Nak, Jangan Jadi Guru

Ridar Kurnia Pratama
Chapter #7

Bergantung

Keshya bisa bantu Ibu, Keshya bisa bantu Bapak, Keshya tolong bantu jawab, Keshya tolong bantu jelaskan. Keshya, Keshya, Keshyaaaaaaa!!!

Pensil, pulpen dan sticky notes yang selalu ada di atas meja Keshya pun terjatuh. Keshya berdiri dari tempat duduknya, meringis kesakitan sambil mengelus-elus lututnya. Sheila menahan meja Keshya yang sedikit terangkat. Jenii mendekati Keshya dan merangkulnya.

"Tenang Sya, kita ada ko buat elo." Banyu sedikit menekankan kalimatnya.

Pertemanan di SMP Brighter Depok sudah terjalin begitu akrab karena kebersamaan murid-muridnya sejak TK. Tidak semua memang datang dari sekolah yang dinaungi oleh Yayasan, tetapi cara mereka memandang pertemanan sudah jauh begitu baik. Rahasia pribadi atau per kelompok mungkin tetap ada. Namun, sebagian besar dari mereka sudah saling mengerti satu sama lain, mulai dari masa kecil sampai kisah cinta-cintaan.

"Thanks ya guys." Ucap Keshya sambil duduk kembali

"Sorry ya Sya, kita belum bisa jadi sebagus elo di mata guru," ucap Sheila yang nampak simpati sekaligus kesal.

"Eh eh ngga Sheila, bukan gitu itu bukan, bukan salah kalian ko." Keshya menimpali, merasa tidak enak karena sudah merepotkan.

"Gimana ya guys, kadang sebenernya kita itu mau jawab tapi emang kadang yang dilirik ya yang udah keliatan ajja," Jeni menambahkan

"Ah ngga juga sih," Bayu melanjutkan dengan cepat. "Kadang kita tuh yaa, semuanya bisa ngomong, bisa berpendapat ya karena topiknya enak ajja, terus pembawaannya gurunya juga lebih ke mengajak rather than menyuruh/meminta." Bayu menutup kalimatnya dengan begitu percaya diri

"Tumben lo bener Bay." Ucap Sheila sambil tertawa dan diikuti oleh seluruh siswa/i kelas 9A

Mereka pun melanjutkan perbincangan dan candaannya di kelas. Tidaak ada yang bertindak sok memotivasi, menasihati atau menjadi yang paling benar. Semua bisa normal kembali hanya karena ketulusan mereka. Mereka memang nampak tidak melakukan apa-apa, tetapi terkadang tidak apa bukan tidak melakukan apa-apa?

. . . . . .

Pak Torik mempersiapkan daftar nilai dan memegang pensil di tangannya. Buku demi buku diambil dari tumpukan tugas siswa/i. Saat ini adalah jadwalnya untuk memeriksa penugasan yang telah ia berikan. Writing, adalah salah satu bentuk penugasan favorit beliau. Sudah jauh-jauh hari pak Torik mempersiapkan penugasan ini. Beliau percaya kesulitan dalam sesi writing bukan dari strukturnya, unsur bahasa ataupun gaya bahasanya. Melainkan, topik yang tidak disukai oleh siswa/i. Terkadang, menghabiskan waktu 1 sampai 2 hari hanya untuk menemukan topik yang sekiranya dapat membuat anak-anak mencintai proses writing. Kemudian seiring waktu berjalan, anak-anak akan lebih jujur pada tulisannya dan mampu secara tidak langsung menunjukkan karakter mereka melalui gaya bahasa yang mereka tuliskan.

Beliau berpegang pada quote yang diungkapkan oleh William Butler Yeats, " "Education is not the filling of a pail, but the lighting of a fire."

Setelah masuk ke dunia mereka, setelah bertemu dengan mereka, setelah berinteraksi dengan mereka, setelah diterima oleh mereka, buatlah mereka tahu bahwasannya mereka pun diterima oleh kita.

"Write about Someone You Admire"

Sebagian besar siswa/i pak Torik masih mengaitkan kata admire dengan kata favorit remaja saat ini yaitu cinta. Saat pertama kali diberikan, suasana kelas pun riuh.

sir what do you mean with admire?

wah sir I still small I don't understand love love.

sir sir may I write about my idol?

sir sir this one safe right?

sir I shy sir

sir may I just write the initial

sir don't tell him ok

Lihat selengkapnya