N250: LANGIT TANPA BATAS

Rizki Ramadhana
Chapter #15

Bangkit Kembali


“Ini bukan akhir dari segalanya,” Arya memulai rapat pagi itu dengan suara tegas, meskipun wajah-wajah di sekeliling meja konferensi IPTN tampak murung dan penuh kelelahan. Timnya masih terbayang-bayang oleh kegagalan uji coba pertama N250 yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Namun, Arya tidak mau menyerah. Ia tahu bahwa untuk setiap kegagalan, selalu ada jalan untuk bangkit.


“Proyek ini penting, bukan hanya untuk kita, tapi untuk seluruh bangsa,” lanjut Arya, menatap satu per satu anggota tim yang duduk di depannya. “Kita semua tahu, kegagalan ini adalah pukulan besar. Publik kehilangan kepercayaan, media memojokkan kita, tapi kita tidak boleh berhenti di sini.”


Siska yang duduk di sebelahnya, menghela napas pelan sebelum akhirnya berbicara. “Tapi Arya, masalah yang kita hadapi bukanlah masalah kecil. Kegagalan aktuator, sistem fly-by-wire yang tidak stabil, ditambah masalah sensor kecepatan udara. Semua ini membutuhkan waktu lama untuk diperbaiki.”


Arya mengangguk, memahami betul kekhawatiran Siska. “Aku tahu, Kak. Kita tidak bisa menutup mata terhadap besarnya masalah ini. Tapi kita harus mulai dari sesuatu, sekecil apa pun itu. Kita harus membagi masalah ini ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, dan menyelesaikannya satu per satu.”


Suasana di ruang rapat tetap tegang, tapi ada sedikit perubahan pada wajah-wajah di sana. Mereka mulai menyadari bahwa Arya tidak akan menyerah begitu saja. Di tengah tekanan besar ini, Arya mencoba memimpin dengan tenang dan tegas.


“Kita akan memulai dengan memeriksa kembali seluruh sistem aktuator,” lanjut Arya. “Itu masalah paling kritis. Kita perlu memahami apa yang menyebabkan keterlambatan respon di tengah penerbangan. Setelah itu, kita perbaiki sensor kecepatan udara dan lakukan pengujian lebih lanjut pada fly-by-wire. Semua ini harus diselesaikan secara bertahap.”


Salah satu teknisi, Rian, mengangkat tangannya dan berbicara. “Tapi Arya, kita sudah menggunakan banyak sumber daya untuk uji coba pertama. Jika kita harus membangun ulang sistem kendali, apakah kita masih memiliki cukup anggaran untuk melanjutkan?”


Arya terdiam sejenak, lalu menjawab dengan nada penuh keyakinan. “Kita harus berhemat dan fokus pada perbaikan yang benar-benar penting. Aku tahu ini berat, tapi kita harus bekerja lebih cerdas dengan apa yang kita miliki.”


Pak Hadi yang duduk di ujung meja akhirnya angkat bicara. “Arya benar. Saya sudah berbicara dengan pihak kementerian. Mereka memberi kita waktu tambahan, tapi hanya dengan satu syarat: kita harus menunjukkan hasil yang nyata dalam waktu tiga bulan. Jika tidak, proyek ini akan benar-benar dihentikan.”


Kalimat terakhir itu membuat seluruh ruangan hening. Ancaman penghentian proyek adalah momok yang menghantui mereka semua. Namun, Arya merasa justru ini adalah dorongan yang mereka butuhkan.


“Tiga bulan?” gumam Siska. “Itu waktu yang sangat singkat.”


Arya menatapnya dengan penuh tekad. “Mungkin, tapi kita tidak punya pilihan lain. Ini kesempatan terakhir kita.”




Malam itu, setelah rapat selesai, Arya kembali duduk di mejanya. Kertas-kertas laporan teknis dan diagram memenuhi meja kerjanya, tapi pikirannya justru melayang jauh. Suasana kantor IPTN terasa sepi, hanya ada beberapa teknisi yang masih bekerja di sudut ruangan.


Lani, yang selama beberapa hari ini terus mendukung Arya, datang mendekat dengan secangkir kopi di tangannya. “Kamu tampak sangat lelah,” katanya sambil menaruh cangkir itu di meja Arya.


Arya tersenyum tipis. “Aku memang lelah, Lani. Kegagalan ini terasa begitu besar, tapi aku tidak bisa berhenti. Ada terlalu banyak hal yang dipertaruhkan.”


Lani duduk di kursi di depan Arya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku tahu, dan aku kagum dengan tekadmu. Tapi jangan terlalu memaksakan diri. Kamu juga butuh istirahat.”

Lihat selengkapnya