Pernyataan si pemuda membuatku dan semua orang di ruangan ini yang mendengar, terkejut sekaligus tidak percaya dengan perkataannya. Walau begitu, tidak ada satu pun dari mereka yang dapat bersuara. Mulut mereka telah terkunci untuk berbicara. Mereka hanya bisa mendengar dan melihat, tanpa harus ikut andil dalam peristiwa mengejutkan ini.
Mataku melotot, “apa maksudmu?” aku masih belum bisa menggerakkan tubuh. Bahkan, untuk menengok ke arah Peter saja rasanya sangat kaku dan sakit.
Pemuda itu tergelak setelah mendengar pertanyaanku, “kau tanya apa maksudku? Tentu saja untuk menjadikanmu istriku. Dan hari pernikahan kita, adalah di akhir minggu ini.”
Rencana sepihak yang di sebutkan si pemuda membuatku keheranan. Pemuda yang tidak di kenal, tiba-tiba datang dan berbicara melantur. Dia sangat membuatku kesal.
“Aku tidak peduli dengan itu semua! Siapa kau sebenarnya?!”
Kutepis persoalan tentang pernyataannya, dan menanyakan apa yang seharusnya aku lontarkan dari tadi.
Dia menatap mataku yang memerah dan berkaca-kaca, karena menahan sakit setelah berusaha menggerakkan leher.
Senyuman di wajahnya seketika hilang. Sekarang dia merasa khawatir melihatku, “kenapa dengan matamu? Kenapa kau menangis?” tanyanya dengan mengernyitkan dahi.
“Kau tidak perlu tahu. Sekarang jawab saja pertanyaanku, siapa kau sebenarnya?!” aku menjawabnya dengan ketus dan penuh emosi kemarahan.
“Baiklah. Namaku Will, dan aku seorang penyihir.” Akhirnya dia mengalah dan menjawab dengan pelan. Kemudian tertunduk sedih.
Amarah yang aku rasakan semula, berubah menjadi iba padanya. “Ada apa, Will?” tanyaku polos tanpa memperhatikan raut muka semua orang yang telah berubah.
Sambil masih tertunduk, Will menggelengkan kepalanya. “Tidak ada satu pun orang di dunia ini yang mau menerima penyihir sepertiku. Orang tua yang telah membesarkanku telah tiada. Tanpa mereka, aku bukan siapa-siapa lagi. Meski banyak harta peninggalan mereka untukku, namun itu semua tidak akan pernah bisa
membuat orang sepertiku bahagia.” Papar Will tanpa melihat ke arahku.
Mendengar ceritanya yang menyedihkan, membuatku semakin simpati padanya. “Memangnya apa yang salah denganmu?”
Dia kembali menatapku dengan dingin, “aku adalah penyihir jahat. Dari kecil aku selalu memanfaatkan sihirku untuk mencelakai orang-orang yang berniat tidak baik pada keluargaku. Sampai mereka mati.”
Seketika mataku mendelik mendengar ucapannya, “aku tidak suka dengan mereka yang memiliki niat buruk pada orang lain. Tapi kau seharusnya tidak melakukan kejahatan juga, seperti apa yang mereka lakukan pada keluargamu itu. Seharusnya kau...”
“Apa yang harus aku lakukan, ketika melihat harga diri Ayah dan Ibu di hina dan di injak-injak di depan mataku sendiri?!” nada bicaranya meninggi dan penuh nafsu amarah.
Aku tersentak. Jantungku berdegub kencang mendengar bentakannya, “aku tidak tahu... maafkan aku,” kutundukkan kepala dengan perasaan menyesal.
Will mendengus, “bukan salahmu. Maafkan aku juga, karena telah membentakmu.” Dia memalingkan muka.