Nadia dan Regi

Eliara Sayac
Chapter #2

Permintaan Kerja Sama

Setelah liburan yang cukup panjang, akhirnya murid-murid SMA Wiyata pun memulai kegiatan sekolahnya lagi. Setelah seminggu sebelumnya diadakan masa orientasi untuk murid kelas sepuluh.

Nadia sedang duduk di kelas sendirian, sambil membaca novel. Nadia duduk di kursi paling depan sebelah kiri, tepat di depan meja guru. Nadia memang anak yang agak pendiam, dia tidak terlalu sering bergaul. Tetapi Nadia juga tidak dijauhi oleh teman-temannya, karena Nadia merupakan anak yang pintar. Saat kelas sepuluh ia menjadi juara satu di kelas, ia pun tidak pelit berbagi ilmu jika ada teman-temannya yang bertanya.

Seorang siswi dengan rambut pendek agak keriting, baru tiba di kelas. Ia datang kesiangan, untung saja belum ada guru yang datang. Ia celingak-celinguk mencari kursi yang masih kosong, namun posisi kursi incarannya sudah terisi. Lalu ia melihat kursi di sebelah Nadia masih kosong, tanpa ragu ia pun menghampirinya.

“Nad, di sini kosong kan? Gue duduk di sini ya?” tanya siswi bernama Ira itu.

“Eh, iya,” Nadia bingung karena orang ini tahu namanya, sedangkan ia sendiri tidak tahu siapa nama siswi ini.

“Gue Ira dari kelas X-1. Tau?” ucap Ira mencoba memperkenalkan diri sambil bertanya.

“Hehe, enggak,” jawab Nadia sambil menggelengkan kepala.

“Gak apa-apa, gue tau kok elo orangnya emang pendiem,” ucap Ira.

Setelah melakukan percakapan basa-basi Nadia pun melanjutkan bacaannya. Sebelumnya ia sempat melirik Lizia yang berada di meja sebelahnya, ia sedang asik bersenda gurau dengan teman-temannya. Lizia memang anak yang mudah bergaul dan modis, wajar saja banyak yang menyukainya. Tapi entah mengapa belum ada satu pun yang ia terima.

Baru juga Nadia melanjutkan bacaannya satu kalimat, tiba-tiba seseorang memanggilnya dengan kencang.

“Woy!!! Nadia!!!” teriak Regi.

Regi berteriak di depan pintu kelas sampai-sampai murid-murid yang berada di dalam kelas pun ikut menengok. Nadia kesal dan malu. Untuk apa Regi memanggil Nadia, apalagi sampai berteriak seperti itu, caper pada Lizia atau apa.

“Woy!!!” panggil Regi lagi.

Dengan kesal Nadia pun menghampiri Regi ke luar kelas.

“Apaan sih?” tanya Nadia kesal.

“Gue abis dari kelas Aldi,” ucap Regi.

“Gak nanya!” jawab Nadia ketus. Entah mengapa Nadia berani ketus pada Regi, mungkin karena Regi sedikit mengganggu.

“Terus gue lewat kelas lo. Terus gue keinget deh, kalo lo belom deal-in kesepakatan kita,” ucap Regi.

“Kesepakatan apaan?” tanya Nadia.

“Kemaren gue udah bantu lo duduk di sebelah Aldi, sekarang giliran lo bantuin gue!” ucap Regi.

Nadia pun teringat permintaan Regi yang mengharapkan ia membantunya untuk mendekati Lizia. Permintaan itu sulit ia penuhi, apalagi Lizia merupakan siswi populer, pasti banyak sekali saingannya. Nadia sendiri tidak pernah mengharapkan lebih pada Aldi, karena Nadia sadar bahwa saingannya pun banyak. Apalagi sampai sekarang Aldi belum bisa move on dari mantannya.

“Woy! Kok bengong?” tegur Regi.

“Enggak mau ah, lagian aku gak berharap banyak kok sama Aldi,” ucap Nadia to the point.

“Ya udah, tapi lo tetep harus bantuin gue!” ucap Regi kekeh.

“Bantuin apa, sih?” tanya Nadia.

“Nanti pulang sekolah, lo pulang bareng gue!” ucap Regi sambil berjalan.

“Ngapain?” tanya Nadia heran, namun Regi tidak menjawab, dan malah ngeloyor pergi.

Setelah ditinggal Regi begitu saja, Nadia pun kembali ke kelas. Ia melihat Lizia dan Ira ternyata sedang memperhatikannya dari tadi.

“Tumben Regi nyariin lo, Nad?” tanya Lizia.

“Gak tau tuh,” jawab Nadia mencoba menutupi sesuatu. Lalu ia pun berjalan ke kursinya, menghampiri Ira yang sedang menunggunya.

“Lo akrab sama Regi?” tanya Ira.

“Enggak,” jawab Nadia singkat.

“Oh,” respon Ira tak kalah singkat.

Tak lama pun datang seorang guru ke kelas XI IPA-1, guru tersebut bernama Bu Ike, yang akan menjadi Wali Kelas mereka.

※※※

Jam baru menunjukkan pukul sepuluh pagi, namun murid-murid sudah diperbolehkan pulang. Dikarenakan hari ini baru hari pertama mereka bersekolah, hanya sebatas pembagian kelas dan perkenalan.

Nadia sedang menunggu angkot di depan sekolah bersama murid-murid yang lain. Saat suasana pulang sekolah seperti ini, keadaan jalanan di depan sekolah akan sedikit macet, karena banyak mobil angkot yang ngetem untuk mengangkut murid sekolah. Namun angkot yang menuju rumah Nadia belum juga muncul.

Tiba-tiba seorang pengendara motor muncul di depan Nadia.

“Woy, kok lo kabur?” tanya Regi, sang pengendara motor tersebut.

“Kabur apanya?” tanya Nadia heran.

“Tadi kan gue udah bilang, lo pulang bareng gue!” omel Regi.

“Aku kan gak jawab iya,” ucap Nadia.

“Tapi lo sekarang harus ikut gue!” paksa Regi.

“Apaan sih? Maksa banget!” ucap Nadia kesal.

“Naek!” pinta Regi.

Karena malu diperhatikan oleh orang-orang, Nadia pun terpaksa naik ke atas motor Regi. Untung saja motornya hanya motor Beat, bukan motor tinggi seperti kebanyakan cowok-cowok yang lain.

Regi pun langsung membawa Nadia pergi. Entah ke mana, Nadia hanya mengikuti. Lima belas menit kemudian, motor Regi masuk ke sebuah parkiran di suatu tempat perbelanjaan. Banyak ruko-ruko di sana, sebagian besar menjual pakaian dan sepatu, ada juga beberapa tempat makan seperti bakso atau soto.

“Mau ngapain ke sini?” tanya Nadia setelah turun dari motor.

“Cari kado buat Lizia,” jawab Regi sambil membuka helmnya.

“Hah?” Nadia terkejut.

“Lizia kan bentar lagi ulang tahun, gue mau nyariin kado buat dia. Rencananya gue mau beli sepatu, gue minta tolong lo pilihin yang cocok ya?” ucap Regi santai.

“Bukan gitu. Masalahnya, kamu beneran mau beliin Lizia kado di sini?” tanya Nadia.

“Iya,” jawab Regi sambil berjalan. Ia berjalan di depan Nadia, sementara Nadia mengekor di belakang.

“Sepatu KW?” Nadia mempertegas lagi.

Regi terhenti dari jalannya, sehingga hampir saja membuat Nadia menabraknya.

Lihat selengkapnya