Tidak ada manusia yang benar-benar bahagia di dunia ini. Pasti akan ada hari dimana seseorang merasa sedih dan lelah dengan hidup yang dijalaninya. Hari seperti ini biasanya akan kita temui saat usia “Dewasa”.
Entah itu rasa kecemasan atau usaha yang mengkhianati hasil, rasanya dunia penuh dengan sesak dan membuat jiwa seakan terkurung di suatu tempat yang tidak diketahui keberadaannya.
Aku sedih setiap kali usahaku mengkhianati hasil, aku lelah setiap merasa cemas dan gelisah dalam hidupku. Aku muak. Karena saat menjadi dewasa tidak ada hari yang benar-benar membuatku senang. Termasuk hari ini.
Jiwaku seperti terkurung di suatu tempat yang jauh, tidak tahu ada di mana. Apakah ada seseorang di luar sana … merasakan hal yang sama sepertiku hari ini? Jika ada, aku berharap kami bisa segera terbebas dari perangkap yang menyiksa jiwa ini.
Nadya turun dari podium memancarkan raut sedih dibalut kecewa. Ia merasa gagal atas usahanya hari ini. Walau masih menunggu selama lima hari lagi untuk mengetahui hasil keputusan rekruter, namun ia telah hilang percaya diri. Firasatnya lebih dulu memberitahu kalau ia sepertinya tidak akan lulus seleksi menjadi jurnalis.
Tatkala membuka pintu keluar, ia memperhatikan beberapa peserta lainnya masih sibuk berlatih dan tampak gugup menunggu giliran tampil. Salah seorang peserta bangun dari kursinya menghampiri Nadya.
“Kak, bagaimana tadi, tesnya? Susah tidak?” tanya wanita itu penasaran. Tubuhnya sedikit lebih tinggi dari Nadya dan ia tidak mengenakan hijab.
“Terlalu banyak orang di dalam ruangan tes. Aku jadi gugup dan melakukan sedikit kesalahan.” Nadya berdiri dengan pandangan kosong tanpa melihat lawan bicaranya itu.
“Banyak orang, Kak? Aduh… aku jadi makin gugup kalau begini.” kata wanita itu dengan gelisah. Tak lama, ia duduk kembali ke kursinya.
[16.00 pm, Indonesia]
Langit begitu mendung, saat Nadya melihat dari dalam ruang lobi di tengah-tengah pelamar kerja lainnya. Bahkan cuaca seakan ikut merasakan kesedihan dan kekecewaan yang sama dengannya hari ini. Tidak ingin berlama-lama, Nadya segera mengendarai motornya meninggalkan stasiun TV. Ia singgah di sebuah mini market yang tidak jauh dari lokasi tadi.
Saat merasa tertekan dengan hidupnya, Nadya cenderung tidak ingin bersosialisasi. Ia hanya ingin memakan banyak camilan sambil menonton drama kesukaannya untuk melupakan masalahnya. Karena itu ia singgah sebentar ke mini market untuk membeli beberapa camilan sebelum pulang ke rumah.
Lain halnya dengan Yan, ia justru akan bercerita dengan teman dekatnya atau sekadar pergi minum bersama rekan kerja. Karena itu juga sebenarnya tadi, ia tidak menolak ajakan teman kantornya untuk pergi minum.
Di negara Tiongkok, minum bir ataupun alkohol merupakan suatu budaya bagi mereka. Biasanya mereka akan minum-minum pada saat acara kantor, pernikahan dan reunian. Atau saat merasa tertekan dengan beban pikiran.
☯️☯️☯️
Gedung-gedung pencakar langit berdiri megah di sekeliling pantai dengan sorot lampu yang menghiasinya. Deretan street food, kedai bir, hingga pejalan kaki lokal dan turis mancanegara, kota Qingdao begitu ramai malam ini. Kota ini dikenal sebagai kota bir, perekonomian dan kota romansa dengan unsur arsitektur Jerman yang menghiasinya.
Semangkuk besar hotpot panas telah tersaji di atas meja. Disusul kembali dengan botol bir dan gelas, yang baru saja diantarkan oleh waiter. Yan perlahan mulai mencicipi hotpot dengan kedua sumpitnya. Sedangkan Gaoxing, ia sudah menghabiskan dua gelas besar bir.
Gaoxing sempat menawarkan Yan untuk minum, namun Yan menolaknya. Karena ia sadar akan pulang mengendarai mobil nanti. Perbincangan keduanya membahas urusan pekerjaan dan rapat di kantor tadi. Gaoxing terlihat lebih merasa frustasi dibandingkan Yan. Sebab, ia baru saja menikah dan ada istri yang harus diberi nafkah.
”为什么我刚结婚这家公司就倒闭了?” Gaoxing berbicara terbata. Ia mulai mabuk dan pipinya memerah. (Ke–kenapa perusahaan ini harus bangkrut tepat setelah aku menikah?)
Yan mengambil paksa botol bir dari tangan Gaoxing. Agar ia berhenti minum.
“我不知道还能找什么工作,我没什么人脉,而且我只有本科学士学位,没有硕士学位。” Gaoxing merengek layaknya anak kecil. (Aku tidak tahu harus mencari kerja apa lagi. Aku tidak punya banyak koneksi dan hanya lulusan sarjana, bukan master.)
Yan mengerti sekali maksud perkataan Gaoxing. Karena sebenarnya, mereka sama-sama hanya lulusan sarjana. Faktanya, di Tiongkok akan lebih mudah mencari pekerjaan dan mendapatkan gaji besar bila memiliki gelar master. Itulah sebabnya kesedihan Gaoxing tidak terbendung.
“别太难过了,你不是唯一一个只有学士学位的人。我也是,我们可以互相帮助。如果有适合你的职位空缺,我会告诉你的。” (Sudahlah, jangan terlalu bersedih. Bukan kamu saja yang hanya bergelar sarjana. Aku juga. Kita akan saling membantu, aku akan memberitahumu bila menemukan pekerjaan yang cocok untukmu.)
“真的吗?” tanya Gaoxing dengan wajah memelas. (Benarkah?)
“真的!” (Benar!)
Gaoxing menangis kejer memeluk Yan. Ia merasa terharu atas sikap baik Yan. “谢谢, 岩!” (Terima kasih, Yan!)
☯️☯️☯️
Setelah dua jam berada di kedai bir, Yan menitip Gaoxing, rekan kerjanya, kepada sopir taksi untuk diantar pulang sesuai alamat yang ia berikan. Selepas itu ia pergi ke pantai yang tidak jauh dari kedai bir tadi, untuk menenangkan diri sejenak. Menjadi perantauan kali ini terasa begitu berat baginya. Karier yang belum jelas dan hubungannya dengan kekasih pun tengah renggang. Urusan pekerjaan dan asmara begitu mengusik hati dan pikiran Yan malam ini. Mata dan jari-jarinya terlihat sibuk membalas pesan masuk dari kekasihnya. Mereka sedang memperdebatkan sesuatu dan sepertinya sulit untuk mempertahankan hubungan mereka lagi.
Ia meminum sebotol kopi hitam yang sempat dibelinya tadi di pedagang street food. Perasaan sedih dan bingung terpancar dari kedua matanya saat ia memandangi lautan. Semilir angin meniup rambutnya hingga berantakan, namun wajahnya tetap terlihat tampan. Merasa lelah berdebat, Yan tidak ingin membalas pesan kekasihnya lagi. Ia menyimpan ponselnya ke saku celana, lalu berjalan menuju mobilnya dan pulang.
☯️☯️☯️
Sesampainya tadi di rumah, Nadya sempat menunjukkan kekecewaan dan kesedihannya di hadapan Sang Ibu. Tentu saja sikapnya ini membuat ibunya merasa khawatir. Namun, ibunya tidak ingin langsung menanyakannya saat Nadya baru saja sampai. Ia sengaja menunggu waktu malam untuk berbincang dengan Nadya.
“Kak, lagi apa? Mama masuk, ya, boleh?” tanya Bu Irza seraya mengetuk pintu kamar Nadya.
“Ya, Ma. Bentar. Tunggu dulu!” Nadya panik mendengar ibunya memanggil. Karena ia sedang mendengarkan lagu “Runtuh” dari Feby Putri. Ia terbawa suasana dengan lagu ini dan menangis tanpa suara di dalam kamarnya. Nadya langsung bergegas membasuh matanya ke kamar mandi, lalu membuka pintu kamar. “Ada apa, Ma?”
“Kamu baik-baik saja ‘kan hari ini? Bagaimana tadi, wawancara kerjanya?”
“Kakak gugup, Ma. Sepertinya … kakak tidak akan lulus seleksi untuk jadi jurnalis.”
“Oh, benarkah? Bu Irza tercengang sesaat, kemudian mengatup kedua mulutnya kembali. “Ya sudah, tidak apa-apa. Yang penting kakak sudah berusaha. Jangan sedih, ya. Mama khawatir tadi, waktu kamu pulang wajahnya murung.”
Nadya tersenyum lalu memeluk ibunya, “Makasih, ya, Ma. Kakak sudah lebih mendingan sekarang. Mama jangan khawatir lagi, ya.”
“Syukurlah kalau begitu. Iya. Sama-sama Sayang,” Bu Irza mendekap erat putrinya. Matanya memperhatikan ada banyak camilan di atas kasur Nadya. “Ini kakak beli tadi? Mau ngemil sebanyak ini?” tanya Bu Irza menunjuk ke arah camilan.
“Heheh… iya, Ma. Kakak habis ini mau ngemil sambil nonton drama.”
“Oh… begitu. Jangan banyak-banyak ngemilnya, ya. Tetap tidak sehat itu!”
“Iya… Ma.”
“Ya sudah, kalau begitu mama sekarang keluar, ya.”
“Hmm… iya, Ma. Mama mau satu, camilannya?”
“Hahaha… tidak usah. Mama sudah kenyang makan nasi, tadi.” Bu Irza kemudian keluar dari kamar Nadya.
Seperti niatnya tadi sore, ia akan melakukan healing time malam ini. Saat keadaannya sedang tidak baik-baik saja, Nadya akan kembali ke rutinitas hobinya seperti menonton drama, menulis dan belajar bahasa asing. Healing time kali ini ia memilih untuk menonton drama Korea. Ia pun mencari rekomendasi drama-drama Korea terbaru yang sedang tayang.
Alih-alih menemukan drama Korea terbaru, Nadya malah banyak menemukan video rekomendasi drama Tiongkok yang sedang populer di Indonesia saat ini. Drama dengan judul “Hidden Love”. Seketika Nadya teringat perkataan adiknya, Michael, yang baru-baru ini juga menyarankannya untuk menonton drama tersebut. Karena merasa tertarik, Nadya pun akhirnya menonton drama Hidden Love. Benar saja ternyata, drama ini sangat menarik dan bagus, meski Nadya baru menontonnya sebanyak dua episode.
Bak berpaling ke lain hati, Nadya kini lebih menyukai drama Tiongkok daripada drama Korea. Karena ceritanya lebih ringan dan menarik untuk ditonton. Setelah menonton drama Hidden Love tadi, ia tiba-tiba merasa tertarik untuk belajar bahasa Mandarin di negara Tiongkok. Sejak malam ini, ia mulai mencari informasi beasiswa di Tiongkok dan mengunduh aplikasi untuk belajar bahasa asing.