N250: LANGIT TANPA BATAS

Rizki Ramadhana
Chapter #7

Konflik Internal


"Ini tidak bisa diterima!" suara Bagus, kepala divisi avionik, menggema di ruang rapat kecil IPTN. Tangannya mengepal erat di atas meja, menunjukkan ketegangan yang memuncak. Di depannya, diagram dan laporan uji coba terbaru terpampang di layar proyektor. Arya yang duduk di ujung meja bisa merasakan aura tegang yang semakin tebal.


Siska, yang duduk di samping Arya, menghela napas panjang. "Bagus, kita semua tahu ada kendala dalam sistem kontrol, tapi ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan."


Bagus menatap Siska tajam. "Siska, ini bukan soal menyalahkan! Ini soal fakta! Jika sistem fly-by-wire yang kalian kembangkan terus-menerus gagal dalam uji coba, bagaimana kita bisa menyelesaikan proyek ini? Apakah kalian mau mempertaruhkan semuanya hanya karena tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat?"


Arya mencoba menenangkan diri di tengah ketegangan yang semakin memuncak. Ini bukan pertama kalinya Bagus menyuarakan ketidakpuasannya. Sejak beberapa bulan terakhir, kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan sistem fly-by-wire mulai memecah tim. Setiap divisi bekerja dengan tekanan tinggi, dan perbedaan pendapat tentang cara mengatasi masalah teknis semakin memperparah situasi.


“Kita sudah melakukan segala yang bisa kita lakukan,” kata Siska dengan nada yang lebih tenang, meskipun jelas terlihat bahwa ia menahan frustrasi. “Masalah ini bukan hanya soal waktu, tapi soal kompleksitas teknologi yang belum pernah kita kembangkan sebelumnya. Kamu tidak bisa berharap semuanya berjalan mulus tanpa hambatan.”


Pak Hadi, yang memimpin rapat, tampak letih menghadapi konflik ini. Ia mengetuk meja pelan, mencoba menarik perhatian semua orang. “Kita semua tahu bahwa tekanan di luar sangat besar, tetapi kita harus tetap fokus pada tujuan. Berdebat seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah.”


Namun, ketegangan sudah terlanjur memanas. Arya bisa melihat bagaimana ego dan emosi mulai menguasai beberapa anggota tim. Bagus merasa divisinya tidak mendapatkan dukungan teknis yang cukup, sementara Siska dan tim aerodinamika merasa terbebani dengan ekspektasi yang semakin tinggi.


“Jika masalah ini tidak selesai segera,” lanjut Bagus, “kita akan semakin tertinggal, dan itu berarti kegagalan untuk semua orang di sini.”




Setelah rapat selesai, Arya dan Siska berjalan keluar dari ruangan dengan langkah berat. Udara sore yang panas seolah tidak membantu meringankan perasaan mereka. Suasana di antara mereka terasa diam, seperti ada sesuatu yang tidak terucap.


"Aku tidak mengerti kenapa Bagus begitu keras," kata Siska akhirnya, suaranya terdengar lelah. "Kita semua sedang berusaha sebaik mungkin. Tidak ada yang menginginkan masalah ini berlarut-larut."


Arya mengangguk pelan. "Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi mungkin Bagus merasa dia berada di bawah tekanan yang lebih besar. Divisinya bertanggung jawab atas banyak komponen avionik, dan jika sistem fly-by-wire gagal, itu juga akan mempengaruhi kerja mereka."


Siska menghela napas panjang. "Tapi ini bukan saatnya untuk saling menyalahkan. Kita harus bekerja sama, bukan saling menjatuhkan."


Meskipun Siska benar, Arya tahu bahwa masalah ini lebih dalam dari sekadar perbedaan pendapat. Dalam setiap proyek besar, terutama yang melibatkan banyak pihak dengan latar belakang yang berbeda, ego dan kepentingan pribadi sering kali menjadi penghalang. Saat tekanan semakin besar, konflik internal seperti ini menjadi hal yang tidak terhindarkan.


Lihat selengkapnya