Angin berhembus kencang, awan berganti warna menjadi abu-abu. Sementara itu Milena dan Putri sedang sibuk dengan urusannya.
"Oh itu dia orangnya," kata Milena. Putri menaruh jari telunjuk di depan mulutnya, menyuruh Milena diam.
Mereka berdua melihat Vincent yang sedang asik berjalan menyusuri lorong sambil membawa coklat dan buket bunga di tangannya.
"Tu-tunggu, kayaknya aku mau bersin deh." Milena menutup hidungnya.
"Eh, jangan! Ntar ketahuan." Putri berusaha memelankan suaranya.
"Oke, enggak jadi kok." Milena menghela napasnya. Putri lega mendengarnya.
"HATCHII !" Milena tersentak. Putri langsung cepat-cepat menyembunyikan dirinya di balik pilar lagi. Vincent menoleh, namun tidak ada siapapun di sekelilingnya. Ia bergidik ngeri, kemudian pergi.
"Ampun Len! Untung aja enggak ketahuan," kata Putri.
"Ya maaf," kata Milena pelan. Hidungnya masih terlihat merah.
"Hai Put !" sapa Vincent. Ia tiba-tiba muncul dari balik pilar juga.
"Ayam!!" Putri terkejut. Untung ia hanya bergumam, Vincent tidak mendengarnya.
"P-put, aku mau ketemu Lisa dulu ya, Bye." Milena melangkah pergi sambil menahan tawanya. Ia tidak tahu kalau Putri terkejut, akan seperti itu.
"Lo dari kemarin bikin gue kaget terus loh, Vin," kata Putri. Vincent hanya tertawa.
.
.
"AAHH !" teriakan Putri mengundang tawa kedua temannya. Gadis itu berlari-lari kecil menghampiri kedua kawannya.
"Gue ditembak !" Putri menunjukkan ekspresi senangnya. Ia meloncat-loncat.
"Kita berdua udah liat, Put," kata Lisa.
"Serius? Perasaan tadi disitu cuma ada gue sama Vincent deh," ujar Putri bingung, namun ia tidak terlalu memikirkannya. Ia masih terngiang-ngiang momen ketika laki-laki idamannya menyerahkan coklat ukuran besar dengan bunga, dan tentu saja ia langsung menerimanya.
"Dan bukan cuma kita berdua loh yang liat." Milena menunjuk ke arah belakang Putri. Putri menoleh, melihat Vincent dengan teman-temannya.
"Ciee, diterima!" Begitulah Vincent dan rombongannya berteriak kegirangan. Suasana menjadi gaduh.
Lorong sekolah dipenuhi suara mereka yang nyaring, sampai seorang guru yang terkenal killer di sekolah itu datang. Semua murid mengetahui kedatangannya hanya dari bunyi sepatunya yang khas, "tak tok tak tok!" Seketika suasana menjadi tenang. Guru itu berjalan sambil mengeluarkan tatapan curiganya, tidak ada satupun yang luput.
Semua orang disitu menghela napas lega ketika ia hanya lewat di depan mereka tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dan Vincent, ia hanya saling menatap dengan Putri.
"Cie.. udah tatap-tatapan nih," kata Milena tersenyum, sambil tetap melihat layar ponselnya. Putri tersenyum malu.
"Lo tau, ternyata lo asik juga ya. Enggak kayak yang diomongin orang," ujar Putri sambil menyenggol pundak Milena.
"Makasih ya, Len," kata Putri sambil tersenyum. Milena mengacungkan ibu jarinya.
"Beres," jawabnya singkat. Putri pernah bertemu dengan banyak macam teman dalam hidupnya berkat kepopulerannya. Ada kalanya ia berteman dengan yang alay, atau satu kelompok dengan yang pemarah, humoris, dan masih banyak macamnya. Tapi Putri merasa bahwa Milena lah yang paling tulus. Ia bisa menerka nya hanya dari senyum yang ada di wajah Milena.
Putri melangkah pergi ketika ia mendapat telepon bahwa orang tuanya sudah menjemputnya.
"Kali ini, gimana caranya lo buat Vincent jadi suka sama Putri ?" tanya Lisa.