Setibanya di kota Qingdao, Yan melaporkan hasil kerjanya kepada atasan. Perjalanan bisnis kali ini sungguh berkesan di hati Yan. Karena, sebagai karyawan yang baru saja diterima bekerja ia berhasil mencapai target perusahaan dengan cepat. Tentunya ini pencapaian yang luar biasa baginya. Mendengar kabar baik dari Yan, atasan perusahaan tersebut memberi tahu, besok ia akan mengadakan acara jamuan. Sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras karyawannya.
Acara jamuan ini merupakan acara formal di kantor. Tentunya untuk menghadiri acara ini Yan harus mengenakan pakaian yang formal pula. Ya, setelan hitam. Seumur hidupnya Yan belum pernah mengenakan jas hitam. Rencananya tadi ia hanya ingin meminjam punya Sean saja. Akan tetapi, ternyata ukuran pakaian Yan dan Sean tidak sama. Makanya Yan memutuskan untuk membeli setelan hitam sore ini.
Sekujur tubuhnya terasa pegal-pegal, perutnya keram dan suasana hatinya tidak menentu. Hari ini—hari pertama Naya datang bulan. Sedari pagi ia tidak ingin melakukan aktivitas apa pun selain dari rebahan. Bahkan, untuk mengisi perutnya yang kosong saja ia merasa enggan. Naya tidak sarapan dan belum makan siang. Tapi rasa lapar sekarang tidak dapat lagi ia tahan. Akhirnya ia memilih bangun dan ke luar dari kamar menuju dapur. Naya mengambil piring dan mengisinya dengan nasi juga lauk pauk. Akhirnya ia makan siang di pukul empat sore. Sudah terlambat memang.
Sekarang pukul lima sore dan Yan sedang berada di sebuah toko pakaian. Ia memilih-milih jas hitam yang tergantung di penggantungan pakaian itu. Sesekali saat berjalan, ia memukul pelan betis nya. Heran, padahal ia hanya baru beberapa menit saja berjalan—berkeliling—melihat-lihat pakaian. Tapi kakinya sudah terasa sangat pegal. Seakan ia habis lari maraton seharian. Namun Ia tetap lanjut berjalan, hingga tidak lama kemudian ... matanya pun menemukan satu setelan hitam yang menarik perhatiannya. Ia langsung berjalan ke arah pakaian itu dan mengambilnya untuk dicoba di ruang ganti. Benar saja ternyata, jas hitam itu tampak cocok dipakai oleh Yan. Dirinya semakin terlihat tampan dan penuh wibawa saat mengenakannya. Ia pun akhirnya membeli setelan hitam itu.
Usai berbelanja pakaian, Yan ingin mengisi perutnya yang terasa lapar. Karena sekarang sudah mendekati jam makan malam di China. Ia melihat kiri dan kanan dari dalam mobil untuk mencari kedai makan. Ia berhenti di sebuah kedai makan yang menjual makanan lokal kesukaannya. Mie biang-biang adalah salah satu makanan kesukaan Yan. Ia memesan satu mangkuk mie biang-biang dan segelas es lemon tea.
"Xiè xiè," ucap Yan seraya tersenyum pada penjual yang meletakkan mie biang-biang ke atas meja. Kemudian Yan menggeser mangkuk mie itu ke hadapannya. Alih-alih langsung menyantapnya, Yan malah mengatur posisi mangkuk mie biang-biang itu bersamaan dengan sumpit. Ia kini terlihat merogoh smart phone nya dari saku celana. Rupanya, sebelum makan Yan ingin mengambil gambar mie biang-biang itu untuk dikirim pada Naya.
Yan:
[Pesan Teks]
"This is my dinner, adik, hahah....,"(Ini adalah makan malamku, adik, hahah....,) usai mengirim pesan, Yan mulai menyantap makan malamnya.
Naya sedang memijat-mijat kakinya sambil memakan camilan di atas kasur. Saat pesan Yan tadi masuk ia langsung saja membalasnya.
Naya:
[Pesan Teks]
"Wahh, look so delicious. What is this, gēgē?" (Wahh, kelihatan enak. Apa ini, abang?)
Yan:
[Pesan Teks]
"This is Chinese local food, biang-biang noodles." (Ini adalah makanan lokal China, mie biang-biang.)
"—Have you eat dinner? I wanna have voice call with you. Are you available?" (Apakah kamu sudah makan malam? Aku mau teleponan sama kamu. Apakah kamu bisa dihubungi?)
Membaca pesan ini tiba-tiba perasaan Naya menjadi sensitif. Ia memperhatikan tidak ada kata “adik” dalam pesan Yan seperti biasanya. Karena itu ia kesal dan tidak ingin melakukan panggilan telepon dengan Yan malam ini.
Naya:
[Pesan Teks]
"I see, I’ll search later what biang-biang noodles is. I’m sorry gēgē, I’m not in a good mood right now. I’m exhausted and wanna have a rest. We can’t have voice call tonight." (Oh begitu, aku akan cari tahu nanti apa itu mie biang-biang. Aku minta maaf abang, aku tidak dalam suasana hati yang baik sekarang. Aku sangat capek dan ingin istirahat. Kita tidak bisa teleponan malam ini.)
Yan merasa bingung dengan sikap Naya. Karena biasanya Naya selalu bisa setiap kali Yan ingin meneleponnya. Tapi Yan mencoba untuk memahaminya kali ini.
Yan:
[Pesan Teks]
"Hahah..., it’s okay my adik. I don’t know what happened, but I believe tomorrow you’ll be cheer up.” (Hahah..., tidak apa-apa adikku. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi, tapi aku percaya besok kamu akan semangat.)
Percakapan mereka terhenti karena Naya tidak membaca pesan Yan lagi. Malam mereka pun diakhiri dengan perasaan dan prasangka masing-masing.
HARI SELANJUTNYA
Malam telah berganti menjadi pagi. Suara notifikasi yang dinanti belum juga kunjung berbunyi. Saat memeriksa smart phone nya, Yan melihat Naya belum membaca pesannya sejak tadi malam. Bak roda yang berputar, kini Naya yang menghilang tanpa kabar dan Yan yang dihadapkan pada renjana. Karena renjana tidak dapat diatur, Yan berusaha untuk mengirim pesan lagi pada Naya. Ia mengatakan, cuaca di China sekarang sedang cerah, sama seperti suasana hatinya hari ini. Setelah itu ia juga menanyakan keadaan Naya, apakah sudah membaik atau belum.
Naya memberi tahu Yan kalau keadaannya sedikit membaik. Ia akhirnya meminta maaf pada Yan atas sikapnya kemarin malam. Ia mengatakan dengan jujur tentang suasana hatinya kemarin malam terhadap Yan. Setelah mengetahui perasaan Naya, Yan tampak menghela napas dan mengusap wajahnya. Ada kalanya ia merasa lelah dengan sikap Naya yang tidak dewasa. Tidak ingin memperkeruh suasana, untuk sementara Yan hanya membaca saja pesan Naya tersebut. Karena hari ini ia akan menghadiri acara jamuan. Ia hanya tidak ingin terganggu oleh kehidupan pribadinya saat dalam urusan pekerjaan.
Pandangan Naya tidak teralihkan dari smart phone nya usai mengirim pesan tadi. Ia merasa gugup dan tampak menggigit kuku-kuku jarinya. Naya berharap Yan akan segera membalas pesannya tadi. Namun selama berjam-jam ia malah diabaikan oleh Yan.
16.08 p.m, Pekanbaru, Indonesia
Rasa pegal di tubuhnya karena datang bulan masih ia rasakan, terutama di bagian betis. Tidak ingin diperbudak oleh rasa malas, Naya pun memutuskan untuk olahraga. Setidaknya dengan berolahraga tubuhnya tidak akan pegal-pegal lagi, pikirnya. Ia memutar video tutorial senam di smart phone nya. Selama satu jam lebih Naya melakukan senam. Peluhnya bercucuran, napas terengah-engah dan kerongkongannya mulai terasa kering. Tidak sanggup lagi untuk melanjutkan senam, Naya memilih duduk di lantai. Diteguknya air di dalam botol itu sembari memeriksa smart phone nya. Wajahnya seketika menjadi murung saat mengetahui Yan belum juga membalas pesannya tadi pagi.
Di dalam sebuah gedung yang cukup luas, tampak ramai orang-orang menghadiri acara jamuan. Pria tampan dengan tinggi badan 182cm itu tertawa lepas bersama karyawan lainnya. Ia adalah Yan. Penampilannya sungguh berbeda dari biasanya. Karena memang ini pertama kalinya ia mengenakan jas hitam. Ia terlihat semakin tampan dan berwibawa. Mereka yang hadir sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang berbincang sambil memegang gelas berisikan sampanye, ada yang menangkap momen acara dengan smart phone, dan ada pula yang menikmati hidangan di atas meja. Sementara itu, Yan sekarang terlihat duduk sejenak memijat pelan betisnya karena merasa pegal. Entahlah, mungkin karena kemarin ia terlalu lama berkeliling, memilih jas hitam di toko pakaian? Atau karena sedari tadi ia berbincang sambil berdiri di acara jamuan ini?