Nadine Wedding Day

IndaahNs
Chapter #10

9. Pecah

Nadine… jelas terkejut.

Memangnya siapa yang tak terkejut melihat Liliana yang tiba-tiba mendatangi Nadine di pelaminan dengan muka garang dan langkah tegap? Apalagi di tengah-tengah acara potong kue? Liliana jelas menjadi pusat perhatian menggantikan Nadine. Mereka saling bertatapan, tapi Nadine sama sekali tak mengerti apa yang akan dilakukan Liliana.

Kakaknya ini enggak lagi kesurupan, kan? Dia nggak akan tiba-tiba menampar Nadine di depan semua orang, kan? Apa yang membuatnya terlihat begitu marah?

“Kalau bukan sekarang, Cici mungkin nggak akan punya keberanian lagi.” Liliana berujar dengan nada tegas, ketika jarak mereka tersisa satu langkah. “Udah saatnya kamu berhenti bersikap egois dan merasa jadi orang paling menderita di dunia, Nadine. Sampai-sampai semua orang harus maklumin kamu, tapi kamu sendiri nggak melakukan hal yang sama.”

Kenapa… tiba-tiba?

Nadine berusaha untuk bersikap tenang, meski hatinya mulai dipenuhi bara emosi. Biar bagaimana pun, Nadine nggak akan membiarkan pesta pernikahannya hancur karena ulah Liliana.

“Apapun yang mau Cici omongin, kita bisa lakuin itu nanti setelah acara selesai.” Nadine mengulas senyum tipis. “Karena itu tolong, Cici turun dulu, oke? Cici udah dewasa, kan? Cici pasti tahu kalau tingkah Cici ini kekanak-kanakan dan nggak sopan.”

“Kekanak-kanakan, kata kamu?” Liliana memutar bola mata. Dia menunjuk Nadine dengan ujung kipas tangannya. “Kamu yang kekanakan, Nadine. Kamu memusuhi Damar dan nendang dia keluar dari keluarga Koeswandi. Bahkan setelah dua puluh tahun berlalu dan dia memberanikan diri buat muncul, kamu natap dia dingin dan nyuruh dia pergi. Apa itu nggak egois dan kekanak-kanakan, namanya? Biar gimana pun, Damar itu koko kamu. Dia juga berhak ada di sini.”

Nadine mengerjapkan mata. Jadi, tujuan Liliana repot-repot naik ke pelaminan dan jadi pusat perhatian, adalah karena dia ingin memulai perang? Dari sekian banyak waktu, Liliana memilih untuk menghancurkan pesta Nadine. Liliana itu… memang sengaja, kan? Dia—demi membela Damar, dengan nggak tahu malunya menginterupsi pernikahan Nadine. Kesabaran Nadine juga ada batasnya.

“Dari dulu sampai sekarang, yang Cici sayang itu cuma Damar, kan? Apa pernah sekali aja Cici anggep aku sebagai adik? Waktu itu pun, Cici lebih milih nyelamatin diri sendiri dibanding jemput aku!” Nadine meninggikan nada suara, napasnya terengah-engah. Jika menyangkut masa lalu, entah kenapa Nadine tak bisa tenang. “Dan sekarang Cici nyebut aku egois? Padahal yang egois itu Cici!”

Haikal memeluk pundak sang istri berusaha menenangkan. Namun, Nadine sama sekali tidak berhenti. Di sedang meluapkan amarah yang dia pendam puluhan tahun. Selama ini, keluarga mereka pura-pura tidak tahu soal kejadian itu, menganggapnya tidak ada, dan bersikap normal layaknya keluarga harmonis pada umumnya, dengan menyimpan canggung yang terasa mencekik dan memuakkan. Nadine lebih suka tinggal di Belanda daripada harus menghadapi situasi seperti ini.

“Cici pasti sengaja kan bahas masalah ini di pesta pernikahanku? Cici sengaja hancurin pernikahan ini karena nggak pengin lihat aku bahagia!” Liliana jelas berhasil menyalakan bom di hati Nadine. “Kenapa harus sekarang di antara semua waktu? Kenapa?”

Liliana terdiam, sejenak, kemudian menyatakan pendapatnya, dengan lirih. “Karena kalau bukan sekarang, kita mungkin nggak akan punya waktu untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu.”

“Emangnya dengan bahas ini sekarang, bakal bikin kehormatanku balik lagi?” Nadine melangkah kian dekat. “Yang Cici bisa lakuin cuma ngehancurin hidupku! Aku nggak perlu kakak perempuan munafik kayak Cici!”

Satu tamparan langsung mendarat di pipi Nadine. Tentu saja Liliana pelakunya. Situasi berubah menjadi kacau.

Tergopoh-gopoh, Sarah naik ke atas pelaminan. Begitu pula dengan Tedja, Lusi dan David. Tedja memberikan kode pada MC untuk memainkan musik dengan keras, agar tidak ada satu pun tamu undangan yang mendengar percakapan berdarah ini.

“Berani-beraninya, Cici nampar aku?” Nadine murka. Secepat kilat, dia membalas dengan menjambak rambut Liliana, tetapi Liliana lebih dulu melarikan diri. Alhasil, Nadine harus mengejar kakaknya itu sambil menjinjing roknya. “Jangan lari! Jangan coba-coba kabur!”

Haikal speechles, begitu pula dengan David. Otak mereka mendadak blank sehingga tidak tahu harus berbuat apa. Haikal yang lebih dulu tersadar dan ikut berlari menghampiri Nadine, yang membuat mereka berakhir seperti permainan ular naga. Sementara itu, Lusi hanya terpaku. Sarah nggak bisa berbuat apa-apa, dan Damar ikut naik ke pelaminan berusaha menangkap Liliana.

Siapa yang menduga kalau pesta pernikahan yang harusnya berlangsung megah karena sudah lama dinantikan, malah jadi kacau?

“Cici berhenti!” Nadine berhasil meraih tangan Liliana. Mereka saling tatap sejenak dengan napas terengah. Lalu bencana itu tak bisa dihindari lagi. Nadine berhasil menjambak Liliana dan membuat kondenya terlepas, begitu pula dengan hiasan bunga segede gaban itu. Liliana bahkan nyaris terjengkang.

“Kamu pikir ini nggak sakit? Berani ya kamu sama orangtua!” Tangan Liliana juga terulur untuk menjambak Nadine sampai veil-nya terjatuh.

“Orangtua macam apa yang bertingkah kekanakan gini?” Nadine berteriak marah. “Cici nggak sadar lagi ngerusak pesta pernikahan orang?”

Haikal dan Tedja langsung sigap berusaha melepaskan tangan keduanya. Haikal menarik pinggang Nadine, dan Tedja berusaha menarik Liliana.

“Kyaaaak!”

Setelah pertarungan yang menguras emosi itu, akhirnya cengkeraman keduanya sama-sama terlepas. Keduanya masih saling melempar tatapan membunuh kayak ayam jantan petarung. Seolah menunggu waktu paling tepat untuk menyerang lagi.

Lihat selengkapnya