Sore itu, langit Yogyakarta tampak mendung, namun Cinta merasa ini adalah waktu yang tepat untuk sejenak melupakan rutinitas. Bowo baru saja kembali dari Kalimantan setelah hampir sebulan tak pulang, dan dia ingin menghabiskan waktu berkualitas bersama suaminya. Meskipun kehamilannya masih dalam tahap awal, sekitar tiga bulan, Cinta tetap merasa bersemangat menjalani hari-hari sebagai calon ibu. Perutnya belum begitu membesar, tapi dia sudah bisa merasakan kehadiran anak mereka di dalam tubuhnya, tumbuh dan berkembang.
Setelah makan siang, Cinta mengajak Bowo untuk jalan-jalan. Bowo, meskipun tampak lelah setelah perjalanan panjang dari Kalimantan, menyetujui ajakan istrinya. Mereka memutuskan untuk pergi jalan-jalan dengan motor, kendaraan favorit mereka sejak masa pacaran. Bagi Cinta, naik motor dengan Bowo selalu terasa menyenangkan. Udara segar, sensasi kebebasan, dan perasaan hangat karena berada di dekat suaminya membuatnya merasa bahagia. Meski kini dia tengah mengandung, Cinta yakin mereka akan tetap berhati-hati.
Jalanan sore itu tidak terlalu ramai. Bowo mengendarai motor dengan tenang, sementara Cinta duduk di belakangnya, memeluk suaminya erat-erat. Mereka melewati berbagai tempat yang penuh kenangan, tempat-tempat yang dulu sering mereka kunjungi saat masih pacaran. Di sepanjang perjalanan, Cinta terus bercerita, tertawa, berbagi rencana masa depan tentang anak mereka. Ia membayangkan bagaimana hidup mereka akan berubah ketika anak mereka lahir, membayangkan tawa bayi yang akan mengisi rumah mereka.
Namun, di tengah perjalanan yang tampak tenang itu, nasib berkata lain.
Di sebuah tikungan tajam, tanpa diduga, motor mereka melaju ke arah sebuah lubang besar yang tersembunyi di bawah genangan air. Bowo, yang tak sempat menghindar, langsung menerjang lubang tersebut. Motor terhentak keras, membuat tubuh Cinta berguncang hebat. Tangannya refleks mencengkeram lebih erat pada tubuh Bowo, dan jantungnya berdetak kencang. Meskipun hanya beberapa detik, waktu terasa melambat seolah seluruh dunia berhenti bergerak.
"Bowo, pelan-pelan!" seru Cinta panik, merasakan ketegangan di seluruh tubuhnya. Tapi sudah terlambat. Goncangan itu terlalu kuat.
Mereka berhasil melewati lubang tanpa terjatuh, tapi Cinta merasakan sesuatu yang salah di dalam tubuhnya. Sebuah rasa nyeri yang aneh mulai terasa di bagian perutnya, seperti kram, namun lebih tajam dan lebih dalam. Ia mencoba menenangkan dirinya, berharap bahwa ini hanyalah ketegangan otot sementara. Tapi rasa sakit itu terus bertambah, semakin tajam setiap detiknya.
Sesampainya di rumah, Cinta masih merasakan nyeri di perutnya. "Bowo... perutku sakit," gumamnya saat turun dari motor, wajahnya memucat.
Bowo langsung menoleh, matanya dipenuhi kekhawatiran. "Sakit? Seberapa sakit, Cinta?" tanyanya cepat, mulai merasa panik.