My Twin Flame

Nadya Suhendra
Chapter #25

Bab 24 - Union

Seasing apa pun dua manusia di akhir hubungan mereka, jika masanya belum selesai, semesta pasti akan mempertemukan dan menyatukannya lagi. Bak jari mereka berdua telah terikat oleh simpul benang merah yang sama.


3 TAHUN KEMUDIAN


Suara jepretan kamera dan papan ketik terdengar sibuk di sebuah acara konferensi pers. Naya duduk di antara sutradara, para aktor dan aktris pemeran film "My Twin Flame". Pandangannya menghadap ke depan seraya memegang mikrofon. Ia fokus mendengarkan pertanyaan yang sedang diajukan oleh salah satu wartawan untuknya. Wartawan pria muda mengenakan blazer abu-abu dan topi hitam.

"Bagaimana awalnya penulis bisa terinspirasi untuk mengikuti lomba dan mengangkat cerita ini ke dalam sebuah novel?" tanya wartawan itu.

"Hmmm ... saya awalnya tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penulis. Saya menulis novel ini di saat keadaan saya tidak baik-baik saja. Saya merasa kehilangan diri sendiri dan pria yang saya cintai di waktu yang bersamaan. Benar-benar sangat menyakitkan. Karena itu saya menulis novel ini. Saya ingin menemukan kembali apa yang telah hilang. Saat itu hati saya bilang, dengan menulis novel ini sepertinya saya akan menemukan keajaiban hidup di masa depan. Dan ternyata, hati saya berkata benar," jawab Naya tersenyum. Lalu, mikrofon itu ia letakkan kembali ke atas meja.

Sesaat seisi ruangan menjadi senyap. Orang-orang yang mendengarkannya seakan memahami luka yang dirasakan oleh Naya.

"Apakah penulis masih mencintai pria itu sampai saat ini?" tanya wartawan wanita yang mengenakan kemeja putih dengan rambut sebahu.

"Saya masih sangat mencintainya dan akan terus mencintai pria itu. Saya bahkan tidak sanggup untuk membencinya meski kami sudah menjadi asing."

"Apakah cerita film ini berakhir bahagia?!" tanya seorang pria muda dengan teriakannya. Ia duduk di barisan penggemar. Keberaniannya dalam mengajukan pertanyaan lantas saja membuat yang lainnya tertawa. Naya pun ikut tertawa dan menanggapinya. "Kalau soal ini kita tanyakan saja sama pak sutradara. Karena saya gak mau kasih spoiler duluan, hahah." jawab Naya seraya tertawa.

Sutradara pun kemudian menyalakan mikrofonnya dan menjawab. "Kalau penasaran ... jangan lupa untuk menyaksikan filmnya mulai besok di bioskop kesayangan Anda, hahah."

Selesai sesi tanya jawab, penulis, sutradara, para aktor dan aktris, mereka kemudian lanjut melakukan promosi film my twin flame dan foto bersama.

"Dōu wánchéngle ma?" (Apakah semuanya sudah selesai?)”

"Le, xiānshēng" (Sudah, pak)

"Hǎo de. Wǒ xiān jiǎnchá yīxià. Nǐ xiànzài kěyǐ chūqùle!" (Baiklah. Saya periksa dulu. Kamu boleh keluar sekarang!)

"Hǎo de, xiānshēng," (Baik, pak,) jawab karyawan pria itu. Ia kemudian membalikkan badannya dan keluar dari ruangan tersebut. Pelat nama yang tadinya sempat tidak kelihatan, kini terlihat kembali saat ia tidak lagi berdiri di depan meja Yan.

Manajer Yan. Begitulah tulisan yang terlihat di pelat nama itu. Sudah 1 tahun Yan naik jabatan. Semula jabatannya merupakan seorang staf penjualan. Selama bekerja ia selalu menunjukkan loyalitasnya kepada perusahaan ini. Karena itulah pihak perusahaan menaikkan jabatannya sebagai bentuk apresiasi.

Langit di kota Qingdao tampak mendung sore ini. Yan melihat dari jendela ruang kantornya yang tembus pandang. Ia beranjak dari kursinya dan berjalan ke arah ke jendela itu. Seraya berdiri, matanya yang teduh menyaksikan langit yang mulai menjatuhkan air ke bumi. Selagi dirinya menikmati suara air yang jatuh ke bumi, tanpa aba-aba ingatannya memutarkan kembali kenangan lamanya bersama Naya. Ia ingat ... hujan adalah musim yang sama-sama mereka sukai. Sudah tiga tahun berlalu dan sebagian dari kehidupannya telah berubah. Namun, perasaannya pada Naya masih tetap sama. Ia sadar dirinya dulu terlalu pengecut untuk memperjuangkan cinta.

***

Yan kemudian merogoh smart phone nya dari saku celana. Ia memandangi foto profil Naya di kontak wechat nya. Ia masih menyimpan kontak Naya sampai saat ini. Meski dulu sempat saling menghapus kontak satu sama lain, tapi mereka sama-sama menyimpannya lagi usai bertengkar.

Sekarang Yan adalah pria yang sukses. Dulu ia bertekad untuk mewujudkan impiannya. Ternyata impiannya itu, ia ingin menjadi pria yang sukses saat menemui Naya ke Indonesia. Tapi dalam pikirannya ia takut Naya akan menolak kehadirannya kembali. Karena semenjak Naya hilang dari kehidupannya, ia baru sadar, memang dirinya lah yang bersalah. Di satu sisi ia ingin menjemput cintanya kembali. Tapi di sisi lain, ia merasa sangat bersalah dan tidak ingin menyakiti orang yang dicintainya, dengan datang lagi ke kehidupannya. Bahkan ingin mengirim pesan saja ia butuh keberanian untuk melakukannya. Pandangannya semakin dalam ke layar smart phone. Seakan-akan ia bisa memecahkan layar itu dengan tumpukkan kerinduan yang dirasakannya. Namun, rasa takut itu kalah juga dengan rasa cinta dan rindu. Pada akhirnya ia memberanikan diri untuk mengirimi Naya pesan.

Yan:

[Pesan Suara]

Lihat selengkapnya