Nama-Nama Terindah

Romaliah
Chapter #2

BAB 1

Yogyakarta,

Koridor kelas sudah sepi. Beberapa ruangan sudah terisi dan sayup-sayup terdengar suara dari dalamnya. Semua manusia yang berstatus sebagai dosen dan mahasiswa sudah sibuk mempekerjakan otaknya. Namun, sebuah sepatu dengan kencang menepuk-nepuk lantai. Membawa sang pemilik menuju kelas yang telah dimulai sejak lima belas menit lalu.

Aldyra Alamsyah, mahasiswi yang sangat dikenal dosen karena sering terlambat masuk kelas, berhenti di depan pintu. Tangannya merapihkan rambut dan bajunya, memastikan penampilannya tidak acak-acakkan. Sebelum mengetuk dan membuka pintu, udara dihirup panjang ke dalam paru-paru yang masih bekerja keras mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.

Seluruh isi kelas menoleh. Tatapan tidak suka datang dari beberapa mahasiswi yang sebelumnya pun sudah tidak menyukainya. Tapi bukan itu yang membuat senyum Aldy mengembang tidak sempurna. Dosen yang kehilangan rambut bagian depan sedang menatap dari atas kaca matanyalah yang membuat jantung Aldy berdetak lebih kencang. Walaupun terkenal baik, namun ini kali ke tiga Aldy terlambat di kelas yang sama.

“Kamu lagi?” Sang Dosen mendongakkan kepalanya. Menatap Aldy dari atas sampai bawah. “Sekarang apa alesannya?”

Tanpa sadar, Aldy meremas tangannya sendiri karena gugup. Secara tidak langsung, dia sedang disidang di depan teman-teman kelasnya. Sesekali Aldy melirik ke pojok belakang, menatap seorang mahasiswa yang menjadi biang kerok kejadian hari ini.

“Anu, pak. Saya, tadi malam saya ngurusin…” Suara Aldy lirih. Dia sangat gugup.

Seperti sudah menangkap maksud kata-kata Aldy, dosen Patologi Sosial kembali menatap bukunya.

“Silahkan keluar! Setelah kelas selesai, serahkan surat perjanjian kalau ini terakhir kalinya kamu telat di jam saya! Jangan lupa pakai materai! Telat lagi, saya tuntut kamu.”

Aldy berjalan mendekat. “Yah, pak. Saya mohon, pak. Ini yang…”

“Terakhir?”

Aldy berhenti berbicara saat tatapan dosennya bertemu langsung dengan matanya. Dia menggigit bibir bagian dalamnya, menahan mulutnya untuk berhenti bergerak.

“Kalau begitu, buat surat perjanjian! Jangan lupa pakai materai! Isinya perjanjian kalau hari ini terakhir kamu telat. Bener, kan?”

“Tapi, pak?”

“Sudah, keluar sana!”

Aldy berhenti berbicara. Sebelum keluar, dia menyempatkan diri menatap penuh dendam ke laki-laki yang duduk di pojok belakang. Dengan galak, Aldy memberi kode akan membunuh mahasiswa yang sedang tersenyum lebar dan melambaikan tangan. Sialan orang itu.

“Nunggu apa lagi? Sudah, sana keluar!”

“Iya, iya, Pak!”

***

Lihat selengkapnya