Cinta Putri Amelia duduk di atas karpet empuk di kamarnya, dikelilingi oleh buku-buku, cat warna-warni, dan berbagai alat seni. Dia menatap keluar jendela, di mana sinar matahari sore menyinari kota Yogyakarta yang penuh warna. Dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku, Cinta kini merasa bahwa saatnya telah tiba untuk memberi diri sendiri cinta dan perhatian yang selama ini ia abaikan.
Setelah melewati perpisahan yang menyakitkan dengan Bowo, serta proses penyembuhan yang panjang, Cinta bertekad untuk menemukan kembali dirinya. Dia telah belajar banyak tentang pentingnya mencintai diri sendiri, sebuah pelajaran yang tidak mudah dipahami namun sangat berarti. Kini, Cinta memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak tergantung pada hubungan dengan orang lain, melainkan berasal dari dalam diri sendiri.
Hari itu, Cinta memutuskan untuk menuliskan tujuan dan harapannya di buku hariannya. Ia mengambil pena dan mulai menulis:
Hari ini, aku berjanji untuk mencintai diriku sendiri. Aku akan menghargai setiap bagian dari diriku, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Aku berjanji untuk tidak lagi membandingkan diriku dengan orang lain, karena setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing.
Setelah menulis, Cinta merasa seolah beban yang ada di punggungnya sedikit terangkat. Menulis adalah bentuk meditasi baginya; itu adalah cara untuk mengekspresikan perasaan dan harapannya tanpa penilaian dari orang lain. Cinta menutup bukunya dan mendesah lega, merasakan kedamaian yang menyelimuti hatinya.
Cinta menyadari bahwa mencintai diri sendiri adalah proses yang berkelanjutan. Dia berjanji untuk melakukan hal-hal yang membuatnya merasa bahagia dan hidup. Di tengah perjalanan itu, ia teringat akan hobinya yang terlupakan: menggambar. Cinta memutuskan untuk menyisihkan waktu setiap minggu untuk menggambar, baik itu di rumah atau di taman. Menggambar adalah cara dia mengekspresikan diri dan berkomunikasi dengan dunia.
Minggu itu, Cinta pergi ke taman yang biasa ia kunjungi. Ia membawa perlengkapan menggambarnya: sketsa, pensil warna, dan kanvas kecil. Di taman yang dipenuhi bunga-bunga dan pohon-pohon rindang itu, ia menemukan ketenangan yang sudah lama tidak ia rasakan. Cinta memilih tempat duduk di bawah pohon besar, kemudian mulai menggambar pemandangan di sekelilingnya.
Satu jam berlalu, dan Cinta terbenam dalam karyanya. Setiap goresan pena adalah ungkapan dari rasa syukur atas hidupnya. Dalam setiap detil gambar, ia merasakan kebahagiaan sederhana. Ia tidak lagi merasa terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. “Aku bisa melakukan ini,” pikirnya, merasa bangga dengan pencapaiannya.