My Twin Flame

Nadya Suhendra
Chapter #10

Bab 9 - Pekerjaan Baru

Saudara tidak sedarah, yang merangkul kita kala kehilangan arah. Ia lah yang kita sebut sebagai sahabat. Berbagi suka dan duka dalam pertemanan dengan cara yang hebat. Di saat badai kehidupan sedang menerpa ia ada dan bersedia untuk mengulurkan tangan tanpa mengharapkan imbalan. Sean, adalah sahabat yang selalu berada di gardan terdepan kala Yan diterpa badai kehidupan.

***

Padahal Yan sudah mengatakan pada Sean, tidak perlu repot-repot untuk menjemputnya ke bandara. Tapi Sean tetap bersikeras ingin menjemput Sahabatnya itu.

"Nín de hángbān zěnme yàng?"(Bagaimana penerbanganmu?) tanya Sean yang kemudian merangkul bahu Yan.

"Wǒ de fēixíng ānquán qiě yúkuài." (Penerbanganku aman dan menyenangkan) jawab Yan.

Kemudian mereka berdua terus berjalan sambil berbincang-bincang menuju area parkir mobil. Mereka tampak beranjak pergi meninggalkan bandara.


DI APARTEMEN SEAN


Ruangan gelap gulita menjadi terang benderang, tatkala Sean masuk ke dalam apartemennya dan menyalakan lampu. Sean meletakkan sepatunya di rak sepatu. Ia melepaskan blazer berwarna hitam dari badannya. Kemudian blazer itu ia gantung di dinding yang ada penggantungannya.

"Jìnlái ba, jiǎzhuāng zhè shì nǐ de jiā," (Masuklah, anggap saja rumahmu sendiri.) ucap Sean mempersilakan Yan dengan kedua tangannya.

Yan masuk dan melepaskan sepatunya. Ia melihat ke sekeliling rumah Sean. Sudah lama sejak terakhir kali ia ke sini. Saat Yan dimintai Sean untuk menginap di rumahnya. Karena, waktu itu Sean sedang bertengkar dengan kekasihnya dan ia butuh Yan sebagai teman minum. Budaya yang sudah biasa di China.

"Wǎncān xiǎng chī shénme?" (Kau ingin makan malam apa?) tanya Sean yang kemudian membuka pintu kulkas dan tampak mencari-cari sesuatu di dalamnya.

"Nǐ xiǎng zuò fàn ma?" (Apakah kau mau memasak?) tanya Yan balik.

"Shì de, nǐ wàngle nǐ de péngyǒu huì zuò fàn ma?" (Ya, apakah kau lupa temanmu ini bisa memasak?) Sean malah balik bertanya lagi.

"Zhǔ shénme dōu kěyǐ zhǐyào hào chī jiùxíng," (Masak apa saja asalkan rasanya enak,) jawab Yan dengan ekspresi nyengir.

"Wahh, nǐ shì zài huáiyí nǐ péngyǒu de chú yì ma? Hăo de, wǒ zuò de fàncài juéduì hào chī." (Wahh, kau meragukan kemampuan memasak temanmu? Baiklah, masakanku pasti lezat) pungkas Sean.

Yan tengah berbaring santai di sofa. Kepalanya mengimpit sebelah tangannya. Seakan-akan tangannya itu adalah bantal yang empuk. Sedangkan tangannya yang sebelah lagi memegang smart phone. Kian hari dirinya semakin terbiasa untuk komunikasi dengan Naya. Bahkan hal sekecil apa pun ia akan mengabarinya pada Naya. Ia mengirimi Naya pesan, mengatakan dirinya sudah sampai di rumah Sean. Selain itu, ia juga berkata bahwa kemarin ia sangat bahagia bisa berbicara di telepon dengan Naya. Sebenarnya ia ingin menelepon Naya lagi hari ini. Tapi ia baru saja sampai di Qingdao dan merasa sedikit lelah.


1 Jam Kemudian ....


Sean baru saja siap memasak. Tangannya yang disarungi itu mengangkat wok pan dari kompor. Ia memasak sapo tahu dan fuyunghai untuk makan malam kali ini.

"Wǎncān zhǔnbèi hǎole. Yán, chīfàn ba!" (Makan malam sudah siap. Yan, mari makan!) Sean berbicara sambil meletakkan wok pan tadi ke atas meja makan.

Yan pun beranjak dari sofa dan berjalan menuju ruang makan.

***

"Wahh, zhēn de hào chī. Nǐ zhēn de hěn shàncháng zuò fàn," (Wahh, enak sekali. Kau memang pandai memasak,) Yan memuji masakan Sean sembari mencicipinya.

"Hahah..., xiè xiè." (Hahah..., terima kasih.)

Mereka kemudian makan malam dan setelahnya berbincang-bincang. Beberapa jam kemudian, kekasih Sean meneleponnya. Bincang-bincang Yan dan Sean pun terhenti. Akhirnya Yan memilih untuk istirahat dan tidur.


PAGI HARINYA


08.00 a.m, Qingdao, China


Sean tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Ia bekerja sebagai digital marketer di salah satu perusahaan star-up di China. Pekerjaannya ini memang berbanding terbalik dengan jurusannya sewaktu kuliah. Namun, bekerja di bidang digital dan teknologi memang passion nya sejak dulu. Dirinya tampak buru-buru merapikan setelannya.

"Yán, wǒ yào qù shàngbānle. Nǐ kěyǐ zhàogù hǎo zìjǐ de, duì ma? Wǒ yǐjīng zhǔnbèi hǎole zǎocā, nǐ shāo hòu zài chī." (Yan, aku berangkat kerja. Kau bisa mengurus dirimu sendiri kan? Aku sudah menyiapkan sarapan, kau makan saja nanti.) teriak Sean dari ruang tengah.

"Shì de, hǎo ba. Lùshàng yào xiǎoxīn." (Ya, ok. Hati-hati di jalan) jawab Yan dari kamar dengan suara teriakan yang masih mengantuk.


07.00 a.m, Pekanbaru, Indonesia


Selepas Salat subuh Naya belum melakukan aktivitas apa pun. Ia masih berbaring di kasurnya seraya scrolling di media sosial. Hanya untuk melihat berita ter-update dan sesekali mencari informasi lowongan pekerjaan juga. Lima belas menit kemudian ia pun beranjak dari tempat tidur. Bagaskara pagi masuk dari sudut-sudut jendela kamarnya tatkala ia membuka gorden. Ia mulai beberes kamar dan hendak sarapan setelahnya.


09.07 a.m, Qingdao, China


Yan sudah bangun dari tidurnya. Tangannya mengucek-ucek mata sembari melihat jam pada layar smart phone. Ia kemudian beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Setelah itu, dirinya balik lagi ke kamar karena ingin mengambil smart phone. Lalu ia berjalan lagi menuju ruang makan. Di atas meja sudah tersedia roti dan susu kotak. Yan mengoleskan lembaran roti itu dengan selai coklat. Ia menuangkan susu itu ke dalam gelas dan meminumnya. Saat menyantap sarapan ... ia kepikiran untuk mengirimi Naya pesan.

Yan:

[Pesan Suara]

"Good morning, mèi mèi. I just wake up and eating breakfast now. Probably I will be busy this morning until the afternoon. Can we have voice call at night?" (Selamat pagi, adik. Aku baru saja bangun dan sarapan sekarang. Mungkin aku akan sibuk pagi ini sampai sore hari. Bisakah kita teleponan di malam hari?)

Naya:

Lihat selengkapnya