Nadine Wedding Day

IndaahNs
Chapter #1

PROLOG

 

Pesta pernikahan yang seharusnya berlangsung penuh suka cita itu, berakhir ricuh. Di atas pelaminan, pengantin wanita mengangkat gaun putihnya tinggi-tinggi, berlarian, mengejar wanita yang memakai cheongsam warna pastel. Si pengantin pria berusaha menghentikan sang Istri, tetapi sang Istri lebih licin dari seekor belut. Mereka justru berakhir seperti sedang bermain ular naga. Pembawa acara hari ini terlihat kebingungan. Dia berusaha menghentikan perseteruan itu dengan suara, tetapi berakhir sia-sia. Bahkan mungkin gempa bumi sekalipun, enggak akan bisa menghentikan perseteruan mereka.

Wanita dengan cheongsam pastel itu bukanlah pelakor. Dia juga bukan barisan mantan sakit hati yang berniat menghancurkan pesta pernikahan, bukan pula istri pertama yang tidak rela dimadu. Mereka adalah sepasang kakak-adik yang sedang meledakkan bom yang selama ini berhibernasi karena perang dingin.

Musik dimainkan dengan nada keras, mengiringi kerusuhan itu, sekaligus mencegah suara mereka sampai ke telinga para tamu yang sedang berdiri sambil merekam dengan kamera ponsel. Bisik-bisik mulai terdengar, tentang betapa memalukannya tingkah keluarga Koeswandi. Atau bagaimana sedihnya si pengantin karena pesta pernikahannya dirusak. Namun, mereka tak benar-benar tulus menyampaikan simpati. Justru kehebohan seperti ini, akan jadi bahan untuk trending di media sosial.

Vivian, gadis berusia tiga belas tahun dengan dress putih selutut itu memegangi handycam, merekam setiap momen itu dengan tawa cekikikan, membuat kameranya tidak fokus. Sesekali dia menggigit kue keranjang kesukaannya seolah sedang nonton drama di ruang keluarga. Seandainya meja prasmanan juga menyediakan popcorn, pasti akan sangat menyenangkan.

“Ayah sama Tante Nadine lagi main ular naga, ya?” Nando, anak laki-laki berusia delapan tahun itu berujar dengan nada polos. Dia memakai setelan jas berwarna krem lembut dengan dasi kupu-kupu di bagian leher. Rambutnya disisir rapi dan diberi pomade. “Aku juga pengin main.”

Vivian menoleh, menundukkan pandangan karena Nando lebih pendek darinya. Usia mereka hanya berjarak empat tahun, tapi kenapa Vivi merasa Nando sangat bodoh? “Mereka itu lagi berantem, tahu. Tinggal nunggu adegan jambak-jambakan aja.”

“Hah?” Nando tampak terkejut. Matanya mengedip polos. “Kenapa mereka berantem?”

Vivian mengedikkan bahu. Dia sama sekali tak sadar sudah menjadi api yang memantik sumbu bom yang sedang meledak itu. “Mana aku tahu. Itu kan urusan orang dewasa.”

Nando menatap konfeti besar di kedua tangannya. “Padahal aku udah siap ledakkin konfeti ini setelah acara potong kue. Tapi kayaknya sekarang enggak diperluin lagi, ya?” raut wajah Nando terlihat kecewa. “Padahal aku suka banget main ini.”

Tiba-tiba Vivian tercetus sebuah ide. “Ledakkin sekarang aja kofetinya.” Vivian menepuk-nepuk punggung mungil Nando memberi semangat. “Mungkin mereka bakal berhenti.”

Mata Nando tampak berbinar. “Jadi, aku bisa bikin mereka berhenti bertengkar pakai ini?”

Lihat selengkapnya