"Bagaimana rasanya di hukum? Enak kah?" Tanya Naka, ketika dia mendapati Wulan tampak meringis kesakitan sambil membersihkan kerikil kecil yang masih menempel di lututnya.
Wulan mendongak sebentar lalu mendengus kesal. Naka menanyakan pertanyaan yang tidak penting. Tentu saja dia merasakan sakit dan juga malu, pentol pedas yang sebelumnya dia beli kini tak terasa nikmat lagi.
Naka mengambil plastik bungkus pentol pedas yang belum di makan sama sekali oleh Wulan, hukuman yang di berikan padanya sangatlah melelahkan setelah berlutut dia harus berdiri dengan menaruh tangan di kedua kupingnya. Selain rasa sakit, dia juga harus kehilangan nilai praktikum Sastra karena dia tidak hadir di kelas.
"Naka! Kembalikan pentolnya!" Teriak Wulan. Dia melompat beruasaha mendapatkan pentolnya saat Naka sengaja menaikan kedua tangannya. "Berikan padaku!!!"
Alih-alih memberikannya, Naka malah tersenyum menggoda Wulan dan membuat gadis itu semakin kesal.
Wulan merengut kesal, dan membiarkan Naka bertingkah semauanya, hingga akhirnya dia mengembalikannya pada Wulan sembari memamerkan senyumannya.
Wulain meraihnya lalu membuka bungkusannya, kemudian menawarkannya pada Naka.
"Kau memang teman sebangku ku yang baik."
"Aku bukan temanmu dan aku membagimu makananku karena aku melihat kau begitu menginginkannya."
"Lalu aku siapa bagimu, Anthonius?" Tanya Naka. "apakah kau akan memberikan apapun yang ku inginkan darimu?"
Tidak ada jawaban dari Wulan dan Naka pun kembali iseng dengan menarik wajah Wulan untuk melihat kearahnya. Wulan begitu terkejut saat keduanya saling bertatapan dan sangat dekat. Perasaannya berdebar-debar, dia juga mulai merasakan wajahnya hangat.
"Ahh pedas!!!" Dia pura-pura berteriak, padahal saat itu dia tidak sanggup bertatapan dengan Naka.
"Kau orang Manggarai bukan? Masa makan pentol saja sudah kepedesan." Naka mengambil pentol yang di letakan Wulan diatas meja dan menikmatinya.
"Kenapa kau memakannya? Aku belum menawarimu lagi."
"Aku pikir kau tidak mau lagi, karena rasanya yang begitu pedas sampai membuat wajahmu seperti itu." Kata Naka. Dia meletakan kembali pentolnya di meja.
Tiba-tiba dari arah pintu Yani berteriak.
"Wulan, sepertinya Ibunya hanya memberikan sambal tomat saja di pentol yang kita beli, tidak ada rasa pedas sama sekali." Yani dan Wulan sama-sama penyuka pedas.
Wulan memalingkan wajah dan mendesis pelan. Kenapa Yani harus ada disana? Sungguh moment yang tidak tepat.
Naka sengaja mendekat kearah Wulan.
"Jadi ... "
"Jangan mengatakan apapun, nikmati saja makanannya!" Wulan beranjak pergi dari kelasnya berbarengan dengan bel masuk kelas.
"Mau kemana?" Tanya Yani.
"Ke toilet. Mau ikut?" Tanyanya ketus.