“Bagaimana kalau kita mengubah pendekatan ini?” Rian membuka pembicaraan dengan nada ragu namun penuh keyakinan. Ruangan rapat di IPTN dipenuhi dengan kebisingan biasa dari diskusi teknis dan analisis, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam atmosfer. Semua mata tertuju pada Rian, yang tampak gugup tetapi bertekad menyampaikan ide yang tiba-tiba muncul di benaknya.
Arya mengangkat alis, penasaran dengan apa yang akan dikatakan. “Apa yang kamu maksud, Rian?”
Rian menggeser beberapa dokumen di hadapannya dan menunjukkan sketsa kasar yang ia buat di secarik kertas. “Kita terus berusaha memperbaiki sistem yang sudah ada, tapi bagaimana kalau kita mendesain ulang sebagian komponen inti pada sistem fly-by-wire? Alih-alih memperbaiki yang sudah rusak, kenapa tidak kita ciptakan sistem yang benar-benar baru dan lebih adaptif?”
Sejenak ruangan hening. Semua orang tampak terkejut dengan usulan itu, termasuk Arya. Mereka sudah bekerja selama berbulan-bulan untuk memperbaiki kelemahan pada prototipe N250, dan gagasan untuk mendesain ulang bagian inti pesawat di tengah jalan adalah risiko besar. Tapi di saat yang sama, ide itu menawarkan solusi yang bisa menjadi titik balik.
“Kamu ingin kita mendesain ulang?” Siska akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar ragu. “Itu akan membutuhkan waktu tambahan. Dan kita tahu kita sudah dikejar waktu.”
Rian mengangguk cepat. “Aku mengerti, Kak. Tapi dengar aku dulu. Jika kita hanya terus memperbaiki sistem yang sudah ada, kita akan tetap terjebak dalam masalah yang sama. Lagipula, komponen inti ini adalah bagian dari masalah besar kita selama ini. Jika kita membuatnya lebih adaptif dan fleksibel, kita bisa menghindari banyak kendala yang selama ini menghambat penerbangan uji.”
Arya mendengarkan dengan seksama, matanya tertuju pada sketsa yang ditunjukkan Rian. Itu memang ide berisiko, tapi juga mengandung potensi besar. Rian melanjutkan penjelasannya dengan detail, menjelaskan bagaimana desain baru ini akan memungkinkan sistem kontrol pesawat lebih responsif dan tidak mudah terganggu oleh anomali teknis.
“Dengan desain baru ini,” lanjut Rian, “sistem akan bisa menyesuaikan secara otomatis dengan situasi di udara. Misalnya, saat ada fluktuasi pada sensor kecepatan, sistem tidak akan langsung bereaksi berlebihan. Ini akan membantu menjaga kestabilan pesawat tanpa perlu pilot terlalu sering melakukan intervensi manual.”
Arya merasakan adrenalin mulai mengalir. Ide ini revolusioner, dan meskipun menantang, ini bisa menjadi jawaban yang mereka cari. Sebuah titik balik yang selama ini terasa di luar jangkauan.
“Bagaimana dengan waktu yang kita miliki?” tanya Arya, mencoba memikirkan dampak dari usulan ini. “Kita hanya punya waktu beberapa bulan. Apakah kita bisa menyelesaikan ini sebelum tenggat waktu?”
Rian berpikir sejenak sebelum menjawab. “Jika kita segera memulai, kita bisa menggunakan sebagian besar sistem yang sudah ada. Desain ulang ini tidak memerlukan perubahan total, hanya pada beberapa komponen kunci. Jika tim setuju, kita bisa bekerja paralel dengan pengujian lainnya.”
Pak Hadi yang duduk di ujung meja, mengamati diskusi ini dengan tenang. Setelah beberapa saat, ia akhirnya bicara, “Ini memang ide yang berani, tapi juga penuh risiko. Kita perlu mempertimbangkan semua aspek sebelum memutuskan. Apa pendapatmu, Arya?”