"Waalaikumussalam nak, mau dengerin narasi yang sama lagi dari Ibu?"
"hehe ya Ibu tau lah bu anak Ibu ini masih ajja anak Ibu yang kadang perlu tempat curhat."
"Ya makanya dong cepetan cari -"
"Ibuuuuuuuuu."
"hehe seru ya ledek-ledekan tuh, Ibu berasa masih muda."
"Ibuu, biasanya kalo yang berasa muda berarti tandanya udaaaaaaaaah-"
"hush"
Pak Thorik dan Ibunda pun bercanda ria melalui panggilan tersebut dan tidak pernah kehabisan topik pembicaraan. Selepas Pak Thorik mengakhiri panggilan tersebut, ia mengambil buku diarynya dan menuliskan nasihat yang didapatkan selepas menelfon Ibunya.
Kata Ibu untuk Aku dan para Guru
Nomor 4 merupakan 1 poin tambahan yang ia tuliskan hari ini. ke 3 poin sebelumnya merupakan nasihat Ibunya yang telah ia dapatkan selama satu bulan. Ya, setiap bulan berganti pak Thorik selalu memulai lagi dari angka 1 dan tidak melanjutkan nomor sebelumnya. Ia percaya bulan baru merupakan lembar baru untuk belajar hal baru maupun belajar dari lembar sebelumnya.
Pak Thorik hanya ingin meyakinkan bahwasannya menjadi guru bukanlah sebuah kesalahan. Padahal Ibundanya tidak pernah mempersoalkan anaknya menjadi guru, bahkan sebaliknya, beliau sangat bangga memiliki putra yang menjadi guru.
Beliau kerap kali menampik omongan orang perihal guru maupun pendidikan bedasarkan pengalaman anaknya. Kini, banyak anak muda di desanya yang berniat menjadi guru. Tentu saja, pak Thorik tidak mengetahui hal itu.
Sering kali Ibu Marni, Ibunda pak Thorik pun dimintai pendapat mengenai cara mengajar dan tips menjadi guru yang baik oleh para guru maupun calon guru. Sebuah berkah tersendiri yang Ibunda dapatkan saat anaknya menjadi guru. Beliau membagi guru menjadi dua, guru formal dan non-formal. Beliau percaya siapapun dapat menjadi guru bagi siapapun yang mau rendah hati untuk belajar. Terlepas dari guru sebagai profesi. Beliau mengikuti asas Tri Pusat Pendidikan yang diungapkan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwasannya pendidikan berlangsung di tiga lingkungan: keluarga, sekolah dan masyarakat. Secara tidak langsung beliau mengembalikan fungsi keluara dan masyarakat sebagai sarana pendidikan yang juga dekat dengan anak-anak.
. . . . . .