Naif, Bahagia Atau Luka

Aylani Firdaus
Chapter #5

HOW WE MET?

Sesuai janji, hari ini aku bakal ikut latihan boxing dan Adam akan menjemputku. Matahari terasa begitu terik yang secara mendadak membuat dahaga kering saat turun dari bus. Entah mengapa aku menyukai aktivitas menunggu sampai mengejar bus meskipun ada motor skuter yang tentunya lebih praktis.

Terkadang mesin itu hanya dipakai keluar untuk beli peralatan lukis saat mengisi waktu senggang atau digunakan ibu pergi berbelanja bahan katering.

Rumah tampak kosong, mungkin ibu sedang berbelanja. Sambil menunggu Adam menjemputku, aku mengemas barang yang bakal dibutuhkan saat latihan sampai tak lama kemudian terdengar jelas bunyi mesin motor miliknya. 

*****

Tempat latihan penuh dengan teriakan semangat, suara memukul samsak dan semua kegaduhan di dalamnya. Rasanya sudah lama sekali tidak berada disini meski baru beberapa bulan. Pelatih boxing tak lain adalah pamanku sendiri, adik kandung ibuku. Namanya Paman Heri, sering kupanggil dengan sebutan Pelatih Heri agar tak ada kesenjangan saat latihan.

Aku sempat berhenti berlatih beberapa bulan lalu hanya masalah bosan yang entah sering terjadi padaku dan tak mengerti jika Adam malah ikut berhenti latihan. Sekarang? dia menyeretku kembali ke tempat ini.

Mataku menyapu seluruh ruangan, ingin menemukan adanya perubahan selama aku pergi. Ruangan sebesar aula dengan cat putih sebagai latar belakang, lengkap dengan loker penyimpan barang di pojok belakang dan ada dudukan kursi panjang di pojok samping ruangan untuk beristirahat. Ada sekitar dua puluh orang yang ikut dalam latihan, tidak termasuk kami berdua. Pamanku hebat mengurus semua ini sendirian. Rasanya tidak ada yang berubah, semua masih sama seperti dulu.

Aku dan Adam menghampiri Paman yang tengah melatih seseorang. Sebenarnya, berniat menyapa terlebih dahulu.

Mataku melewatkan sebuah perubahan besar dalam tempat latihan ini. Dia... sedang berlatih dengan pamanku! Sejak kapan? Sejak kapan dia berada disini? Apa tepat saat aku berhenti?  

"Kukira kalian tidak akan kembali latihan lagi," ujar Paman saat melihat kami datang. Senyum lebar mengembang di wajahnya.

"Tidak…" kata Adam yang memulai bicara dengan Paman, ia akrab dengannya.

Entah apa yang mereka bicarakan, aku sama sekali tak menyimak atau memerhatikan mereka alih – alih merasa gugup secara mendadak. Sampai akhirnya pembicaraan mereka selesai. Mungkin tersadar jika ada orang lain di samping mereka. Paman beralih pada dia yang entah mengapa semakin membuatku gugup. 

"Kenalkan... dia Angga, baru mulai latihan sekitar satu bulan yang lalu." Paman memperkenalkan dia pada kami. Mereka bersalaman sambil mengucapkan kembali nama masing – masing. 

"Angga,” ucapnya dengan nada tegas.

Angga. Nama yang bagus, seperti pemilik nama itu sendiri.

"Adam," ucapnya dengan nada sama tegas. Perlahan mereka melepaskan jabatan tangan itu dan tampak memperhatikan satu sama lain sebelum akhirnya Adam membuka mulut.

"Aku mengenalnya, dia satu sekolah denganku. Tapi kita tak pernah sekelas. Apa kau sering melihatku juga di sekolah atau di kantin?" tanya Adam merasa tertarik. 

Lihat selengkapnya