Namaku CINTA

Mutiara indah kamuning
Chapter #14

Bab 14 - Konsultasi Hukum

Hari itu, Cinta Putri Amelia merasakan detak jantungnya berdebar kencang. Meskipun wajahnya berusaha menunjukkan ketenangan, hatinya berperang melawan perasaan cemas dan takut yang terus-menerus menggerogoti. Setelah mengalami begitu banyak kehilangan dan penderitaan, kini dia harus menghadapi kenyataan baru: perceraian. Rasa bingung dan putus asa menyelimuti pikirannya. Dia tahu bahwa untuk melindungi dirinya dan hak-haknya, dia perlu berkonsultasi dengan seorang pengacara.

Cinta melangkah memasuki kantor hukum yang terletak di pusat Yogyakarta, sebuah gedung modern dengan dinding kaca yang memantulkan sinar matahari. Namun, semua keindahan itu tidak mampu menghilangkan rasa ketidakpastian dalam dirinya. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa langkah ini adalah yang terbaik, meskipun dalam hati, dia berharap tidak perlu mengambil langkah ini sama sekali.

Setelah melangkah ke dalam, seorang resepsionis menyambutnya dengan senyuman ramah. “Selamat datang! Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.

“Selamat pagi. Saya ingin berkonsultasi dengan pengacara mengenai perceraian,” jawab Cinta, suaranya bergetar.

“Silakan duduk. Saya akan memberitahu pengacara tentang kedatangan Anda,” ucap resepsionis sambil menghubungi pengacara yang sedang tidak jauh dari sana.

Cinta duduk di ruang tunggu, berusaha meredakan kecemasan yang menggelayuti hatinya. Dia tidak pernah membayangkan akan berada di situasi ini, berkonsultasi tentang perceraian. Pikirannya melayang pada kenangan indah bersama Bowo, namun semua itu kini terasa hampa dan menyakitkan.

Tidak lama setelah itu, seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun, mengenakan blazer hitam yang rapi, muncul dari balik pintu. “Cinta Putri Amelia?” tanyanya, suaranya tenang dan profesional.

“Ya, saya,” jawab Cinta, berdiri dan menyambut wanita itu.

“Saya Rina, pengacara yang akan membantu Anda hari ini. Mari kita masuk,” ajaknya.

Cinta mengikuti Rina ke dalam ruang konsultasi yang nyaman, dilengkapi dengan meja kayu besar dan kursi empuk. Rina meminta Cinta duduk, lalu mulai menjelaskan proses yang akan mereka jalani.

“Cinta, sebelum kita mulai, saya ingin mendengar cerita Anda. Apa yang terjadi hingga Anda merasa perlu untuk bercerai?” tanya Rina, memandangnya dengan perhatian.

Cinta menghela napas, berusaha merangkai kata-kata. “Kami baru menikah setahun, tapi suami saya, Bowo, memutuskan untuk merantau ke Kalimantan. Setelah itu, saya hamil, tetapi mengalami keguguran. Dia mengirimkan pesan melalui WhatsApp, meminta cerai, tanpa penjelasan lebih lanjut,” ceritanya, suara Cinta semakin melemah saat ia mengingat kembali semua yang terjadi.

Lihat selengkapnya