Sejenak Wulan mematung. Pagi itu, setelah dia membuka hordeng rumah, dia melihat ada seseorang berhenti di depan halaman rumahnya, tubuh orang itu membungkuk seperti Nenek yang tinggal tak jauh dari rumah mereka. Wulan memperhatikan apa yang di lakukan Nenek itu. Langit pagi itu masih sangat gelap hingga dia bingung kenapa Nenek itu ada disana sendirian. Dia memperhatikan wajah Nenek itu.
"Loh Nenek Roa?" Gumamnya pelan saat melihat wajah Nenek yang dia kenal. "Kenapa dia meludah disana?" Gumam Wulan sambil berpikir dan terus melihatnya. Matanya membelalak saat Nenek Roa meludah lagi. Wulan ingat cerita tentang Nenek itu yang memiliki ilmu hitam, bukan Suanggi tetapi setan telanjang yang suka berkeliaran di malam hari. Tadinya dia berpikir itu hanyalah gosip yang menyebar di mulut anak-anak, namun kini dia menyaksikannya sendiri. Dia melihat Nenek itu pergi dari halaman rumahnya, setelah itu Wulan pergi ke kamarnya untuk mengambil air berkat yang di berkati saat Misa Vigili Paskah. Wulan keluar rumah sambil membawa air berkat dan menyiraminya di ludah Nenek itu. Dia melakukannya karena sebelumnya ada juga temannya melakukan hal seperti itu. "Abu panas? Aku ingat dia juga menaruh abu panas, tetapi ... " dia diam karena dia belum menyalakan kayu bakar.
Setelah menyirami air berkat, Wulan kembali kedalam rumahnya dan melakukan aktifitasnya seperti biasa. Wulan memang selalu bangun subuh, untuk menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah. Dari rumahnya, dia juga mendengar suara Ayu yang sedang berbicara dengan seseorang. Ayu juga selalu bangun subuh sama seperti Wulan.
Satu persatu keluarga Wulan bangun. Yang pertama bangun adalah Om Inok. Saat Om Inok sedang kumur, Wulan menceritakan apa yang dia lihat tadi.
"Nenek-nenek bungkuk?" Ulangnya. Dia berpikir sebentar. "Bukannya dia sedang sakit?"
Wulan mengangkat bahu. "Tadi langsung aku siram dengan air berkat."
Wulan dan Om Inok masih membicarakan Nenek yang meludah di teras rumah, ketika Ibunya Wulan bangun dan menimpali omongan mereka berdua.
"Jangan di bicarakan kemana-mana Wulan." Ibunya memperingati Wulan. Walaupun Wulan menyaksikan sendiri, dia tidak mau Wulan menyebarkannya dan nantinya malah terdengar seperti sebuah gosip.
Di tegur seperti itu, Om Inok dan Wulan langsung diam dan Wulan melanjutkan aktifitasnya pagi itu.
"Wulan, tolong bantu ambilkan kayu di luar." Teriak Ibunya dari dapur belakang. Dia hendak memasak makanan Babi.
Wulan menyahut dan pergi mengambil kayu dan membawanya. Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Wulan bersiap-siap berangkat ke Sekolah.
Dari depan rumah terdengar suara motor dan teriakan seseorang yang sudah di kenal Wulan.
"Anthonius ... eh Wulan ... Wulan... "
Wulan menahan tawanya, ketika ia mendengar Naka langsung mengkoreksi panggilannya. Untuk apa Naka datang kesana? Wulan pergi ke arah pintu dan berdiri disana.
"Ada apa?" Tanya Wulan. Dia memegang kaos kaki di sebelah tangannya.
"Ayo berangkat." Ajak Naka.
Wulan terdiam, berangkat Sekolah sama Naka? Lalu bagaimana dengan Ayu? Biasanya dia berangkat Sekolah bareng.
"Ayo! Kaki kamu juga masih sakit kan?"
"Kakiku sudah sembuh."
"Kaki kamu masih sakit. Ayo berangkat sekolah sama aku saja."