Bab 19; Wisuda
Hall Shiki Kampus Ito, Universitas Kyushu, penuh sesak. Bersama bunga sakura yang mekar seantero Pulau Kyushu, dua ribu lima ratus mahasiswa dan mahasiswi Universitas Kyushu sejak pukul sembilan pagi memenuhi Hall tersebut. Wisuda tahun ini dilaksanakan seperti tahun-tahun sebelumnya di minggu ke tiga bulan Maret. Kimono cerah yang membalut mahasiswi berpadu serasi dengan jas hitam lengkap mahasiswa.
Haruka yang bertubuh mungil harus menjulurkan lehernya mencari Fahmi yang duduk di bagian belakang di antara ribuan mahasiswa. Kala didapatkan kekasihnya itu duduk bersisian dengan Amran, hatinya terasa tenang.
Perhelatan besar yang ditunggu ribuan mahasiswa setelah bergelut dengan buku dan tugas yang menyesakkan berjalan hikmat. Dua ribu lima ratus pemuda dan pemudi akan menentukan nasibnya setelah acara ini. Kepala Fahmi dipenuhi berbagai rencana yang telah dibicarakan dengan Haruka. Cinta menggelora yang membelit hati mereka tak lepas dari cobaan yang siap menghadang. Percik awal ketidakseusaian latar belakang hidup mulai menghias.
Setelah menyelesaikan enam bulan masa riset yang menjadi sarat utama untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister, dia akan menemui kedua orang tua Haruka secara formal, dan meminta anak perempuan mereka untuk menjadi pendampingnya selamanya.
Sebagai anak tunggal pemilik perusahaan yang akan mewarisi tampuk kekuasaan dari ayahnya, semula Haruka mengajukan rencana ingin menyelenggarakan pesta pernikahan besar-besaran. Fahmi berkeras menolak. Dia menginginkan pesta pernikahan dilaksanakan sederhana dengan mengundang ibu, dua adiknya, dan teman-teman terdekat mereka saja.
Haruka tak mau mengalah. Butuh waktu tiga hari bagi keduanya untuk meredam percik pertengkaran itu. Tempat tinggal setelah menikah, biaya pernikahan, biaya hidup setelah pernikahan, dan segala pernak-pernik cara pandang hidup melalui budaya dan kebiasaan yang berbeda membutuhkan kesabaran dan kedewasaan yang cukup.
Memasuki bulan ketiga sejak pertemuan awal dilanjutkan dengan memadu kasih, ketakutan akan kelanjutan perjalanan cinta mereka semakin membekap. Bagi Fahmi, tidak ada rasa sangsi tentang besar cintanya pada gadis itu walau rasa yang dimilikinya baru seumur jagung. Dia yakin Haruka adalah pilihan yang tepat sebagai calon ibu dari anak-anaknya. Pun, dia yakin ibu dan adik-adiknya tidak akan menentang keputusannya. Namun, keyakinannya mengalami tekanan kala mengingat latar belakang hidup mereka yang berbeda jauh.
Kalau saja Haruka tidak memberondongnya dengan keyakinan penuh bahwa mereka akan mampu mengatasi kekalutan yang menghadang dengan kesabaran dan kekuatan cinta yang dimiliki, Fahmi tidak tahu apakah sanggup meneruskannya. Entah kenapa, gadis itu seolah dikejar keinginan kuat yang mendesak untuk segera meresmikan hubungan mereka.
“Saya berharap agar para wisudawan bisa mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari untuk kemajuan umat manusia,” kata Rektor Universitas Kyushu pada sambutannya setelah menyerahkan sertifikat kelulusan secara simbolik ke kedua belas perwakilan mahasiswa yang ditunjuk.
Sambutan berikutnya dibacakan oleh perwakilan mahasiswa dari Fakultas sastra. “Kami telah belajar betapa pentingnya ilmu yang kami dapat, dan akan terus berusaha melanjutkan apa yang kami dapat ini. Pengalaman dan ilmu yang kami dapat selama belajar di Universitas ini akan kami pergunakan untuk memberikan nilai lebih di masyarakat.”
Pukul sebelas lebih sepuluh menit, tepat satu jam, prosesi wisuda berakhir. Masih ada acara wisuda lagi pada siang harinya, yaitu wisuda untuk lulusan Magister dan Doktor. Fahmi berharap dua setengah tahun lagi dia bisa ikut hadir lagi di Hall Shiki kampus Ito ini untuk menerima ijazah kelulusan Magisternya.
Sebagian dari dua ribu mahasiswa dan mahasiswi berfoto ria setelah acara wisuda dengan latar belakang tulisan “Wisuda” di belakang panggung memadati area halaman Hall. Haruka menggandeng tangan Fahmi menyusuri lautan mahasiswa dalam setelan jas hitam, dan mahasiswi berbalut kimono warna-warni.
Hari ini, untuk kedua kalinya Haruka mengenakan kimono mahal warna emas milik neneknya. Yang pertama, saat seijin shiki[1]. Tetapi yang membedakan, saat itu tidak ada pria spesial yang mendampingi kecuali ayah dan ibunya.
Sepasang sejoli itu meliuk di antara ribuan mantan mahasiswa dan keluarga yang menyambutnya. Suara klik dari ponsel dan kamera berbaur dalam pekik ceria. Seorang wanita setengah baya bertubuh seukuran dengan Haruka melambaikan tangan. Di sampingnya, pria tampan setengah baya menatap dingin sepasang merpati yang bergerak mendekat. Fahmi menganggukkan kepala, mengucapkan salam kepada sepasang suami istri itu.
“Selamat, anakku,” ucap Hiroko pada anaknya. “Kamu juga, selamat, anak muda,” lanjutnya pada Fahmi.
“Terima kasih, Nyonya Yasuda,” balas Fahmi.
Tidak ada sahutan dari ayah Haruka. Suami istri itu tahu Fahmi saat ini bekerja paruh waktu di toko yang dikelola anaknya. Yasuda Itsuo beberapa kali berpapasan dengan pemuda itu di toko, dan hanya menunduk sekilas tanpa bertukar salam.
“Kita akan makan siang bersama. Fahmi-kun, ikut?” tanya Hiroko ramah.
Haruka menatap pemuda di sampingnya dengan memohon, namun harapannya tidak terkabul.
“Maaf, saya sudah ada janji berkumpul dengan teman-teman Indonesia lain setelah acara ini. Terima kasih atas undangan Nyonya.”
“Ya … Padahal Ibu sudah menyiapkan meja untuk empat orang. Aku berharap kamu,” kata Haruka memelas.
“Maafkan aku, Haruka chan. Mungkin lain kali. Aku sudah berjanji pada Amran untuk hadir.”
Ibu Haruka mengelus pundak anaknya. “Mungkin lain kali. Biarkan Fahmi dengan teman-temannya. Selama di Jepang, merekalah yang selalu membantu bila dia dalam kesusahan.”
Fahmi mengangguk mengiyakan.
“Betul kata ibumu. Lagi pula, aku sudah mengundang Okabe untuk ikut menemani,” timpal Itsuo.
Mendengar nama pria itu disebut membuat kepala belakang Haruka serasa ditonjok. Rasa mual dari perutnya naik ke atas.