Nak, Jangan Jadi Guru

Ridar Kurnia Pratama
Chapter #3

Pulang

Bel ketiga berbunyi. Anak-anak pun riang, kantuk pun hilang. Mereka bergegas memanggil wali kelas dengan antusias tak seperti pada jam-jam pembelajaran sebelumnya. Mereka wajib berpamitan pada wali kelas agar dapat kunci loker dan membawa pulang barang-barang mereka. Piket kadang hanya dilakukan seadanya. Sebagian besar siswa hanya memilih untuk menyapu sedapatnya, sisanya dilaksanakan oleh siswi-siswi penolong siswa-siswa.

Namun, solidaritas kelas 9A sangat tinggi. Mereka memanggil pak Thorik ke kelasnya untuk closing time sekaligus memberikan semangat pada pak Torik melalui gambar doodle di papan tulis, ruang kelas yang rapih serta tulisan SEMANGAT PAK, KAMI AKAN SELALU ADA UNTUK MENDUKUNG DAN MEMPERCAYAI BAPAK.

Sederhana, sejenak, segala kenakalan mereka terlupakan dan hanya pelukkan yang ingin dilakukan. 9A sangat membanggakan diri karena mendapat wali kelas pak Thorik, padahal pak Thorik selalu berpesan untuk tidak membanggakan diri karena tiap guru punya caranya masng-masing untuk jadi terbaik dan membahagiakan murid-muridnya.

First you reach them, then you get them, merupakan prinsip dasar yang diterapkan pak Torik untuk mengokohkan diri menjadi seorang guru. Kata-kata tersebut beliau tuliskan di diary beliau silam, yang penuturnya entah siapa.

. . . . . .

Selepas siswa/i pulang dan meninggalkan ruang kelas, pak Thorik masih berada di kelas, membaca kembali cita-cita yang sudah dituliskan pada sticky note dan ditempel pada mading kelas. Beliau duduk dan melihat satu persatu cita-cita yang sudah dituliskan. Beliau selalu percaya bahwasannya memiliki cita-cita sejak SMP akan sangat berpengaruh pada hal-hal yang harus diambil ke depan nya. Beliau tidak ingin ada siswa/i nya yang menjadi guru, meskipun ia adalah seorang guru. Beliau selalu ingin siswa/i nya lah yang nanti akan berpengaruh bagi bangsa ini, bukan kembali mempengaruhi generasi penerus bangsa ini.

Pak Thorik heran kenapa siswi sekelas Keshya cita-cita nya hanya ingin menjadi guru. Padahal Keshya memiliki prestasi yang cemerlang dan kemampuan nya di bidang baik akademik maupun non akademik pun sangat baik ditambah dengan keluarga nya yang tergolong sangat mampu. Beliau berencana membahas ini lebih lanjut dengan Keshya, meski bukan tergolong masah-masalah umum dalam dunia pendidikan, tetapi pak Thorik selalu memberi perhatian lebih bagi siswi nya yang beliau rasa perlu diselamatkan.

. . . . . .

Lihat selengkapnya