"Dalam aliran waktu yang tak terhingga, cinta dan pengorbanan adalah cahaya yang menuntun kita menemukan kebahagiaan sejati, di mana impian-impian tak perlu dikorbankan, melainkan tumbuh bersama dalam sinar yang abadi."
Di tepi sebuah hutan kuno yang dipenuhi dengan pohon-pohon yang berbisik dan bunga-bunga yang bersinar di bawah cahaya bulan, terdapat sebuah pondok kecil terbuat dari kayu ek yang berusia ratusan tahun. Di dalamnya, hiduplah seorang gadis bernama Arelith Liliora. Arelith adalah anak sulung dari dua bersaudara, dengan rambut panjang seperti anyelir hitam dan mata sebesar bulan sabit di malam yang cerah. Meski keluarganya miskin, mereka hidup dengan penuh cinta dan kebersamaan, seperti cahaya lilin yang terus menyala di tengah kegelapan malam. Kedua orang tua Arelith adalah pekerja keras yang selalu berjuang demi kelangsungan hidup keluarga mereka. Mereka adalah orang yang sederhana, tetapi hatinya dipenuhi dengan cinta yang tulus bagi kedua anaknya. Arelith memiliki seorang adik perempuan, bernama Orthelia, yang selalu tersenyum cerah seperti bunga matahari di pagi hari. Namun, di balik senyumannya, Arelith menyimpan sebuah mimpi besar, ia bermpimpi untuk menjadi seorang penulis yang dapat menciptakan dunia dari kata-kata, dunia di mana segalanya mungkin dan imajinasi adalah satu-satunya batas.
Setiap malam, ketika bintang-bintang menari di langit, Arelith duduk di jendela kamarnya yang menghadap ke hutan, menulis cerita-cerita penuh keajaiban di buku kulitnya yang berharga. Dia menciptakan kisah tentang pahlawan yang melawan naga, tentang penyihir yang membawa kedamaian, dan tentang cinta yang tak lekang oleh waktu. Namun, takdir memiliki rencana lain untuk Arelith. Suatu hari yang kelabu, kedua orang tua Arelith jatuh sakit karena kelelahan. Mereka telah mengorbankan segala-galanya untuk keluarga, hingga tubuh mereka tak lagi mampu bertahan. Dalam sekejap, Arelith menjadi satu-satunya penopang keluarganya. Dengan hati yang penuh kesedihan, dia menutup bukunya, menyembunyikan pena kesayangannya, dan mengubur impiannya jauh di dalam hatinya yang terluka. Waktu berlalu seperti sungai yang tak henti mengalir. Arelith bekerja tanpa henti, melakukan segala yang bisa dia lakukan untuk merawat keluarganya. Orthelia tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan kuat, tetapi Arelith yang dulu penuh cahaya kini perlahan mulai meredup. Tubuhnya melemah, matanya kehilangan kilauan impian, dan tangannya tak lagi menggenggam pena. Dia adalah bayangan dari dirinya yang dulu, seorang gadis yang pernah bermimpi menaklukkan dunia dengan kata-katanya.