NAIK KASTA

Lestari Zulkarnain
Chapter #4

Chapter tanpa judul #4

-------

Azan Magrib berkumandang, aku bersiap untuk salat. Kulihat Nyonya Rabiah masih asyik menonton TV.

“Nyonya, saatnya salat, TV dimatikan, ya, nanti Nyonya kubimbing.”

Beliau mengangguk antusias. Seperti ada rasa dahaga akan kerinduan pada Sang Pencipta.

“Mari Nyonya kita ambil wudhu.”

Aku memapahnya ke kamar mandi dan membimbingnya untuk wudhu. Setelah itu, kupapah kembali ke kamar dan mendudukkannya di kursi dengan mengahadap kiblat. Kupakaikan mukena padanya.

“Tunggu ya, Nyah, aku wudhu dulu.”

Aku bergegas mengambil air wudhu, setelah itu salat bersama, dan aku sebagai Imamnya. Setelah itu berdoa kemudian aku lanjutkan dengan tilawah. Kulihat Nyonya menitikkan air mata, entah apa yang dipikirkan, tetapi aku tak berani menanyakan, biarlah.

“Nanti Nyonya harus belajar tidak bergantung dengan kursi roda, juga tidak bergantung dengan diapers.” Lanjutku. Diapun mengangguk.

Alarm pagi berbunyi tepat pukul 04.00, sengaja aku setting lebih awal agar waktunya cukup untuk memandikan Nyonya dan tidak kesiangan ketika salat Subuh.

Kubangunkan Nyonya untuk mandi meski sepertinya agak malas, tetapi harus aku paksa dan membiasakannya

Seperti biasa, aku memapahnya ke kamar mandi. Aku membuka pakaiannya. “Owh Nyonya, Nyonya tidak mengompol? Berarti besok nggak perlu pakai diapers lagi, ya,” ucapku senang karena sudah ada perubahan.

Wanita berusia senja itu mengangguk.

Aku pun segera memandikan beliau. Pertama menyiram dari ujung kaki hingga ke atas. Lalu menyamponya agar kutu yang mengganggu kepalanya segera hikang. Rencananya hari ini aku mau titip sama Mbok Tinah untuk membelikan sisir kutu.

Selesai mandi, kupapah lagi ke kamar dan kupakaikan baju, kubedakin agar terlihat segar dan wangi, lalu kupakaikan mukena. Aku mendudukkan dikursi menghadap kiblat. Sembari menunggu azan Subuh, kustelkan murottal. Sementara itu aku bergegas mandi.

Kali ini aku berencana jalan-jalan ke Bundaran dan mengajak Nyonya Rabiah. Nanti akan aku ajarkan berjalan. Aku yakin suatu hari nanti Nyonya Rabiah bisa sembuh, sebab dilihat dari penyakitnya, sepertinya masih ada harapan. Hanya anak-anaknya saja yang malas untuk merawatnya serta kurang sabar.

Aku keluar kamar bersama Nyonya Rabiah yang telah rapi dan wangi. Kudorong kursi roda menuju meja makan karena waktunya sarapan. Di meja makan, kulihat Nyonya Siska dan Tuan Khalil sedang menikmati sarapan.

Tuan Khalil dan Nyonya Siska memandang ke arah kami. Pandangan Nyonya Siska hanya datar, berbeda dengan Tuan Khalil dengan senyum mengembang menyambut Umminya. Terpancar dari matanya menyiratkan kebahagiaan. Tuan Khalil langsung berdiri dan menyambut Umminya kemudian menyalami serta mencium keningnya.

“Apakah Ummi baik-baik saja hari ini? Ummi terlihat lebih segar dan bersemangat,” kata Tuan Khalil sambil jongkok di hadapan Umminya yang berada di kursi roda.

Nyonya Rabiah mengangguk-anggukan kepala, sambil tersenyum. Tangan kirinya mengelus kepala Tuan Khalil. Sementara itu aku menghampiri Mbok Tinah.

“Mbok, nanti kalau ke pasar, aku nitip serit ya, itu lho, sisir yang buat kutu,” kataku kepada Mbok Tinah.

Lihat selengkapnya