Malam itu, Cinta duduk di beranda rumah orangtuanya, menatap langit yang penuh bintang. Angin lembut berhembus, membelai wajahnya, membawakan rasa tenang yang sudah lama ia rindukan. Setelah perjalanan panjang yang penuh liku, ia merasakan sebuah ketenangan dalam jiwa—sebuah perasaan damai yang tidak pernah ia kira bisa dirasakannya setelah semua yang terjadi.
Cinta mengingat kembali semua pengalaman yang telah membentuk dirinya. Setiap luka, setiap kesedihan, dan setiap tawa yang ia bagi, kini terasa seperti bagian dari sebuah puzzle besar yang perlahan-lahan mulai tersusun rapi. Dia telah melewati masa-masa sulit, namun ia berhasil menemukan kembali jati dirinya yang hilang.
Dalam keheningan malam itu, Cinta merasakan beban emosional yang selama ini menghambatnya mulai menghilang. Tidak ada lagi rasa bersalah yang menyelimuti hatinya, tidak ada lagi penyesalan yang terus menghantui pikiran. Ia telah belajar untuk memaafkan—terutama dirinya sendiri.
“Cinta, kamu sudah berjuang sangat keras. Saatnya untuk mencintai dirimu sendiri,” bisik Cinta kepada dirinya sendiri, seolah memberikan afirmasi yang selama ini ia butuhkan. Dia mengingat perjalanan terapinya, bagaimana setiap sesi membantunya menggali luka-lukanya dan membawanya kepada pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri.
Berkali-kali Cinta merenungkan semua kesalahan yang pernah ia buat, semua harapan yang tak terwujud, dan semua perasaan yang menyakitkan. Namun, malam ini, alih-alih merasa tertekan oleh kenangan itu, ia justru merasakan rasa syukur. Semua itu telah membentuknya menjadi wanita yang lebih kuat. Dia mulai menerima bahwa kekuatan dan kelemahannya adalah bagian dari siapa dirinya—sebuah kombinasi yang indah, seperti langit malam yang bercahaya dengan bintang-bintang.
Cinta membayangkan hidupnya di masa depan. Dia tidak lagi merasa terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Sekarang, dia punya peluang untuk membangun kehidupannya sesuai dengan keinginannya. Dia ingin berkeliling dunia, belajar hal-hal baru, dan terus membantu wanita lain menemukan kekuatan dalam diri mereka.
Dengan perasaan itu, Cinta mulai membuat daftar impian baru. Dia menuliskannya dalam sebuah buku catatan yang selalu ia bawa kemana-mana. "Berkeliling ke tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi, mengikuti kursus seni, membantu lebih banyak wanita melalui workshop," tulisnya dengan penuh semangat. Setiap kata yang ditulisnya membuat hatinya bergetar dengan antusiasme.