Nadin Membunuh Nostalgia

Ardi Rai Gunawan
Chapter #30

Bab 30


 

Bulu-bulu gagak beterbangan. Mbak Nah dan orang-orang yang selama ini menjadi pengikutnya benar-benar tak menyadari kalau mereka sudah berubah menjadi siluman gagak. Bahkan Nadin sedikit memberikan kutukan pada gagak-gagak itu, bahwa mereka, meski siluman tak akan pernah bisa bertransformasi kembali ke wujud manusia.

           “Namun, meski begitu, mereka tetap terus menyorakimu. Mereka pikir kau masih mengerti racauan mereka. Padahal yang kau dan orang lain dengar di rumah indekos ini, hanyalah koakan gagak yang malang… benar-benar malang sekali…” kata Meylin. Sang kuntilanak ciptaan Nadin. Kini ia nampak menjadi sosok perempuan jelita yang akan selalu berada di samping Nadin, karena ia tercipta atas kehendaknya. “Lihatlah penyewa indekos lainnya… semua terheran melihatmu bertingkah aneh di hadapan Mbak Nah… tentu saja aneh. Ketika perempuan bawel dan penuh kedengkian itu menghampirimu dengan angkara-nya, kau tiba-tiba menepuk ubun-ubunnya…”

           “Ya…”

           “Apa ini karena kau telah membuat mekanisme perubahan bentuk fisik mereka sebelum kau tiba di indekos lamamu ini?” kata Meylin memastikan. Ia melihat gagak-gagak yang sudah diubah oleh Nadin itu berkeliaran—berpusing-pusing ia di atas rumah indekos—mulai mengintai siapapun yang sudah tercium ajal untuk bisa diserang. Nampaklah gagak-gagak betina itu menyasar semua suami mereka yang tentu masih dalam wujud manusia. Jerit ketakutan dan kekacauan pun segera melanda di rumah kos susun tersebut. Sementara gagak jelemaan Mbak Nah, nampaknya lebih istimewa. Ia tak terkukung oleh rasa lapar alami dan perubahan sifat mereka yang perlahan mulai menyerupai burung pemakan bangkai tersebut. Wujudnya memang telah berubah menjadi burung, tapi Mbak Nah masih memiliki kesadaran manusiawi. Ketika ia bercermin di salah satu kaca pintu dengan bertengger di pagar balkon lantai dua. Ia terkejut. Dia benar-benar telah berubah jadi gagak.

           Ia sungguh mengabaikan kutukan Nadin ketika perempuan itu merangsek ke arah Nadin yang berada di pelataran depan indekos miliknya.

           “Kau adalah penyakit yang harusnya dimusnahkan dari dunia ini, Nadin! Aku benar-benar akan memanggil polisi untuk menangkapmu karena kau telah membuat kerugian di salah satu kamarku! Terlebih kau belum membayar sewanya!”

           “Hari ini. Aku akan membayarnya. Dan kau, serta orang-orang yang mengikutimu akan menjadi gagak. Kalian akan terus mencari bangkai dan hanya dengan bangkai saja kalian tetap akan hidup…”

           “Hentikan omongan gilamu!”

           Di saat inilah, ketika Mbak Nah hendak menjambak rambut Nadin, perempuan itu lantas meletakkan telapak tangan ke ubun-ubun Mbak Nah seraya berkata, “jadilah gagak yang hanya memakan bangkai … lalu terbanglah… carilah bangkai-bangkai itu, serta mereka yang sudah mulai terendus oleh mambu kematian…” ujar Nadin.

Hanya seperkian detik saja, tubuh mereka menyusut. Morfologi wujud fisik manusia mereka berubah. Mulanya menyerupai kurcaci-kurcaci tokoh fikik klasik yang seingat Nadin pernah ia baca di buku dongeng milik perpustakaan sekolah semasa SMP.

           Setelah mereka berlarian panik dengan wujud mereka, terutama hidung lancip serupa nenek sihir. Tumbuhlah sayap-sayap hitam beraura kematian di punggung mereka. Bahkan salah satu dari mereka melompat demi bisa menghentikan perubahan itu, namun sayang sekali ia malah terbang dan menjadi orang yang pertama berubah. Satu gagak terbang berpusing di langit mendung. Kemudian bertambah, dua gagak, tiga gagak, empat gagak, lima, enam, hingga yang ketujuh adalah Mbak Nah sendiri. Mata nanar dengan pupil menyuratkan dendam kesumat, nyata sekali dari sorotnya. Namun, Nadin tidak peduli.

           “Kaulah penyakit itu sekarang. Kebencianmu akan menjadi masalah bagi semua orang…” ujar Nadin, lalu pergi meninggalkan rumah itu bersama Meylin. Sebelum ia keluar dari rumah, burung gagak Mbak Nah sempat ingin menghunjamkan paruh lancip hitam itu ke tengkuk leher Nadin. Namun, dengan kekuatan yang ia peroleh saat ini, bahkan tanpa bergerak, Nadin bisa memikirkan paruh gagak Mbak Nah melengkung ke atas, sehingga ketika ia menukik ke leher, Nadin tidak memeroleh luka yang serius. Belum lagi Meylin segera bertindak. Ia berubah menjadi kuntilanak dan memanjangkan rambut hitamnya untuk membelit burung gagak tersebut. Setiap helai yang kusut berubah menjadi tajam, serupa belati saja.

           “Lebih erat lagi aku mengikatmu, kau akan tewas!” geram Meylin mengancam Mbak Nah.

           “Iblis!” Mbak Nah berusaha memertahankan bahasa manusianya, meski ia tetap tak bisa menahan koak yang terus mengucur deras.

           Nadin menyeringai.

           “Apa itu iblis? Apa itu malaikat? Kita hidup hanya di dunia khayalan! Kita hidup di sebuah tempat, di mana kita bisa mewujudkan khayalan kita. Semua yang ada di dunia ini ilusi. Bohong semata… tak ada apapun lagi yang berarti di dunia ini… karena pada mulanya dunia ini memang tak ada apa-apa. Kita yang mengisinya. Kita yang memberikan nama. Kitalah yang memberikan arti dari setiap hal yang kita rasakan dengan seluruh indera kita…ini bukan dunia nyata… aku sebelumnya menuduh sinting kepada orang yang telah menyadarinya lebih dulu. Tapi sekarang semuanya menjadi terang benderang… bahwa memang—realita ini, hanya ada untuk membatasi kita. Dan kita terjebak di dalam realitas kita. Lebih terjebak lagi dalam kebenaran yang diciptakan oleh masing-masing realitas yang lebih kecil… semua keyakinan diri, kesusahan, serta kenikmatan dunia tak ada artinya lagi sampai kau mengerti kebenaran tentang dunia ini… buktinya adalah sosokmu yang bisa kuubah… ini kekonkritan yang sesungguhnya. Tak perlu membayang-bayang dengan konsepsi yang rumit dan penuh peneguhan terhadap suatu keyakinan diri… kau bisa merasakannya sendiri… inilah kebenaran dunia ini… kau bisa meraskan betapa sakitnya perubahan bentuk… dan kini kau bercermin… kau bukan lagi seorang manusia? Jadi… apa itu iblis?”

           Mata Nadin melirik tajam ke arah Meylin, menyiratkan agar kuntilanak itu melepas perempuan yang telah menjelema jadi gagak. Saat rambut-rambut setajam pisau itu membuka cengkeraman, gagak betina itu ikut terbang bersama kawanannya. Berkoak-koak ke suatu tempat berbau bangkai.

           “Itu juga berlaku bagi siapapun yang berupaya mengancamku. Kalian semua akan kuubah jadi gagak…” kata Nadin.

Lihat selengkapnya