Naga, Jangan Bucin!

Bentang Pustaka
Chapter #2

Chapter 01 || Naga

 Mobil mewah yang kunaiki berhenti di dekat gerbang sekolah. Sopir membukakan pintu, aku pun keluar dan berjalan santai menuju gedung kelas. Paparan sinar matahari tak akan melukai kulitku yang sudah terproteksi krim anti UV. Hari ini, aku harus selalu ganteng. Soalnya, aku mau kasih bingkisan yang ada di tangan ini ke seseorang yang kukagumi sampai mati. Siapa lagi kalau bukan Kak Gadis tersayang.

Seseorang berjalan menghampiriku, Petro si cowok jangkung dengan mata belo. Setiap orang punya kebiasaan buruk, seperti aku yang suka rebahan tidak sadar waktu. Petro pun sama, dia suka utang. Semoga, kali ini tidak.

“Naga, sore ini latihan jangan lupa, ya!” kata Petro.

Syukurlah dia tidak pinjam duit. “Iya, gue inget, kok.”

“Sama itu, Ga.” Dia menggosok-gosokkan tangan dengan wajah seperti berpikir.

Sudah kuduga. “Goceng?” Aku mencoba peka.

“Cebanlah,” tawarnya.

Aku merogoh saku, mengeluarkan uang lima puluhan. Sepuluh ribunya tadi sudah buat bayar parkir pas mampir di minimarket. “Nih, segini aja ya.”

“Gue bayar cicil, ya,” kata dia.

“Mau dicicil berapa kali?”

“Sepuluh?”

“Buat lo aja kalau gitu mah!” Aku yang sehari dikasih uang jajan satu juta, tentu tidak masalah kehilangan lima puluhan.

Di balkon depan kelas, dua teman cewekku sedang mengobrol. Mereka terlihat asyik membicarakan orang lain. Selain sarapan, gibah itu rutinitas yang enak dilakukan di pagi hari. Untung saja, ibuku tidak suka karena dia jarang keluar rumah.

“Gue sayang banget sama dia. Gue maunya deket dia terus!”

“Lo mah bucin!”

“Kenapa sih apa-apa dibilang bucin? Romantis tahu!”

“Kalau lo ngapa-ngapain kepikiran dia, terus lo ngilangin logika demi sama dia. Itu bucin! Romantis itu saat lo bisa lakuin hal istimewa buat dia dan hal yang istimewa nggak dilakuin setiap saat!”

Mereka membicarakan bucin? Menurutku, bucin adalah hak semua rakyat. Kita berhak bucin walau objeknya belum kita miliki sekalipun—berhalu. Ya, asal semuanya terkendali dengan santuy. Bucin is fine activity, guys!

“Pagi Ara! Pagi Citra!” sapaku saat sampai di depan kelas. Keduanya hanya menoleh dengan mata yang menyipit. “Kalian pakai sunglasses deh, soalnya gue takut mata lo berdua nggak kuat lihat sinar ketampanan gue.”

“Baru aja gue mau muji lo hari ini tambah ganteng, tapi malah songong duluan,” ujar Tiara—dipanggilnya Ara—si cewek berambut keriting itu seperti menyesal.

“Ngapain lo mau muji Naga, palanya makin gede kalo dipuji!” Citra yang berambut pendek itu tampak kesal.

“Apaan nih?” Alfa yang datang dari belakang langsung merampas bingkisan yang ada di tanganku.

“Woy! Maling!” seruku sambil nunjuk cowok yang sudah masuk ke kelas itu. Aku mengejarnya. “Sini, balikin!”

“Lah, kenapa? Orang biasanya lo bawa jajan, gue ambil biasa aja,” kata Alfa yang memang punya kebiasaan merampas apa yang aku bawa.

“Itu beda!” seruku.

Saat Alfa lengah, teman sebangkuku yang memakai kacamata mengambil alih apa yang dipegang cowok tengil ini. “Ini punya Naga!”

Thanks, Vin!” Aku bangga dengan Kevin.

“Ini Naga bikin sendiri semalaman, cuma buat Kak Gadis. Iya nggak?” goda Kevin.

“Bucin!” semua anak di kelas meneriakiku.

Kevin sialan!

***

“Ayo maju, Ga! Itu Kak Gadis.”

Lihat selengkapnya