Pagi itu, Cinta Putri Amelia merasa sedikit gelisah. Setelah beberapa bulan terpuruk dalam kesedihan, ia akhirnya berani untuk keluar dari zona nyaman dan menghadiri acara reuni kecil di kafe dekat rumahnya. Berita tentang acara itu membuatnya teringat akan sahabat-sahabat lamanya, terutama Risma, yang selalu menjadi pendukung setianya. Meski masih ada rasa ragu di hatinya, Cinta tahu bahwa pertemuan ini bisa jadi momen penting untuknya.
Ketika tiba di kafe, aroma kopi yang diseduh segar menyambutnya. Suasana di dalam kafe terasa hangat dan akrab, dipenuhi dengan suara tawa dan percakapan riang dari para pengunjung. Cinta mengedarkan pandangannya, mencoba mencari wajah-wajah yang dikenalnya. Setelah beberapa menit, matanya akhirnya menangkap sosok Risma yang sedang duduk di salah satu sudut kafe, dikelilingi oleh beberapa teman lama. Risma mengenakan gaun kasual berwarna cerah yang kontras dengan suasana hatinya yang kelam.
“Cinta! Kamu datang!” seru Risma dengan senyum lebar di wajahnya. Cinta merasa hatinya bergetar mendengar suara ceria sahabatnya. Segera, dia melangkah mendekati Risma dan mereka saling berpelukan erat.
“Risma, sudah lama sekali kita tidak bertemu. Aku merindukanmu!” ucap Cinta dengan penuh kehangatan.
“Sama, aku juga merindukanmu! Bagaimana kabarmu?” Risma menatap Cinta dengan penuh perhatian, seolah mencari tahu semua yang tersembunyi di balik senyumnya yang dipaksakan.
Cinta mencoba tersenyum, tetapi sulit baginya untuk menyembunyikan luka di hatinya. “Aku baik-baik saja... yah, berusaha untuk baik-baik saja,” jawabnya pelan.
Risma mengangguk, tidak percaya sepenuhnya pada jawaban sahabatnya. “Kalau begitu, ayo duduk dan kita bicarakan semuanya. Aku ingin tahu apa yang terjadi padamu.”
Mereka berdua kemudian duduk di meja yang lebih tenang. Cinta melihat sekeliling dan merasa sedikit canggung. Namun, kehadiran Risma memberinya rasa nyaman. Dengan perlahan, Cinta mulai menceritakan semua yang telah terjadi dalam hidupnya, mulai dari pernikahannya yang hancur hingga rasa kehilangan yang mendalam setelah keguguran.
Risma mendengarkan dengan seksama, wajahnya tampak serius dan penuh empati. Setelah Cinta selesai bercerita, Risma menarik napas dalam-dalam sebelum memberikan respon. “Cinta, aku tahu ini sangat berat untukmu. Tapi, kamu harus ingat bahwa hidup terus berjalan. Kamu tidak boleh terus terjebak dalam kesedihan ini. Kamu adalah wanita yang kuat, dan kamu memiliki banyak potensi.”