Namaku Pingku

Gita Sri Margiani
Chapter #1

Pingku, Si Kucing Peliharaan

Tidak ada yang lebih nikmat selain hidup sebagai binatang peliharaan. Tidur di kasur yang empuk, kamar yang sejuk dan terhindar dari panas atau hujan, mainan yang banyak dan menarik, air bersih yang dibuat layaknya air mancur siap minum, dan juga makanan yang tidak pernah absen dari mangkuk kaca yang bertuliskan namaku. Ya, makanan itu hanya untuk aku seorang. Aku tidak perlu repot-repot bertengkar memperebutkan sepotong leher ayam seperti kucing liar yang suka menumpang tidur di teras rumah. Aku juga tidak perlu mengais sampah hanya untuk secuil daging ikan yang tertinggal menempel di tulangnya.

Hidupku menyenangkan. Aku suka hidupku saat ini, di rumah ini bersama orang-orang baik yang telah merawatku.

"Pingku!"

Ah Sofia memanggil tapi aku masih ingin tidur.

"Lima menit lagi," jawabku padanya. Entah dia mengerti atau tidak yang aku ucapkan.

Sampai dimana kita tadi? Oh iya, aku sangat menyukai hidupku di rumah ini. Mereka selalu membelai kepalaku dan mengatakan aku menggemaskan padahal aku tidak melakukan apa-apa. Pernah satu kali aku tidur telentang di atas lantai, Sofia yang melewatiku tertawa dan mengambil banyak fotoku dengan kameranya. Apa yang aku lakukan saat itu? Aku tidak melakukan apa-apa dan hanya membuka sedikit mataku. Aku terlalu malas bergerak karena hari itu adalah hari yang sangat panas.

Mereka juga tidak pernah marah jika aku berulah. Aku sering memuntahkan makanan yang tidak aku sukai. Jika aku melakukan itu Sofia hanya berkata "apa kau sedang sakit atau kau tidak suka makanannya? Ayo kita ke dokter dan setelah itu aku akan aku mengganti makananmu."

Atau ketika aku mengejar seekor kecoa yang keluar dari lubang pembuangan air, biasanya aku akan berlari sampai menabrak tembok. Dengan khawatir Sofia akan mengangkatku dan berkata "jangan mengejar kecoa itu, pasti tubuhmu sakit setelah menabrak tembok."

Mereka adalah malaikat yang sangat menyayangiku dan tidak banyak protes dengan kelakuanku yang sering mereka sebut sebagai kelakuan yang absurd. Malah mereka akan terhibur dan menertawakan ke-absurd-an yang aku buat.

"Pingku! Mau makan tidak?"

Ah, Sofia berisik sekali. Nanti dulu, sebentar lagi, aku masih mau tidur-tiduran di kasur ini sambil melihat tempat tidurmu yang besar dan tinggi itu. Tempat dimana kamu selalu memanjakanku saat aku sengaja ingin menguasai tempat yang lebih besar dan empuk dibandingkan dengan tempat tidurku yang sudah sempit. Andai saja tempat tidurku sebesar itu, mungkin aku akan tidur dengan berbagai macam gaya di atasnya.

Atau lebih baik aku pindah kesana saja sekarang? Sofia memang sedang tidak ada di sekitarku. Dan kalaupun dia ada, dia juga tidak akan protes, kecuali jika aku muntah atau buang air di atas kasurnya. Hm, baiklah aku akan pindah ke tempat tidur Sofia.

"Satu..., dua..., tiga." Aku berhasil melompat dan kini berada di atas tempat tidur Sofia. Aku sangat suka tempat tidurnya. Selimut bulu-bulu lembut yang berada di bawah kakiku ini tidak ingin aku lepaskan "Aku berharap Sofia tidak datang."

"Hei apa yang kau lakukan disana?"

"Astaga! Kau mengejutkanku!" Ucapku sambil membelalakkan mata. Kedua mataku ini mungkin hampir copot bersama jantung yang berdegup kencang karena rencanaku ketahuan.

Sofia kembali melihatku dan tertawa.

"Astaga kau sangat menggemaskan. Lihat kedua matamu yang besar itu."

Perempuan muda itu datang kepadaku. Kedua matanya yang berwarna biru itu juga sangat cantik. Wajahnya memang tidak seperti orang-orang yang tinggal di luar rumah atau seperti Mbak Surti yang suka membereskan rumah, tapi dia berbicara bahasa yang sama dengan Mbak Surti. Kadang kala ketika ia berbicara dengan Mommy dan Daddy, ia menggunakan bahasa aneh yang disebutnya sebagai Bahasa Inggris.

"Sedang apa kau disana? Apa kau menungguku?"

"Ah rencanaku gagal," ucapku ketika ia duduk di sebelahku sambil membelai kepala ini.

Sofia terus membelaiku dengan gemas dan membuatku tertidur di tempat tidurnya. Ia juga tidur di sebelahku sambil menggelitik perut gendutku yang kini terlihat seperti segumpal daging mentah di atas meja. Ia juga menekan-nekan perutku dengan jari-jarinya dengan gemas.

Lihat selengkapnya