1 tahun kemudian
“Anjaaaaay, Ada Abimana... Aduh, gimana dong? Cakep banget laki orang lima anak. Bisa gitu ya, om-om tapi auranya masih seksi abis...
"Nggaaaaak, itu lakinya Marsha Timothy kenapa suamiable gitu look-nya? Aduhh, godaan jodoh orang gitu banget ya?"
"Nggak bisa, nggak bisa... Putri Marino kenapa cantik banget pengen gue jadiin kakak aja rasanya, eh tapi tuaan gue ya? Ah, apa aja dah. Plis, gue pengen punya sodara secantik itu yang bisa gue pamer-pamerin..."
Naya memutar bola matanya kesal saat suara-suara bernada takjub dari mulut Padma itu berkali-kali membuat telinganya luar biasa gatal sejak masuk ke tempat ini. Sejujurnya dirinya pun takjub berada di lingkungan yang menyilaukan itu, tapi Padma membuatnya merasa semakin terasing dengan seruan-seruannya. Sejak sembilan tahun dirinya menarik diri dari dunia yang biasanya menghiburnya, praktis wajah-wajah yang ia temui di tempat ini sama sekali asing baginya seolah dunia seperti ini betul-betul baru bagi Naya.
"Mbak, jangan norak gitu dong. Malu ih," ucap Naya menyikut Padma yang sibuk memperhatikan para selebritas saling asyik berinteraksi satu sama lain bahkan berfoto di depan photo-booth dengan background poster film yang disertai properti penunjang yang adalah patung karakter superhero berukuran lebih tinggi dari manusia normal. Kamera meliput dan kilatan-kilatan blitz saling beradu di udara bak berada di red carpet sebuah acara penghargaan.
Setelah syuting setahun lalu, akhirnya serial superhero yang super ambisius itu akhirnya tayang juga. Dan saat ini Nandi sebagai pemeran cilik dari pemeran utama laki-laki diundang ke acara pemutaran perdana episode pertama di salah satu bioskop premierre di Jakarta bersama keluarganya. Sudah tiga hari mereka di Jakarta, di rumah Padma yang dulu ditempatinya saat masih tinggal bersama mantan suaminya yang ketiga.
"Yee, biarin... Jangan jadi party pooper dong. Lo tuh yang senyum dikit dong, yang ceria. Mukanya jangan kayak mau disembelih gitu," protes Padma balas menyikut Naya. Lalu, Padma dengan santai mengaitkan tangannya di lengan Naya lalu bersandar di bahu Naya sembari memperhatikan Nandi, ponakannya di antara-antara sosok-sosok terkenal yang biasanya hanya mereka saksikan wajahnya di layar bioskop atau TV saja.
"Lihat Nandi, dikit-dikit dirangkul Putri Marino, digendong Abimana, dicubit-cubit gemes sama Tissa Biani. Gila lo beruntung banget punya anak segemes itu."
Mendengar itu Naya cuma tersenyum, "Mbak tuh iri sama aku sebagai mamaknya Nandi, atau iri sama Nandi pengen dirangkul dan digendong aktornya?"
"Errr, ya itu juga sih..."
Padma dan Naya saling bertatapan, lalu masing-masing tertawa geli.
"Asli, Mbak... Kamu bikin geli," tukas Naya yang tidak bisa menahan tawa dan saking seringnya tertawa, ia seperti menangis.
"Nay, lo nggak usah nyari-nyari manajer buat Nandi. Udah kerjaan itu buat gue aja. Lo cari duit aja, sama nyari bapak tiri buat dia. Nandi aman sama gue. Ya ya ya?"
Naya menggeleng, "Bukan aku yang mutusin hal itu, Mbak. Pas masa-masa syuting itu Nandi sering kecapean dan pernah dia ngambek nggak mau berangkat syuting. Ya aku pun minta izin dia libur syuting selama dua hari. Aku ajak dia ke tempat-tempat yang mungkin dia suka dan populer di kalangan anak-anak. Main VR game di mall atau nyobain arena go-kart, tapi dia kayak kurang enjoy aja. Karena bingung, aku ajak dia main di alun-alun kota, main lukis-lukisan kanvas bareng anak-anak lain yang kebanyakan anak TK, main pancing-pancingan yang mata pancingnya ada magnetnya, terus dia muter-muter lapangan pake skuter sampe bosen, eh dia malah suka dan kelihatan hepi. Hal-hal sederhana, tapi dulu aku nggak sempet kasih ke dia karena sibuk nyari duit. Tanpa sadar aku udah renggut dia dari kesenangan kanak-kanaknya."
"Udah dong, jangan menyesal terus-terusan..."
"Makanya aku nggak mau menyesal lagi, Mbak. Agak gede, malah Nandi bisa nyari duit. Aku sih nggak masalah, tapi aku nggak akan maksain itu jadi sesuatu yang harus dia lakukan. Nandi emang keren bisa sejajar sama aktor dan aktris itu, tapi buatku, Nandi yang tertawa lebar dan nggak nahan diri, itu jauh lebih berharga ketimbang apapun."
Padma memperhatikan ekspresi Naya saat mengucapkan kalimat itu. Naya yang kini tersenyum seolah adik perempuannya itu kini mulai menerima segala sesuatu dalam hidupnya.
"Gue selalu berharap, waktu Rasha hidup di dunia lebih lama supaya anakku itu bisa kenal lo dan gue lebih bisa bersikap jadi ibu yang sepantasnya."
Naya menoleh, menatap Padma yang masih bersandar nyaman di bahunya. Pemandangan-pemandangan baru aktor dan aktris terkenal itu tidak lagi menyita perhatian keduanya.
"Sepertinya ada yang lupa kalau belum semenit dia nyuruh aku jangan menyesal terus-terusan," celetuk Naya.
Padma tersenyum, menyadari kebodohannya sendiri. "Iya juga ya..."
"Rasha sudah ada di tempat yang paling indah, Mbak. Ada di surga bermain bersama Nabi Ibrahim dan Sarah, istrinya, menunggu dipertemukan lagi sama orangtuanya di hari akhir."
Padma mengangguk, "Anaknya udah di surga, emaknya masih bikin dosa dengan nangisin takdir yang merenggut Rasha dari pelukannya. Ironis ya?"
Naya pernah dengar dari Allan, di hari dia menemani Bunda naik becak sore hari sebelum ia pingsan dan masuk rumah sakit, Bunda menceritakan padanya kalau Padma nyarus tidak pernah terlihat menangisi kepergian putri satu-satunya selain tujuh hari pertama. Cara Padma berduka adalah meyakini putrinya masih ada di dekatnya, dengan begitu kakak perempuannya itu tidak akan pernah berhenti tersenyum. Namun, baru kali ini Padma mengakui cara yang demikian adalah wujud dirinya yang masih menangisi takdir.
Yang bisa Naya lakukan hanya menepuk kepala Padma yang bersandar di bahunya.
"Mamak! Bude! Sini!" seru anak yang sekarang ini sudah genap berusia 10 tahun dari kejauhan.
Seketika Naya dan Padma menegakkan tubuhnya saat Nandi melambai pada mereka di samping aktor dan aktris utamanya. Tampak wajah-wajah rupawan yang berkilauan itu tersenyum pada dua kakak beradik itu.