Nia berlari menuju rumahnya dengan perasaan senang. Dia tidak memperdulikan matahari yang bersinar dengan teriknya. Gadis kecil itu sudah tidak sabar memberitahukan keinginannya kepada Ibuk. Kali ini Ibuk harus setuju. Jarang-jarang Nia meminta sesuatu kepada orang tuanya.
Sepanjang jalan melewati deretan rumah yang semua desainnya hampir mirip, Nia masih terngiang-ngiang pembicaraannya bersama Sekar.
"Aku besok mau sekolah di SD Murai 3. Kata mama, sekolah di sana bagus," kata Sekar.
"SD Murai?" ulang Nia penasaran.
"Iya. Aku senang karena papa yang akan mengantar dan menjemputku sekolah. Bukan Pak Nurdin lagi," jawab Sekar. Wajahnya berseri-seri karena merasa bangga bisa bersekolah di kota. "Kalau kamu, mau sekolah di mana, Ya?"
Sekar memandang teman bermainnya itu sambil mendekap boneka beruang cokelatnya.
"Mmm… di mana ya," gumam Nia sambil terlihat seolah-olah berpikir layaknya orang dewasa. Pandangannya menatap ke langit-langit rumah Sekar sambil meletakkan jari telunjuknya di dekat bibir. Tidak lupa, bibirnya dibuat manyun.
Sekar meletakkan boneka beruangnya begitu saja dan merangkak mendekati Nia. "SD Murai 3 saja. Nanti kamu bisa ke sekolah naik bis."
"Benar juga ya. Kalau Nia sekolah di sana, kita bisa main bareng lagi," ucap Nia senang.
Sekar mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Janji ya."
Nia dan Sekar menyatukan jari kelingking tangan kanan mereka sebagai simbol janji. Keduanya tersenyum senang berharap akan bersekolah di tempat yang sama setelah lulus dari TK.
“SD Murai 3,” Sekar mengingatkan sambil menunjukkan tiga jari tangan kanannya.
***
Kedua kaki kecil Nia melangkah dengan cepat. Dia telah sampai di rumahnya. Tanpa peduli akan terkena omelan Ibuk, dia melepas sandalnya begitu saja dan segera berhambur masuk ke rumah lewat pintu samping.
"Buukkk! Ibbuuukkk!" panggil Nia sambil celingukan mencari keberadaan Ibuk di dalam rumah.
Ibuk berada di halaman belakang, sedang mengangkat jemuran yang sudah kering. Suara panggilan Nia belum terdengar oleh perempuan paruh baya itu.
"Buukkk ... Ibuuuk!" panggil Nia kembali.
Nia melongokkan kepalanya ke dalam kamar orang tuanya. Kamar itu sepi, Ibuk tidak ada di sana.
Hingga kemudian Ibuk terlihat masuk ke rumah sambil membawa keranjang berisi tumpukan jemuran kering. Nia melihat Ibuk. Dia pun berlari mendekati Ibuk.
"Ibuk, Nia mau sekolah bareng Sekar," ucapnya girang sambil berjalan mengitari Ibuk yang sedikit kepayahan membawa keranjang jemuran menuju ruang tengah.
Ibuk melihat tingkah anak bungsunya dengan heran.
"Nia mau sekolah di SD Murai 3. Kata Sekar, pilih yang Murai 3," lanjut Nia sambil menggelendot badan Ibuk.
Ibuk menaruh keranjang jemuran di dekat meja kayu jati kecil. Lalu menatap Nia.