Naka Wulang

Ntalagewang
Chapter #5

Radio

Jarum jam menunjukan pukul tiga sore, masih dengan seragam Sekolahnya, Wulan berlari cepat masuk ke dalam rumah setelah dia melepaskan sepatu sekolahnya di teras depan rumah. Dia pergi ke arah lemari tua yang sudah mulai menghitam karena asap. Dia duduk di depan lemari, membuka kain penutup tape dan menyalakannya. Wulan mengatur frekuensi Radio ke frekuensi favoritnya. Selain itu dia juga sudah menyiapkan ponsel dalam genggamannya. Wulan merupakan salah satu pendengar setia salah satu radio di Kota Ruteng. Setiap jam tiga sore dan jam tujuh malam, Wulan akan selalu mendengar dan mengirimkan salam untuk sahabat dan teman-teman dekatnya di Sekolah.

Setiap harinya dengan pesan yang sama, orang yang sama, dan lagu yang dia request sesuai dengan suasana hatinya saat itu. Tetapi sore ini berbeda, dia mengirim pesan untuk seseorang yang spesial baginya, seseorang yang tidak bisa ia sebutkan namanya.

"Wah ... sepertinya Wulan sedang jatuh cinta. Sama siapa tuh? Bisa dong cerita-cerita sama kita." Ucap salah satu penyiar radio.

Wulan request lagu dari Keane Some Where Only we know. Lagu itu merupakan lagu kesukaan Wulan.

"Kamu sudah gila yah, senyum-senyum sendiri seperti itu?" Wulan tidak menyadari kehadiran Bia disana. Bia sedang memegan sebuah piring kaca yang berisikan kue Lemet, kue ini terbuat dari Singkong yang di parut dan di campurkan dengan kelapa, gula merah dan di bungkus daun pisang. "Kamu baru pulang? Ada kelas tambahan?"

"Tidak. Tadi aku ke perpustakaan kota." Jawabnya. Wulan berdiri dan menerima piring makanan yang di berikan oleh Bia.

"Untuk apa kamu kesana?"

"Aku harus mengerjakan tugas Sastra. Oh iya, kamu harus tau kalau Naka satu kelas dengan ku dan dia teman sebangku ku."

Bia tertawa mendengarnya dan memberikan selamat pada Wulan. "Aku tidak tau seperti apa hari-hari yang akan kau lewati nantinya, Anthonio." Ledeknya. Mereka semua tau seperti kedekatakan Wulan dan Naka.

Wulan meletakan piring makanan berisi lemet diatas meja lalu menutupnya dengan tudung saji. Sore itu rumahnya masih kosong, kedua orang tuanya masih di kebun dan dia tidak tau kemana adik-adiknya pergi.

Wulan pergi ke kamarnya, dia mengganti baju rumah lalu mengajak Bia untuk duduk di teras sementara Wulan hendak membersihkan halaman rumahnya, rutinitas sore yang biasa dia lakukan.

"Anthoniusss!!!!!"

Suara teriakan menggelegar sore itu, mengalahkan lagu dari radio yang sebelumnya memang sengaja ia kencangkan suaranya.

"Lihatlah Anthonius, teman sebangkumu datang." Ledek Bia.

"Untung saja Bapaknya Wulan sedang di ladang. Jika tidak, apakah kau masih punya keberanian untuk memanggilnya dengan nama Bapaknya?" tanya Ayu.

"Sepertinya itu bukanlah sesuatu yang berbahaya bagi Naka, dia sudah mengumandangkan nama Anthonius sejak lama."

Naka memperhatikan sampah daun kering yang sudah di kumpulkan oleh Wulan, dan dengan sengaja dia cecerkan lagi.

Wulan menatapnya dengan kesal. "Rasanya aku ingin membunuhmu Naka. Kau pikir tidak lelah membersihkan dedauanan kering ini?" Tanya Wulan.

"Tidak." Sahutnya santai.

Wulan hendak memukul Naka dengan sapu lidi yang dia pegang, ketika dia mendengar lagu dari Keane. Wulan meletakan sapu lidinya dan berlari masuk untuk menaikan volume radionya.

"Kebiasaan, kalau lagu kesukaannya keluar, satu kelurahan harus dengar." Gumam Bia.

Lihat selengkapnya