Namaku CINTA

Mutiara indah kamuning
Chapter #18

Bab 18 - Kehidupan Baru yang Sepi

Cinta Putri Amelia berusaha menata hidupnya pasca-perceraian dengan harapan bisa menemukan kembali kebahagiaan. Namun, setiap langkah yang dia ambil seolah diwarnai bayang-bayang masa lalu yang terus menghantui. Kembali ke rutinitasnya di rumah orangtuanya terasa seperti mengulang kembali babak yang penuh dengan kesedihan, seolah setiap sudut rumah ini mengingatkannya pada Bowo.

Pagi hari dimulai dengan suara alarm yang berdering. Cinta bangkit dari tidurnya, menggosok matanya yang masih berat. Dia memandang sekeliling kamar, mendapati semuanya tetap sama seperti ketika dia pertama kali kembali. Kamar ini, yang dulunya menjadi tempatnya beristirahat dari semua kelelahan, kini terasa seperti penjara yang tidak bisa dia hindari. Dia merindukan saat-saat ketika Bowo ada di sisinya, berbagi momen-momen kecil seperti menonton televisi atau hanya sekadar berbaring di ranjang sambil bercanda.

Hari itu, Cinta memutuskan untuk mengisi harinya dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan, atau setidaknya yang bisa mengalihkan pikirannya. Dia mengenakan baju favoritnya, sebuah gaun biru yang ia beli saat masih berstatus istri Bowo. Gaun itu mengingatkannya pada momen-momen bahagia, saat mereka berjalan-jalan di alun-alun Yogyakarta. Dengan enggan, dia memutuskan untuk mengenakannya, berharap dapat merasakan semangat yang mungkin tersembunyi di balik kenangan tersebut.

Setelah sarapan bersama orangtuanya, Cinta pergi ke taman terdekat. Setiap langkahnya terasa berat. Dia melihat anak-anak bermain, pasangan yang saling menggenggam tangan, dan sekelompok teman yang tertawa. Semua itu menciptakan kesadaran yang menyakitkan akan kesepian yang dia alami. Dia duduk di bangku taman, merenung sambil memandangi langit biru.

“Kenapa semua ini harus terjadi padaku?” gumamnya. Dia merasa seperti terasing, dikelilingi oleh keceriaan orang-orang di sekitarnya. Semangatnya meredup ketika mengingat betapa bahagianya dia saat bersama Bowo. Tidak ada satu pun yang bisa menggantikan kehadiran suaminya dalam hidupnya. Dia merindukan suara tawanya, pelukan hangatnya, dan semua hal kecil yang dulunya membuat hidupnya berarti.

Setelah beberapa jam menghabiskan waktu di taman, Cinta pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, pikiran tentang Bowo terus menghantuinya. Betapa sepinya hidup tanpa kehadiran sosok yang selama ini menjadi sandaran. Dia merasa terjebak dalam rutinitas yang hampa, dan sepertinya tidak ada satu pun yang bisa membantunya keluar dari perasaan ini.

Setibanya di rumah, dia memutuskan untuk merapikan barang-barang di dalam kamar. Di sudut ruangan, terdapat bingkai foto pernikahan mereka. Cinta mengangkat bingkai tersebut dengan hati-hati, menatap wajah-wajah bahagia mereka yang tersenyum di foto itu. Seakan ada suara yang memanggilnya, mengingatkan akan kenangan-kenangan indah yang pernah mereka ciptakan bersama.

“Apa kamu masih mengingat hari ini?” tanyanya pada foto. “Hari ketika semua terasa sempurna.”

Lihat selengkapnya