Kaki kecil nan ramping itu melangkah pelan. Suara daun-daun mati berserakan yang terinjak di jalan mungil itu memecahkan keheningan di ladang yang terkenal sangat sepi. Hari ini angin tak begitu ingin melewati daerah tersebut, mungkin angin sedang beristirahat setelah kemarin lelah menyusuri ladang mereka yang sangat sangat sangat luas itu.
Si pemilik kaki yang bernama Nancy terus berusaha untuk memetik mawar-mawar yang telah siap panen. Tangannya cekatan karena sudah melakukan hal itu berulang kali di sepanjang hidupnya. Gadis kecil berusia 12 tahun itu memotong tangkai-tangkai mawar yang keras dengan gunting berukuran besar. Mungkin jika disamakan, berat gunting tersebut sama beratnya dengan besi yang memiliki massa 1 kilogram. Mawar-mawar itu akan diletakkan di keranjang yang menggantung di lengan kirinya jika sudah dipetik.
Nancy berjalan cukup riang dan santai. Senyumnya terus mengembang seiring banyaknya mawar yang berhasil ia petik. Saat-saat panen seperti inilah yang ia suka. Memotong semua mawar yang telah berwarna merah terang dan menjual hasil panen tersebut pada langganan mereka, Tuan Hudgoff.
Tuan Hudgoff adalah seorang distributor bunga mawar dari kota sebelah, Brightstone. Ia menjual berbagai macam mawar berdasarkan warna. Namun mawar yang paling laris—kata Tuan Hudgoff—adalah mawar dari ladang milik Nancy. Mawar merah sangat diminati banyak bangsawan dan bahkan banyak pangeran-pangeran dari berbagai kota datang jauh-jauh ke Brightstone hanya karena ingin membeli sekeranjang ataupun sebuket mawar untuk diberikan pada kekasih mereka.
“Hei, Angela! Apa kabar? Kuharap kau baik-baik saja setelah kupotong,” ucap Nancy pada sebuah bunga mawar yang sedang ia potong tangkainya. Setelah berhasil dipotong, ia tersenyum senang. “Anak pintar.”
“Oh! Hai, Michelle! Hari ini kau tampak begitu menawan. Apa air hujan akhir-akhir ini terasa manis hingga kau tumbuh sedemikian rupa?” Nancy kembali memotong tangkai mawar yang ia sebut Michelle itu. “Kuharap anak-anakmu akan tumbuh baik seperti dirimu— oh oh! Apakah itu Sandy? Sandy! Bagaimana kabarmu hari ini? Tenang saja, giliranmu bukan hari ini, sayangku. Harimu masih lama.”
Nancy adalah anak yatim yang bahagia. Ia mengetahui arti kata ‘yatim’ saat 4 tahun yang lalu. Ibunya, Ella, memberitahu Nancy bahwa ia tidak memiliki seorang ayah—lebih tepatnya “pernah” memiliki seorang ayah—dan itu disebut sebagai yatim. Walau begitu Nancy tetap bahagia karena ladang luas ini adalah miliknya dan ibunya. Kucing mereka yang dinamakan Minskey juga membuat hari-hari Nancy semakin berwarna. Minskey suka menemani Nancy saat sedang mengguntingi duri-duri yang ada di tangkai mawar. Biasanya Minskey akan duduk di hadapan Nancy yang sibuk mengguntingi duri-duri itu. Minskey akan bermain dengan mawar-mawar itu dan akan membuat Nancy tertawa gembira melihat kelakuan lucunya.
“Nancyyy! Sudah berapa tangkai yang kau petik, Nak?”
Teriakan dari ibunya membuat Nancy langsung berlari tergopoh-gopoh menuju sumber suara.
“Sudah banyak, Ibu! Coba lihat keranjang ini. Mawarnya hampir berjatuhan karena terlalu banyak yang kuambil dan kutaruh paksa di situ,” ujar Nancy ketika dirinya telah sampai di hadapan ibunya.
Siang ini Tuan Hudgoff datang untuk mengambil mawar lagi. Ia datang lebih cepat dari yang Nancy duga. Nancy senang berbicara dengannya karena tak ada lagi manusia yang bisa diajak bicara kecuali ibunya dan Tuan Hudgoff. Oh benar! Minskey juga.
Dulu banyak distributor yang datang ke ladang mawar itu untuk menjadi langganan Nyonya Ella Rosemary, namun seiring berjalannya waktu distributor-distributor itu beralih pekerjaan dan menutup usaha memasok bunga.
Setelah mengangkut ratusan mawar ke dalam truknya, Tuan Hudgoff dihampiri Nancy dengan wajah datarnya seperti biasa.
“Apa kabar, Tuan Hudgoff?”
“Kabarku baik. Bagaimana denganmu?”
“Tidak terlalu baik. Akhir-akhir ini aku merindukan Ayahku.”
Tuan Hudgoff diam seketika. Ia tahu kisah ayahnya lewat Nyonya Rosemary, dan sekarang ia merasa sangat kasihan pada Nancy.
“Kau tau, Nak? Ada banyak sekali mawar yang kujual. Jika kau tak keberatan, aku akan menyebutkan warna mawar apa saja yang kumiliki,” kata Tuan Hudgoff dengan dalih mengubah topik pembicaraan.
“Seandainya Ibu sedang menyuruhku untuk memandikan Minskey, sudah pasti aku akan keberatan jika kau melakukan hal itu, Tuan Hudgoff. Pastinya Minskey tak kunjung bersih lantaran aku terlalu fokus mendengarkan ucapanmu tentang berbagai macam warna mawar yang kau miliki.”