Memang sungguh bajingan pamannya ini. Roslina tak menyangka bila pekerjaan yang ditawarkan padanya adalah membersihkan villa dan membantu seorang penyewa yang ingin mengawini perempuan lokal secara kontrak. Awalnya ia ingin menolak, tapi Darman dan Wan Abud menunjukkan sejumlah uang di dalam amplop. Ia melihat amplop itu cukup tebal, sehingga Roslina berpikir ulang. Meski ia pun sebenarnya sadar juga betapa senyum dan mata berkilat dari Wan Abud begitu menyala dan menyiratkan sesuatu.
Selama bekerja di villa itu, ia mencari waktu yang tepat agar tidak terlalu sering berinteraksi dengan lelaki bertubuh tinggi besar ini. Namun, suatu waktu, ia bangun agak telat, dan datang ke villa lebih siang daripada biasanya. Ia pikir Wan Abud belum pulang, karena biasanya ia pulang sekitar pukul sembilan malam. Ia tahu jadwalnya dari Darman. Namun, entah kenapa sore itu Abud sudah pulang dan mencerocos perihal makanan yang belum dimasak, termasuk keterlambatannya.
Terus terang, cerocosannya menganggu. Ingin rasanya Roslina kabur dan sungguh menyesal sudah menerima segepok uang itu. Tapi apa boleh buat, ia mesti melakukannya. Dan apa yang ditakutkannya terjadi. Tepat usai ia memasak dan meletakkan piring-piring lauk pauk itu di meja. Abud sudah di belakangnya. Pria itu mengejutkannya. Roslina refleks menghindar, bersiap ambil ancang-ancang untuk kembali kabur seperti kisah muram yang dulu, lalu bersumpah tak akan pernah mau ia berpapasan dengan si bajingan Darman. Namun, tangan Wan Abud lebih cepat dari yang ia duga. Ia menarik Roslina, dihantarkannya tubuh rapuh Ros menghadap ke meja makan, lalu setan itu mulai menjajahnya. Setiap jengkal tubuhnya ia jadikan koloni, dan Roslina hanya membeku. Bangsat! Ia memaki dalam batinnya. Harusnya aku bisa kabur, tapi ketika setan itu mulai merasukinya, dengan kekuatan yang mengingatkannya pada si Roslan—bangsat lainnya itu—entah mengapa Roslina hanya membeku. Batinnya padahal meradang di saat ia kesurupan daging, lalu pingsan, seolah setan itu sudah memisahkan jiwa dan raganya.
Roslina baru sadar setelah ia berada di mobil pick-up milik Darman. Rupanya ketika menyadari Ros pingsan, Wan Abud sempat panik dan segera menelepon pengurus villa tersebut.
“Anjing kau, Paman! Memang sialan! Kau memberikan pekerjaan seperti ini! Kau tahu apa yang dia lakukan!”
“Tenang… dia tak akan melakukannya lagi padamu. Aku bersumpah. Kalau sampai dia melakukan itu lagi, kau boleh mengutukku seumur hidupmu…”
“Hanya mengutuk! Yang rugi tetaplah aku!”
“Aku akan meminta uang padanya agar kau mendapatkan bayaran lebih.”