Cinta terbangun pagi itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Hanya beberapa hari sebelumnya, ia baru saja mendapatkan kabar yang mengubah segalanya: ia hamil. Kehamilan ini adalah kejutan yang sangat dinanti, berita bahagia yang sempat membuatnya melayang di antara harapan dan kebahagiaan. Selama beberapa waktu, Cinta membayangkan kehidupan yang lebih sempurna—rumah mereka yang kecil dan nyaman di Yogyakarta akan dipenuhi dengan tawa anak-anak. Dia dan Bowo akan menjadi orang tua, membesarkan buah hati yang akan melengkapi kehidupan mereka.
Namun, kabar bahagia itu segera diwarnai dengan sesuatu yang membuatnya was-was. Hari itu, Bowo pulang dengan raut wajah yang tampak berbeda. Wajahnya serius, lebih tegang dari biasanya, dan Cinta merasakan ketegangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia tahu, ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya, sesuatu yang besar.
Malam itu, setelah makan malam yang terasa lebih sunyi dari biasanya, Bowo mengajak Cinta duduk di ruang tamu. Mereka duduk bersebelahan di sofa, tapi Cinta bisa merasakan ada jarak tak kasatmata di antara mereka. Dengan suara yang lebih pelan dari biasanya, Bowo akhirnya membuka pembicaraan.
"Cinta, aku mau bicara sesuatu yang penting," katanya, suaranya terdengar berat. Cinta mengerutkan kening, hatinya tiba-tiba terasa tidak nyaman. "Ada tawaran pekerjaan di Kalimantan."
Cinta terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata suaminya. "Kalimantan?" tanyanya pelan, sedikit terkejut. "Apa maksudmu?"
Bowo menghela napas panjang, tampak seperti sedang menimbang-nimbang kata-katanya. "Aku sudah lama merasa... kurang puas dengan pekerjaanku di sini. Tawaran ini adalah kesempatan untuk memperbaiki karierku. Mereka membutuhkan manajer proyek untuk beberapa proyek besar di sana, dan mereka menawarkan gaji yang lebih besar."
Cinta terdiam, mencoba mencerna kabar ini. Pikiran pertamanya langsung melayang pada dirinya sendiri, pada kehamilannya. Dia baru saja mengetahui kabar besar ini, dan sekarang suaminya berbicara tentang pergi jauh, merantau ke Kalimantan. "Berapa lama kamu akan di sana?" tanya Cinta, suaranya pelan namun penuh kecemasan.
Bowo menatap Cinta dengan tatapan yang sulit dibaca. "Setidaknya enam bulan, mungkin lebih lama kalau proyeknya berjalan baik. Ini kesempatan besar untuk kita, Cinta. Gajinya lebih baik, kita bisa menabung lebih banyak untuk masa depan, apalagi sekarang kita akan punya anak."