Kirana merasa prihatin dengan tali ransel yang putus salah satunya. Andai dia tidak terbawa perasaan, gunting itu akan digunakannya lebih hati-hati dan si ransel kesayangan tetap utuh ketika dia keluarkan dari plastik pembungkus. Sempat Kirana merutuk orang yang membungkus si ransel begitu rapat, tetapi dia ingat jika dirinya sendirilah yang melakukannya dulu kala. Gadis itu mendesah. Tali yang lunglai dijatuhkan saja ke lantai. Dia kemudian membereskan beberapa barang yang telah dikumpulkannya di atas ranjang untuk dimasukkan ke ransel.
Besok dia harus menemui dan menjalani kehidupan baru dengan keluarga yang baru pula. Kirana bahkan masih tidak menyangka jika malam lalu adalah terakhir kali dia tidur di kamarnya. Jika boleh jujur, gadis itu merasa rindu. Kamar yang ditempatinya sekarang memang nyaman--kecuali pilihan pewangi ruangan yang menurutnya beraroma terlalu kuat--tetapi seburuknya kamar sendiri itulah tempat terbaik untuk melepas beban.
"Setengah juta dan berakhir kepotong."
Mulut Kirana berkecumik mendengar ejekan Satria. Pemuda itu masuk begitu saja karena Kirana memang tidak mengunci kamar, kamar Satria, lebih tepatnya. Dia pun mengabaikan si pemuda yang merebah begitu saja di kasur.
"Gimana rasanya punya orang tua ganda?" tanya Satria.
"Daripada nyinyirin doang, mending bantu-bantu, deh. Atau, kasih aku tutorial bawa ransel rusak tanpa ribet. Lebih berfaedah." Kirana membalas.
"Sensi banget, Mbak Nana," goda Satria yang kemudian cekikikan sementara Kirana hanya bisa mendesis kesal. "Lagian itu ransel tinggal dibawa ke tukang jahit. Selesai."
"Emang bisa?"
"Dih, kalo manja jangan kelewatan. Penjahit jaman sekarang udah canggih. Gitu aja enggak tahu. Mentang-mentang enggak pernah pakai barang remake. Sesekali jalan-jalan ke Pasar Loak, deh."
"Ngapain?"
"Nonton konser boyband." Satria menyeletuk. "Ya, lihat-lihat barang bekaslah, Na. Namanya juga pasar loakan."
Satria tidak lagi mendengar balasan lawan bicaranya. Sementara Kirana sendiri kini menyandar pada sisi ranjang setelah menyelesaikan pekerjaan. Kakinya diselonjorkan ke lantai keramik dengan fokus ke pigura berisi potret Satria memegang piala. Foto itu berjajar dengan dua pigura lain yang menunjukkan kebersamaan keluarga Ramdan ketika Satria memenangkan lomba karate. Kirana memberengut.
"Enak, ya, punya keluarga asli kayak kamu," katanya.
Satria yang tadi memandang awang-awang, menoleh. Badannya dimiringkan ke arah Kirana dengan sebelah tangan dijadikan tumpuan kepala. "Mau ngeluh apa curhat, nih?"
"Serah. Nyinyir mulu. Males tahu, enggak."
"Tempe, Na."
Kirana meninggalkan kamar dengan gerutuan. Entakan kakinya keras. Satria sendiri cengengesan. Dia garuk kepalanya kemudian merebah kembali tanpa ada niatan menyusul si gadis.
Sementara itu, Kirana menyusuri serambi keluarga Ramdan yang malam itu sangat sepi. Si gadis memeluk kedua lengan seraya diusap-usap. Kaki tanpa alasnya terus dijalankan menyusuri area taman tengah. Satu palem merah ditanamkan sebagai peneduh. Sementara di sekelilingnya adalah rumput sintetis dan tanaman-tanaman hias lainnya. Lampu-lampu penerang berbentuk jamur ditempatkan sedemikian rupa sehingga menciptakan penerangan yang cukup. Pemandangan lebih cantik akan dijumpainya di taman belakang yang dilengkapi air mancur, tetapi malam itu si gadis tidak berminat ke sana.
Kirana tersenyum manis melihat nyamannya tempat tersebut. Taman di rumahnya sendiri telah beralih fungsi menjadi kolam renang. Sang mama yang mencetuskan hal itu saat sedang menggandrungi hobi renang sesaatnya. Tiga bulan saja sang mama bertahan. Setelah itu, berganti ke memasak, panahan, dan kini sibuk ke kegiatan amal.
Langkah Kirana melambat saat melihat Rima sedang bersantai di salah satu sudut serambi. Terlihat perempuan yang gemar membagikan resep masakan di YouTube itu sedang membaca buku. Dia pun menghampiri kawan lama mamanya tersebut. Ketika Rima menyadari kehadirannya, Kirana menebar senyum manis.
"Loh, Na, belum tidur?"
Belum, gara-gara diganggu putra sok keren kesayangan Tante
Inginnya Kirana menjawab seperti kata hati, tetapi yang keluar justru sebaliknya.
"Belum ngantuk, Tante. Nana juga pengin jalan-jalan. Rasanya udah lama banget enggak main ke sini. Enggak banyak yang berubah, ya, ternyata."