baik-baik saja selama ini. Tapi aku sangat baik sekarang. Aku senang kamu baik-baik juga.)

“Oh, i see. I’m also glad if you’re okay right now, Gēgē.” (Oh, begitu. Aku juga senang kamu baik-baik saja sekarang, Kakak.)

Setelah bertahun tidak bertemu dan berkomunikasi dengan pria yang pernah mengisi hari-harinya, Nadya merasa bingung untuk berhadapan dengan Yan malam ini. Ia terlihat mencoba memberi batasan dan jarak pada Yan. Ia hanya tidak ingin terluka lagi karena pria yang dicintainya itu.

Yan menurunkan pandangannya dari wajah Nadya, ia memperhatikan tangan wanita itu masih setia memeluk erat gelas kopinya. Tak lama, pandangannya berpindah pada buku novel yang ada di samping kanan Nadya. Ia tidak terkejut sama sekali. Yan justru tersenyum kagum dan bangga saat melihat novel itu. Ia tahu kalau novel itu ditulis untuknya. Karena saat melakukan promosi novel tersebut, Nadya terang-terangan memposting di media sosialnya untuk diperlihatkan pada Yan. Pikiran Yan pun melayang jauh saat memandangi buku novel itu. Saat dirinya dan Nadya sedang piknik di sebuah taman umum di Qingdao, Tiongkok.

Nadya tersenyum menoleh ke samping Yan,“Gēgē, what’s your dream?” (Kakak, apa impianmu?) Yan pun tersenyum manis memperhatikan wajah mungil Nadya.“Hmmm, I just wanna be rich and buy a lot of sports cars. I’ll take you with my sports cars.” (Hmmm, aku hanya ingin jadi kaya dan membeli banyak mobil sport. Aku akan membawa kamu dengan mobil-mobil sport-ku.)

“Woah… really, Gēgē? Is that your only dreams?” tanya Nadya sekali lagi. Ia tampak terharu. (Wah… benarkah, Kakak? Hanya itu saja impianmu?)

“Yes. It’s my only dreams. What’s your dream, My Adik?” (Ya. Hanya itu saja impianku. Apa impianmu, Adikku?)

“I wanna be a writer. I wanna write novels.” jawab Nadya tersenyum lebar. (Aku ingin menjadi seorang penulis. Aku ingin menulis buku-buku novel.)

“Really? Woah... that’s a wonderful dream. If you wanna write about me, please write about a horror story. Make me a brave character. Cuz, i'm kinda afraid of ghosts, hahaha.” (Benarkah? Wah... itu impian yang luar biasa. Kalau kamu mau menulis tentangku, tolong tulis tentang kisah horor. Karena aku sedikit takut dengan hantu, hahah.)

Nadya tertawa lepas, “Really, Gēgē? Are you afraid of ghosts?” tanyanya pada Yan seakan tak percaya. (Benarkah, Kakak? Kamu takut hantu?)

Yan memasang wajah manja, “Hmmm, yeah, i'm afraid, Adik. So that’s why i never watch a horror movie at home. Cuz i live alone.” (Hmmm, ya, aku takut, Adik. Jadi itulah kenapa aku tidak pernah menonton film horor di rumah. Karena aku tinggal sendirian.)

“Hahah, Gēgē, you’re so cute. Okay, let’s see, what i'm gonna write about you in the future. Maybe if i wanna write about you, It could be a love story?” tutur Nadya memberi sebuah kode. Ia berharap Yan bisa mengerti maksud perkataannya itu. (Hahaha, Kakak, kamu sangat lucu. Baiklah, mari kita lihat, apa yang akan aku tulis tentangmu di masa depan. Mungkin jika aku ingin menulis tentangmu, itu bisa jadi cerita cinta?)

Yan berdeham tersipu malu, “Oh, really? Haha, ya, please write about me, Adik.” (Oh, benarkah? Haha, ya, silakan tulis tentang aku, Adik.)

Itulah tadi sekelebat kisah lama mereka yang mampir sebentar di kepala Yan. Nadya memperhatikan Yan mulai senyum-senyum sendiri saat melihat novelnya itu. Yan baru tersadar ke masa kini kala Nadya menarik novel itu lebih dekat ke sampingnya, dengan ekspresi datar. Suasana pun terasa semakin canggung. Tiba-tiba saja guntur menyambar keras terdengar nyaring di telinga Nadya. Ia spontan menutup kedua telinganya, lantas saja Yan merasa cemas melihatnya. Dengan sigap Yan berpindah tempat duduk ke samping Nadya.

“Are you okay, Adik?” (Apa kamu tidak apa-apa, Adik?)

“I’m okay, Gēgē. Don’t worry!” (Aku tidak apa-apa, Kakak. Jangan khawatir!)

Yan mengembus napas, mengangguk merasa sedikit lega.

☯️☯️☯️

Langit hitam pekat, cuaca dingin, suara dan aroma hujan, kembali membangunkan kisah lama yang sempat tertidur selama beberapa tahun. Dua insan yang sedang menjalani kehidupan masa kini, mereka duduk termenung seraya mengingat jauh ke belakang. Mereka sejenak kembali ke masa-masa dimana masih saling merasakan hangatnya cinta. Hubungan yang dulu begitu indah, kokoh, dibangun dengan perhatian dan kasih sayang. Menciptakan rumah ternyaman bagi hati dan jiwa untuk tinggal dan beristirahat di dalamnya. Rumah yang diisi dengan cerita dan tawa, suka dan duka, menghadirkan cinta yang penuh arti. Namun, rumah itu kini hanyalah sebuah rumah kosong tanpa penghuni lagi, sejak mereka tinggalkan.

Keduanya mencoba masuk kembali ke rumah itu, mendobrak pintu kenangan secara paksa. Menapaki ruang hati yang sempat kosong, membuka lagi tirai-tirai cinta yang tadinya tertutup. Mereka menemukan kehangatan, kebahagian dan ketulusan di dalamnya. KALA ITU.

Di tengah hujan yang mengguyur deras, Yan dan Nadya sama-sama bernostalgia pada kisah lama mereka. Keduanya menatap ke luar jendela dalam lamunan panjang. Memungut satu-persatu tentang waktu dan kejadian, menembus masa untuk bertemu kenangan. Yan dan Nadya bertemu di saat titik terendah dalam hidup mereka.


–Januari, 2024–


[14.00 pm, Tiongkok]

Lihat selengkapnya