My Twin Flame

Nadya Suhendra
Chapter #5

Bab 4 - DF dan DM

Divine Feminine dan Divine Masculine , apakah itu?



Jika kalian bertanya, maka jawabannya bisa saja tentang lara atau pun harsa. Sejatinya ini menyangkut sisi energi yang ada di dalam jiwanya para manusia. Fitrahnya, jika kamu wanita maka energi yang kamu miliki adalah feminin. Apabila kamu pria, kamu adalah maskulin. Namun ... ini bukanlah perihal gender.

Wanita bisa saja menjadi maskulin dan pria pun sebaliknya. Tujuan pasangan twin flame dipertemukan adalah sebagai penyembuhan jiwa yang terluka. Atau bisa juga untuk membantu hidup kembaran jiwanya ke arah yang lebih baik lagi. Ada misi jiwa yang harus dijalankan sesuai kontrak yang mereka buat sebelum terlahir ke dunia. Seperti itulah pendapat kebanyakan orang tentang twin flame. Dan biasanya, pasangan twin flame akan bertemu lagi kala mereka sedang berada di titik terendah dalam hidup.

Tidak heran, jika Yan dan Naya dipertemukan lagi di dunia. Esensi kehidupan yang sedang mereka jalani penuh dengan sesak. Meski samudra terlihat indah, tapi kita tidak akan pernah tahu isi di dalam samudra tanpa menyelaminya sampai ke dasar. Hidup tidaklah mudah bagi sebagian orang. Entah itu dari segi keluarga, finansial, pendidikan, pekerjaan, pertemanan ataupun percintaan.

***

Akhir pekan, tapi tetap kerja?

Sudah biasa.

Pernahkah kalian mendengar stereotip tentang pria China? Bahwa mereka itu pekerja keras dan pintar masak?

Dari Senin sampai Jumat, hari-hari Yan hanya disibukkan dengan bekerja. Tapi sekarang adalah hari Sabtu dan Yan tetap bekerja walaupun secara daring. Karena ia harus melaporkan hasil kerjanya sewaktu melakukan perjalanan bisnis di Beijing. Yan adalah seorang workaholic dan ini sudah sedikit menjelaskan bahwa ia secara fitrah memiliki sisi energi maskulin.

Pagi ini Naya begitu sibuk dengan pekerjaan rumah. Ia membawa keranjang berisikan pakaian kotor. Pakaian itu dimasukkannya satu-persatu ke dalam mesin cuci. Tidak lupa pula ia menuangkan air dan deterjen sebelum memutar mesin. Setelah melihat mesin tadi memutar pakaian, Naya kemudian pergi meninggalkan cucian itu.

Ibu Irza yang baru saja balik dari pasar meminta bantuan Naya untuk memotong sayuran. Naya sebenarnya tidak memiliki minat dalam memasak. Tapi ibunya selalu ingin ia bisa memasak. Karena menurut bu Irza perempuan harus bisa masak. Seperti pemikiran kebanyakan orang Asia.

"Mama nanti mau pergi, Nay. Pergi ke acara pesta nikahan anak teman mama. Orang-orang kok bisa ya..., punya menantu cepat?" (memberi kode pertanyaan)

"Ngapain nikah cepat kalau ujung-ujungnya cerai. Kayak teman Nay, ada yang udah nikah, eh..., malah cerai."

Begitulah Naya, ia selalu merasa sensitif setiap kali keluarga atau pun orang-orang di sekitarnya membahas soal pernikahan. Terlebih lagi usianya yang memang sudah cocok untuk menikah membuat ia merasa semakin terusik dengan pembahasan tersebut.

Setelah selesai membantu ibunya, Naya kemudian menjemur pakaian yang sudah dibilas dan dikeringkan di mesin pencuci tadi. Bagaskara menyilaukan pandangannya. Naya tidak sanggup berlama-lama berada di luar. Ia ingin melepaskan dahaganya dengan sesuatu yang segar. Diisinya gelas kosong dengan es batu dan sirop varian jeruk, lalu ia membawa minuman itu ke kamar dan meletakkannya di atas meja.

Masih pagi, tapi pikirannya sudah begitu ramai. Mengingat perkataan ibunya tadi, Naya merasa menjadi anak perempuan pertama di keluarga adalah beban baginya. Naya selalu merindukan seorang kakak laki-laki dalam hidupnya. Yang dapat memberinya perhatian, nasihat, perlindungan dan bisa menjadi tempat berbicara setelah Tuhan. Tapi Naya justru tidak memiliki ini di dalam hidupnya. Sekejap ia terhenti dalam lamunannya. Kemudian ia meminum sirop tadi. Naya pikir ... lebih baik mencari aktivitas lain ketimbang bermenung.

"You have to do these things, go to school, you need to graduate, you need to get a job. But she also taught to me independence and what she told me was never rely on anyone for anything."(Kamu harus melakukan hal-hal ini, pergi sekolah, kamu harus lulus, kamu harus mendapatkan kerja. Tapi ia juga mengajarkan aku untuk mandiri dan apa yang sudah ia katakan padaku jangan pernah bergantung pada siapa pun untuk apa pun.) "Marianna Hewitt."

Perempuan yang memiliki darah keturunan Vietnam ini menceritakan cara ia dibesarkan di dalam keluarganya. Marianna Hewitt. Menjadi bintang tamu di salah satu acara podcast yang tayang di youtube. Ia merupakan lulusan jurnalisme yang sekarang menjadi seorang influencer sekaligus youtuber. Naya begitu terkesima saat menonton video tersebut.

Beralih ke Yan, ia baru saja selesai dari pekerjaannya. Laptop yang digunakannya sedari tadi mulai ia tutup. Pandangannya langsung mengarah ke smart phone. Niat hati ingin memeriksa pesan dari kekasih, tapi ... perempuan tersebut malah tidak terlihat memberi kabar sejak tadi malam. Kemudian matanya tertuju pada satu notifikasi. Ia mulai menyadari ternyata ada pesan Naya yang belum terbalas.

Naya ibaratkan penghuni baru di sebuah rumah yang hampir roboh. Tidak tahu apakah ia akan mampu menguatkan kembali fondasi rumah ini. Karena Yan memang tengah rapuh saat ini. Hubungannya bersama kekasih pun sudah mendekati ambang kehancuran.

Yan mulai mengetik ....

Yan:

[Pesan Teks]

"I’ve been studying English for many years. Just for fun and work stuff. Btw, how old are you? "(Aku belajar bahasa Inggris sudah bertahun-tahun. Hanya sebagai hobi dan urusan pekerjaan. Ngomong-ngomong, umur kamu berapa?)

Kepalanya di atas bantal sambil memeluk guling dan memegang smart phone. Terdengar ia mengeluarkan kalimat-kalimat pujian seperti MasyaAllah high value banget sih, nih cewek! Cantik, lulusan jurnalisme, mandiri pula! Tidak lama setelah itu ia melihat pesan masuk dari Yan. Jarinya begitu sigap memencet tombol pause video dan membalas pesan tersebut.

Naya:

[Pesan Teks]

"Ohh I see..., I’m 26. Wbu? "(Ohh gitu..., aku 26. Kalau kamu?)

Yan:

[Pesan Teks]

"I’m 27, I’m older than you haha."(Aku 27, aku lebih tua dari kamu haha.)

Naya:

[Pesan Teks]

"Yes, you’re one year older than me. Can I call you gēgē?"(Ya, kamu satu tahun lebih tua dari aku. Boleh aku panggil kamu abang?)

Yan:

[Pesan Suara]

"Yes, sure thing ! You should ! You can call me gēgē!"(Ya, tentu! Kamu harus! Kamu boleh panggil aku abang!)

Naya:

[Pesan Suara]

"Xìe le gēgē"(Makasih abang)

Terkesan aneh memang, memanggilnya dengan sebutan "abang", padahal usia mereka tidaklah terpaut jauh. Hati Naya yang lembut membuat sikapnya menyelaraskan perkataan Yan. Ia mengerti Yan ingin dianggap sebagai yang lebih tua darinya. Maka, yang muda harus menghormati yang tua. Pemikiran ini tentunya berasal dari salah satu sisi energi feminin yang dimiliki oleh Naya, yaitu sopan dan lembut.

Yan mengikat tali sepatunya dengan erat. Ia bersiap-siap untuk olahraga pagi. Obrolannya dengan Naya masih berlanjut. Perlahan mereka mulai membangun komunikasi dalam pertemanan yang baru saja terjalin. Sebisa mungkin Naya mencari topik pembicaraan agar Yan tidak merasa bosan. Mereka saling memperkenalkan diri layaknya orang yang baru berkenalan. Yan memberi tahu background pendidikannya pada Naya. Ternyata dulu ia menempuh pendidikan teknik otomotif dan sekarang bekerja di bidang yang sama pula.

Yan:

[Pesan Suara]

"Ohh, you just graduate? You must be got master’s degree. Lucky you! I studied automotive engineering and only have bachelor’s degree." (Ohh, kamu baru lulus? Kamu pasti dapat gelar master. Beruntung kamu! Aku dulu belajar teknik otomotif dan hanya punya gelar sarjana.)

Lihat selengkapnya