N250: LANGIT TANPA BATAS

Rizki Ramadhana
Chapter #6

Keterbatasan Sumber Daya


“Arya, kita kehabisan waktu,” suara Pak Hadi terdengar tegas di ruang rapat kecil IPTN. Di hadapan mereka, tampak layar proyektor yang menampilkan grafik pengeluaran yang terus meningkat tajam, sementara grafik pembiayaan justru sebaliknya. Wajah-wajah serius di ruangan itu seakan mengisyaratkan satu hal yang sama—kondisi keuangan proyek N250 semakin mengkhawatirkan.


Arya duduk diam, merenungi angka-angka di layar. Ia tahu masalah ini sudah mulai muncul sejak beberapa bulan lalu, tapi sekarang situasinya semakin parah. Proyek N250 yang begitu ambisius ini mulai terguncang oleh realitas keuangan. Sumber daya yang terbatas membuat perkembangan proyek berjalan lambat, sementara biaya operasional terus meningkat.


“Kita butuh lebih banyak dana untuk melanjutkan uji coba sistem fly-by-wire, tapi saat ini kita bahkan kesulitan untuk menutupi biaya operasional harian,” lanjut Pak Hadi, nada suaranya penuh tekanan. "Jika ini terus berlanjut, proyek ini bisa terhenti."


Arya merasakan kekhawatiran yang sama. Sebagai salah satu anggota tim pengembangan yang terlibat langsung dalam proyek ini, ia memahami betapa pentingnya dana untuk melanjutkan setiap tahap pengembangan. Uji coba, material, penelitian, hingga sumber daya manusia semuanya membutuhkan biaya yang besar. Namun, dukungan finansial dari pemerintah yang diharapkan tampaknya mulai terkikis oleh skeptisisme dan persaingan internasional yang semakin sengit.


“Jadi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Bagus, kepala divisi avionik, yang duduk di seberang meja. Wajahnya penuh kekhawatiran. "Kita sudah berusaha menghemat di semua sisi, tapi tanpa dana tambahan, kita tidak mungkin bisa menyelesaikan tahap akhir uji coba."


Pak Hadi menggelengkan kepala pelan. “Itulah yang harus kita bicarakan. Kita perlu strategi untuk mengamankan dana tambahan, atau setidaknya membuat pemerintah melihat bahwa proyek ini masih layak untuk dilanjutkan.”




Malam itu, Arya duduk di meja kerjanya di rumah, memandangi catatan keuangan dan rencana proyek yang belum selesai. Di layar laptopnya, angka-angka terus menari, mengingatkan bahwa waktu mereka semakin terbatas. Sejak beberapa minggu terakhir, ia dan tim harus bekerja dengan segala keterbatasan yang ada. Beberapa uji coba terpaksa ditunda karena kurangnya material, dan kini kekurangan dana mulai berdampak pada semangat tim.


“Apa kita benar-benar bisa menyelesaikan ini?” gumam Arya pada dirinya sendiri.


Telepon di mejanya berdering, memecah keheningan. Itu Siska.


“Arya, aku tahu kamu pasti sedang memikirkan hal yang sama,” suara Siska terdengar di ujung telepon. "Aku juga tidak bisa tidur memikirkan ini. Setiap hari, kita semakin kekurangan sumber daya. Bahkan alat-alat laboratorium kita sudah mulai usang."


Arya mendesah panjang. “Iya, Kak. Aku terus mencoba mencari solusi, tapi tanpa dukungan finansial, semuanya terasa mustahil. Sejujurnya, aku khawatir kalau proyek ini akan berhenti di tengah jalan.”


Siska terdiam sejenak, sebelum akhirnya berbicara lagi. “Kita tidak bisa menyerah sekarang, Arya. Masih ada cara lain. Kita bisa mencari sponsor atau pihak swasta yang mau berinvestasi. Aku tahu, itu bukan hal yang mudah, tapi kita harus mencoba.”

Lihat selengkapnya