"Oh, Wulan. Kamu tidak tidur? Warna hitam di bawah matamu menampakan dirinya dengan sangat jelas!" Salah seorang teman kelas Wulan menyapa. "Ya, sudah di pastikan kau tidak tidur, makanya sekarang kau datang sepagi ini. Sepertimya kamu ingin bersaing denganku." Godanya, karena biasanya dia yang selalu datang lebih awal.
Wulan memang sengaja datang lebih awal. Dia berangkat dari rumahnya jam enam pagi. Dia sengaja berangkat lebih awal, karena takut Naka akan menjemputnya. Semalam Naka menelponnya namun tidak di jawab sama sekali oleh Wulan. Dia masih bingung apa yang harus dia katakan saat Naka menelpon dia juga bingung jika pagi ini dia bertemu Naka, apa yang akan dia katakan. Dia begitu cemas seakan mau pergi kencan dengan pria yang belum pernah dia temui sama sekali. Semalam Naka juga mengirim pesan, ingin mengajak Wulan berangkat Sekolah bersama, namun pesan itu tidak di respon sama sekali oleh Wulan.
Selama hampir empat puluh lima menit Wulan terus berperang dengan pemikirannya, sampai dia tidak menyadari jika Yani sudah tiba.
"Ada apa ini? Apakah ada ulangan mendadak? Hingga kau terus menundukan wajahmu dan berdoa?" Tebak Yani.
Wulan mengangkat wajahnya dan Yani langsung menunjukan ekspresi kaget. "Kamu tidak tidur?" Tanya Yani. Dia mendekatkan wajahnya memperhatikan warna hitam di bawah mata Wulan. Yani mendecak sambil tersenyum. "Apa yang membuatmu kepikiran semalaman? Aku tebak, ini bukan karena kau menjadi kandidat Mayoret, kan? Siapa?" Yani memang sangat pandai membaca situasi.
Wulan mendesis dan berusaha mengalihkan pandangannya dari Yani. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Wulan, Yani pergi ke mejanya dan menggoda Wulan. Dia sangat yakin jika hal yang di pikirkan oleh Wulan adalah soal perasaan.
Wulan mengabaikannya dan sesekali melirik bangku Naka yang masih kosong.
Bel berbunyi, tetapi Naka belum muncul juga di dalam kelas. "Apakah dia terlambat?" Pikir Wulan. Dia berdiri dari bangkunya dan berjalan menuju pintu kelas. Dia melihat-lihat apakah ada Naka di sekitaran halaman sekolah, namun wajah pria itu tidak terlihat sama sekali. "Untung saja aku berangkat lebih awal, jika menunggunya aku bisa terlambat." Wulan kembali ke tempat duduknya.
Pagi itu Guru Sejarah mereka masuk tepat waktu. Guru Sejarah sangatlah disiplin dan tegas, dia tidak akan menerima murid yang terlambat untuk masuk kedalam kelasnya.
"Wulan... Naka kemana?"
"Tidak tau. Mungkin dia terlambat atau mungkin tidak masuk Sekolah." Jawab Wulan. Dia sendiripun penasaran kenapa Naka belum datang. Dia ingin menghubungi Naka, tetapi dia tidak membawa hapenya.
Pelajaran berlangsung dan Naka adalah satu-satunya murid yang tidak mengikuti pelajaran Sejarah pagi itu.
***
"Kau menambal celanamu sendiri? Lihatlah betapa jeleknya tambalanmu itu. Kenapa kau tidak ke tukang jahit saja?" Seru seorang siswa. "Astaga ... tolong jangan lewat dulu, lantainya belum kering." Siswa itu berteriak kesal.
Di toilet Sekolah Naka sedang di hukum karena terlambat. Dia bersama beberapa orang siswa. Dua diantaranya Naka kenal karena mereka pernah latihan drumband bersama.
Sambil menyikat lantai, mereka saling ngobrol dan ada juga yang bernyanyi.
"Kau penggemar Blink-182?" Tanya Naka pada seorang Siswa yang sedang menyikat lantai sambil bernyanyi. Dia menyanyikan lagu All The Small Things berkali-kali dengan lirik seadanya.