Wulan baru saja menyelesaikan pekerjaannya, membersihkan dan merapikan meja makan, lalu mencuci piring membereskan dapur. Dia juga pergi ke dapur belakang yang masih menggunakan kayu, dia meletakan sisa-sisa makanan untuk makanan Babi. Ponsel di kantong celana Wulan berdering, dia mengeringkan tanganya yang basah, sebelum dia menerima teleponnya.
"Wen ... mau kemana kamu?" Teriak Wulan ketika dia melihat Wen keluar rumah sambil membawa sarung. Dia mengabaikan telepon masuk di ponselnya. "Wen !!!" Panggil Wulan karena Wen tidak menghiraukannya. Wulan mengejarnya keluar, dan langkah kakinya terhenti saat dia berpapasan dengan Om Inok yang saat itu sudah menggandeng Wen.
"Teriakan kamu bisa membuat heboh satu kelurahan," kata Om Inok. "Wen sama Om mau pergi ke lapangan takraw. Hari ini om mau main." Jelas Om Inok. Dia memang suka sekali main takraw, dia jago dalam permainan itu. Terkadang ada yang suka taruhan saat pertandingan tak jarang Om Inok sering mendapatkan uang dari permainan Takraw. Wulan dan adik-adiknya selalu mendapat jatah uang jajan dari Om Inok.
Di kompleks rumah Wulan, ada lapangan takraw dan lapangan Badminton. Biasanya setiap malam selalu ada pertandingan disana, anak-anak juga suka bermain disana karena cahaya lampu yang terang. Mereka suka bermain sarung-sarungan, ada juga yang bermain badminton di pinggir lapangan menggunakan papan ataupun sandal.
Karena Wen pergi dengan Om Inok jadi Wulan mengijinkannya. Wulan kembali kedalam rumah dan menelpon kembali orang yang sebelumnya menelpon.
"Ada apa Ira?" Tanya Wulan. "Aku? Aku di rumah. Kenapa?"
"Yasudah, aku ke rumahmu yah." Katanya. Tanpa menunggu jawaban dari Wulan dia langsung menutup teleponnya. Belum sampai lima menit, dia mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya, tak lama suara Ira juga terdengar memanggil nama Wulan.
"Lan ... ayo ikut aku. Ambil jaketmu kita ke lapangan Motang Rua." Kata Ira dengan penuh semangat.
"Untuk apa kesana? Sudah malam begini."
"Ada pasar malam disana. Ayo! Sekalian kita cuci mata."
"Kau mau aku di bunuh sama orang tuaku?" Tanya Wulan. Keluar rumah malam-malam bersama Ira, tentu saja akan membuat murka kedua orang tuanya.
"Ayo! Aku juga sudah mengajak Bia dan Ayu. Nanti mereka kesini dan minta ijin sama orang tua kamu, jadi kita bisa pergi sama-sama."
Wulan tetap menolak. Apalagi saat itu dia juga mendengar suara Ayahnya yang memanggilnya dari ruang tengah. Wulan bergegas menghampiri Ayahnya.
"Jangan kemana-mana. Sudah malam." Kata Ayahnya, dan terdengar Ibunya menggumam mengatakan hal buruk tentang Ira.
"Mama! Ira bisa dengar apa yang Mama katakan." Wulan merasa tak enak hati pada Ira. Pergaulan Ira memang sangat bebas dan mengerikan tetapi, dia tidak suka jika ada orang yang selalu mengatakan hal buruk tentang Ira karena itu seperti mereka mendoakan hal yang buruk tentang Ira.
Wulan masih di ruang tengah bersama kedua orang tuanya, ketika dia mendengar suara Bia dan Ayu. Tumben sekali kedua temannya itu mau mengikuti ajakan Ira, padahal biasanya mereka selalu menolak jika Ira mengajak mereka keluar malam. Ira sogok mereka pakai apa? Tampaknya Ira tau, jika Bia dan Ayu pergi maka orang tua Wulan akan mengijinkan Wulan.
Ayu dan Bia masuk menemui orang tua Wulan, mereka meminta ijin agar Wulan ikut dengan mereka berdua pergi ke Pasar malam dan berjanji akan kembali sebelum jam sepuluh malam.
"Ira ikut?" Tanya Mamanya Wulan. Dia khawatir jika anak perempuannya terjerumus ke pergaulan bebas seperti Ira.
"Iya Ira ikut. Tapi nanti Wulan tetap sama kami." Kata Ayu meyakinkan.
Orang tua Wulan memberi ijin walau dengan berat hati. Malam itu, Wulan boncengan dengan Ira dan Ayu dengan Bia.
"Sedih ya Lan jadi aku. Tampaknya semua orang tua disini tidak mau jika anaknya bergaul denganku." Kata Ira.