10 Tahun Kemudian
“Nggak mau tahu, pokoknya lo mesti ganti rugi. Gue kan maunya potongan rambut yang trendi, kenapa jadi bondol begini?”
”Kak, tadi sebelum saya potong, saya kan udah nanya dulu, pengennya potong rambut segimana, tapi kakaknya main hape terus dan baru nyahut pas saya panggil berkali-kali. Pas ditanya lagi, jawabnya pokoknya pendek. Pendeknya segimana, katanya yang kayak Emma Watson.”
”Emma Watson mana yang rambutnya pendeknya segini, Nyet? Lo jangan ngarang deh…”
”Dia kan rambutnya pendek pas di film The Perks of Wallflower. Sumpah, dia cakep banget dipakein rambut pendek.”
”Ya itu Emma, bukan gue. Dan, lo tuh bisa-bisanya mikir Emma Watson di film yang udah jadul banget itu. Yang gue maksud ya Emma Watson yang foto-fotonya nongol pas habis datang ke Oscar Party kemaren. Rambut brunette pendek dan dia make dress warna beige.”
”Oscar apa? Party? Emma Watson? Aduh, Kak… maaf saya nggak ngerti. Nggak semua ngerti kabar seleb luar…”
”Dasar norak lo. Stylist kok nggak nggak update dunia entertainment. Nih, fotonya tuh yang kayak gini!”
”…”
”Kenapa lo? Kok lo kayak bingung gitu?”
”Kak… kalo ini sih bukan Emma Watson, tapi… Emma Roberts.”
”Ap-apa sih… udah jelas-jelas dia ini…”
”Kakak keliru nyebut Emma Roberts jadi Emma Watson, makanya saya nggak ngeh.”
”Eh, nantangin ya lo! Gue tetep nggak terima, lo mesti—“
”Ehm, maaf nih, saya nyela. Kakak beneran mau nuntut ganti rugi? Di salon saya ini semua aktivitas di sini terekam CCTV nih, Kak. Saya sih mau-mau aja ganti rugi karena anak buah saya salah motong, tapi harus disertai bukti-bukti yang menunjang. Ditambah, Kakak nggak lihat, pelanggan saya yang lain juga keganggu sama ribut-ribut ini? Ditambah mereka yang kepo juga udah pasang kamera dan merekam semua percakapan tadi. Gimana? Saya nggak bisa lho melarang mereka mengunggah video yang direkam ke media sosial terus video itu viral yang isi kontennya “pelanggan tantrum yang nuntut ganti rugi padahal dia sendiri yang salah sebut nama aktris yang pengen dijadiin contoh model rambutnya”…”
Aku benar-benar sudah nggak tahan lagi untuk nggak menyela percakapan konyol itu dan terpaksa menengahi demi menjaga kewarasanku. Ditambah, perempuan yang sedang protes dan menuntut ganti rugi itu memiliki gelagat yang sedikit mencurigakan. Aku khawatir dia bukan sekadar pelanggan biasa, tapi pelanggan yang dikirimkan seseorang yang nggak suka dengan usaha salonku yang belum setahun berdiri.
”Ck ck ck, jadi lo pemilik salon ini? Berani ya pemiliknya ngancam-ngancam pelanggan… Eh, pelacur, jangan mentang-mentang baru buka salon lo udah rame, lo jadi semena-mena sama pelanggan lo. Gue paling nggak bisa ditipu sama trik marketing lo yang bayarin media buat bikinin artikel tentang salon lo yang nggak ada apa-apanya ini. Pelayanan kelas atas apa? Nggak beda sama salon abal-abal…”
Aku mengangguk-angguk dan memamerkan senyumku. Dugaanku tidak salah rupanya.
”Oke, ukuran pelanggan yang baru datang, Anda ini ternyata sudah riset lebih dalam tentang fakta kalau salon saya ini belum lama buka dan lagi rame-ramenya ditambah artikelnya pernah dimuat di satu media. Padahal cuma satu itu lho artikelnya, tapi Anda ternyata paham di majalah mana salon saya pernah disebut. Makasih lho,” ucapku dengan suara lembut yang kumaksudkan untuk mengejeknya. Sudah pasti perempuan bertubuh berisi ini tersinggung dengan ucapanku, tapi tampak bingung memikirkan rencana untuk menjatuhkanku selanjutnya.
“Brengsek. Lo ngeledek gue?”
”Mana berani saya meledek, saya ini memuji lho… Jadi gimana? Mau saya ganti rugi, tapi setelahnya video CCTV bakal saya rilis di media sosial supaya nggak ada tuduhan yang akan merusak nama baik salon saya ini? Saya sih nggak ngerti motivasi Anda apa dengan datang ke salon dan pas ditanya mau potong rambut model apa jawabnya ketus dan sibuk mainan handphone. Pas udah selesai potong baru protes, memangnya pas stylist saya ini baru saja motong rambut Anda pake gunting, Anda nggak sadar? Anda ketiduran? Nggak ada pelanggan yang ketiduran pas rambutnya digunting, Anda nggak lagi krimbat di sini lho…”